Bukan Milikmu Selamanya: Catatan untuk Orang Tua di Hari Anak Nasional

Bukan Milikmu Selamanya: Catatan untuk Orang Tua di Hari Anak Nasional
Bukan Milikmu Selamanya: Catatan untuk Orang Tua di Hari Anak Nasional (Analisadaily/Ilustrasi)

Oleh: Adelina Savitri Lubis

Analisadaily.com, Medan - Setiap 23 Juli, Indonesia merayakan Hari Anak Nasional. Namun, perayaan ini sejatinya bukan sekadar lomba mewarnai atau panggung hiburan untuk anak-anak. Di tengah balon dan keriuhan, kita perlu merenungi satu hal: sudahkah kita memenuhi hak anak saat mereka masih anak-anak, dan sudahkah kita belajar melepaskan mereka saat mereka dewasa?

Sejalan dengan itu, psikolog perkembangan anak, Peter Gray, menyatakan bahwa bermain bebas bukan hanya hak anak, melainkan fondasi perkembangan kreativitas, pengendalian emosi, dan kesehatan mental mereka (museumofplay.org).

Sayangnya, banyak orang tua justru mengabaikan hal sederhana ini. Saat anak masih kecil, banyak orang tua sibuk bekerja, mengejar rutinitas, atau merasa lelah sepulang kerja sehingga tidak memiliki waktu mendengar cerita anak, bermain bersama, atau sekadar duduk mendengarkan celoteh mereka.

Ironisnya, ketika anak sudah dewasa, bahkan telah menjadi orang tua, barulah banyak orang tua ingin “menggantikan” waktu dan perhatian yang dulu tak pernah mereka berikan. Mereka mulai sibuk mencampuri kehidupan rumah tangga anak, menuntut anak mendengar nasihat mereka, hingga ikut mengatur pola asuh cucu.

Mungkin mereka merasa inilah waktu “membayar utang perhatian” pada anak. Namun yang sering terjadi, hal ini justru membuat anak terjebak dalam ketergantungan emosional yang tidak sehat, menjadi ragu mengambil keputusan sendiri, bahkan menjadi “benalu” yang tak mandiri.

Orang tua lupa bahwa anakmu bukanlah 'anakmu'. Kita diberi tanggung jawab untuk membesarkan mereka menjadi manusia utuh, bukan memaksa mereka tetap menjadi 'anak kecil' yang harus terus kita atur bahkan ketika mereka sudah dewasa.

Di momen Hari Anak Nasional ini, mari kita bertanya pada diri sendiri:

"Sudahkah kita memberi waktu kepada anak-anak kita saat mereka masih anak-anak?"

"Sudahkah kita membiarkan mereka bermain, bereksplorasi, dan didengar suaranya?"

"Sudahkah kita memeluk mereka dengan kasih tanpa syarat, sebelum nanti mereka pergi membawa hidup mereka sendiri?"

Karena ketika kita mengabaikan hak anak saat mereka masih kecil, dan kemudian ingin mengganti perhatian itu saat mereka dewasa, yang kita lakukan bukanlah cinta yang membebaskan, melainkan cinta yang mengekang.

Melepaskan adalah Wujud Cinta

Akan tiba waktunya mereka dewasa, menjadi orang tua, mengambil alih tanggung jawab sendiri. Di sinilah ujian terbesar orang tua dimulai: berani mundur, berani melepaskan, berani membiarkan mereka salah dan belajar dari hidup mereka sendiri.

"Anak-anak bukanlah pengganggu dari pekerjaan yang lebih penting. Mereka adalah pekerjaan yang paling penting."
— C.S. Lewis

"Cara terbaik untuk menjadikan anak-anak baik adalah dengan membuat mereka bahagia."
— Oscar Wilde

Karena Hari Anak Nasional bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan pengingat bahwa anak-anak kita hanyalah titipan. Mereka bukan milik kita untuk selamanya.

Memenuhi hak anak saat mereka masih kecil dan melepaskan mereka saat dewasa adalah bentuk cinta paling merdeka. Cinta yang membiarkan mereka tumbuh, jatuh, belajar, dan bangkit sendiri. Cinta yang menyiapkan mereka menjadi manusia yang bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.

Di Hari Anak Nasional ini, mari kita rayakan dengan tindakan nyata: memberikan anak-anak hak mereka hari ini, dan mempersiapkan diri untuk melepas mereka dengan lapang hati esok hari.

Karena sejatinya, anakmu bukanlah milikmu.

(DEL)

Baca Juga

Rekomendasi