Perambahan dan Illegal Logging di Gugus Bukit Barisan Hajoran Ancam Kelestarian Hutan (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Labuhanbatu Utara - Aktivitas perambahan hutan dan illegal logging yang terjadi di kawasan Gugus Bukit Barisan, tepatnya di wilayah Hajoran, Desa Hatapang, Kecamatan NA IX-X, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), Provinsi Sumatera Utara, kian mengkhawatirkan. Hutan di kawasan ini terancam gundul.
Ahli waris dari almarhum Amman Munthe bin Raja Baroyun Munthe secara resmi telah melayangkan pengaduan tertulis kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Sumatera Utara. Dalam surat pengaduan tersebut, mereka melaporkan dugaan praktik illegal logging dan perambahan hutan di atas tanah warisan mereka.
Amman Munthe meminta agar seluruh aktivitas ilegal tersebut dihentikan dan para pelaku diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Dalam dokumen pengaduan masyarakat (Dumas) yang ditandatangani langsung oleh Amman Munthe, ia meminta agar, Dinas LHK Sumut bersama pihak terkait mendatangi lokasi kejadian dan melakukan pemeriksaan langsung.
Kemudian, seluruh aktivitas illegal logging dan perambahan hutan segera dihentikan, dilakukan penangkapan dan penindakan terhadap para pelaku, area yang telah rusak segera direhabilitasi dengan biaya dibebankan kepada pelaku.
Surat pengaduan tersebut juga ditembuskan ke Presiden RI, Menteri Kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, Kepala Gakkum LHK Sumatera, Gubernur Sumut, Pangdam I/Bukit Barisan, Kajatisu, Kapolda Sumut, Bupati Labura, Ketua DPRD Labura, dan insan pers.
Ketika dikonfirmasi terkait surat tersebut, Kepala Dinas LHK Provinsi Sumatera Utara, Ir. Yuliani Siregar, M.AP., membenarkan adanya laporan tersebut. “Pengaduan sedang kami proses,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Kamis (29/5/2025).
Sementara itu, Non-Governmental Organization Indonesia Law Enforcement (NGO-ILE) juga telah melakukan investigasi di lokasi yang diklaim sebagai tanah warisan Raja Baroyun Munthe alias Jabarayun Munthe alias Khalifah Ali Romathoni Munthe. Hasilnya, selama enam bulan terakhir memang terjadi aktivitas illegal logging dan perambahan hutan di area tersebut.
Sedikitnya terdapat lima alat berat berupa ekskavator dan buldoser yang dioperasikan. Selain itu, alat penebang pohon seperti senso juga digunakan secara masif oleh para pelaku.
Hingga 15 Mei 2025, diperkirakan telah dibuka jalur sepanjang 5 kilometer dengan alat berat untuk mengangkut kayu bulat dari kawasan tersebut. Berdasarkan taksiran para penggiat kehutanan, ribuan ton kayu telah diambil secara ilegal. Jika benar, negara diperkirakan telah mengalami kerugian hingga puluhan miliar rupiah dari sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) kehutanan.
Direktur Eksekutif NGO-ILE, RS Hasibuan, meminta Presiden RI Prabowo Subianto memerintahkan Menteri Kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup, Kejaksaan Agung, Kapolri, dan aparat penegak hukum lainnya, termasuk KPK, untuk mengusut dan menindak tegas pelaku illegal logging di wilayah Gugus Bukit Barisan, Labura.
“Dari hasil investigasi kami, pelaku diduga kuat tidak memiliki izin dalam pengambilan kayu maupun pembukaan hutan. Bahkan, data yang kami peroleh menyebutkan bahwa kawasan tersebut termasuk dalam hutan larangan,” ujar RS Hasibuan.
Ia juga meminta Presiden Prabowo segera mengambil tindakan cepat dan tegas demi penegakan supremasi hukum di sektor kehutanan.
Lebih lanjut, RS Hasibuan mengungkapkan bahwa NGO-ILE telah melakukan investigasi selama dua tahun terakhir di tiga kecamatan di Labura, yakni NA IX-X, Aek Natas, dan Kualuh Selatan. Diduga, praktik serupa juga terjadi di wilayah-wilayah tersebut.
“Berbagai modus dilakukan oleh para pelaku. Mulai dari membuka lahan perkebunan, membuka jalan, hingga menyamarkan kegiatan ilegal mereka dengan dalih aktivitas pertanian,” jelasnya.
Akibat maraknya perambahan dan illegal logging di kawasan Hajoran, sebagian besar hutan kini telah gundul. Dampaknya tidak hanya pada rusaknya paru-paru dunia, tetapi juga meningkatkan risiko bencana alam seperti banjir bandang, khususnya di aliran Sungai Kota Batu dan Sungai Marbau.
Ironisnya, para pelaku yang disebut sebagai “mafia kayu” sudah tidak lagi mengindahkan kearifan lokal. Demi keuntungan semata, mereka menyerobot lahan ulayat dan tanah warisan tanpa memedulikan hak-hak ahli waris maupun pemangku adat. (
GT)
(WITA)