Ilustrasi AI. (Analisadaily/Istimewa)
Sejak resmi menjabat Gubernur Sumatera Utara 20 Februari 2025, Bobby Nasution bergerak lincah menavigasi lanskap politik dan birokrasi daerah. Bobby melakukan sejumlah manuver dengan menempatkan kaki tangannya di pos-pos strategis pemerintahan meski usia pelantikannya belum genap setahun. Tak semua berjalan mulus. Satu dari beberapa kaki tangannya, terciduk Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), 26 Juni 2025 lalu.
TERTANGKAPNYA Topan Obaja Ginting cukup mengagetkan masyarakat Sumatera Utara. Pasalnya, Topan dikenal sebagai “orang kepercayaan” menantu Presiden Joko Widodo tersebut. Kedekatan Topan dengan Bobby disinyalir membuat karirnya moncer, yang dari hanya seorang camat kemudian melesat menjadi Plt Sekretaris Daerah Kota Medan di masa Bobby Nasution menjabat Wali Kota Medan.
Tak berhenti di situ, selang empat hari dilantik menjadi Gubsu, Bobby Nasution langsung memutasi Topan untuk menduduki jabatan Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara. Namun sayang, hubungan manis itu harus kandas tatkala Topan terjaring OTT KPK yang membuatnya harus meringkuk di jeruji besi. KPK sendiri saat ini tengah mengusut kasus tersebut serta mendalami keterlibatan sejumlah pihak usai menggeladah rumah mewah Topan di Perumahan Royal Sumatera, Cluster Topaz, Jalan Jamin Ginting, Rabu (2/7/2025) lalu.
Bobby Nasution sendiri mengakui kedekatannya dengan Topan. “Iya dekat,” ujar Bobby saat ditanyai kedekatannya dengan Topan, Senin (30/6) di Kantor Gubernur Sumatera Utara. Meski demikian, Bobby telah menegaskan bawahannya untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan. Ia pun enggan memberikan bantuan hukum untuk Topan.
Ketua Kelas
Tim
Analisadaily, kemudian mewawancarai sejumlah narasumber terkait bagaimana sebenarnya kinerja dan relasi kedekatan Topan Obaja Ginting dengan orang nomor 1 di Sumatera Utara ini. Diketahui, kedekatan Bobby dan Topan berawal dari tahun 2020. Saat itu, Topan merupakan seorang Camat di Medan Tuntungan. Di masa kampanye saat Bobby Nasution menjadi Calon Wali Kota Medan, Topan diperkenalkan seniornya sesama lulusan STPDN ke Bobby. Dari situ, manuver-manuver dilakukan Topan Obaja Ginting.
Berbagai upaya dilakukan Topan untuk mendapat tempat dan kepercayaan Bobby Nasution. Terlebih saat Bobby sudah menjabat sebagai wali kota. Dari begitu banyak kepala dinas di Pemko Medan yang dekat dengan Bobby, namun yang bertahan hingga sampai saat ini adalah Topan Obaja Ginting. Tak heran, empat hari setelah Bobby Nasution dilantik menjadi Gubernur Sumut, Topan langsung diangkut Bobby menjadi Kepala Dinas PUPR Sumut.
Padahal saat menjabat Kepala Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi (SDABMBK) Kota Medan, kinerja Topan dinilai tidak memiliki prestasi. Beberapa proyek lampu jalan yang populer disebut “lampu pocong” menjadi sorotan publik karena bermasalah. Inspektorat Kota Medan bersama BPK Perwakilan Sumut mengaudit proyek ini dan menyimpulkan adanya banyak ketidaksesuaian antara rencana dan pelaksanaan di lapangan, mulai dari desain, jarak antar lampu, spesifikasi material, hingga tata letak trotoar. Bahkan Bobby kala itu juga menyatakan proyek ini berstatus total loss (gagal total) dan memerintahkan agar kontraktor mengembalikan dana yang telah dibayarkan.
Beberapa narasumber yang merupakan ASN di Pemprov Sumut menyebutkan bahwa Topan menjadi dekat dengan menantu mantan Presiden RI, Joko Widodo itu dikarenakan usia Topan yang masih muda dan masih bisa menemani Bobby Nasution hingga larut malam dan diduga kerap menemani Bobby main game mobile legend. Bahkan karena dekatnya, Topan sering dipanggil "ketua kelas".
Julukan “ketua kelas” disematkan karena Topan dianggap lebih dekat dengan Gubsu dibanding kepala dinas lainnya yang ada di Pemprov Sumut. Seorang narasumber yang merupakan pejabat eselon II di Pemprov Sumut menyebutkan bahwa sebelum terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terkait suap proyek pembangunan jalan mencapai Rp231 miliar, peran Topan Ginting sebagai “ketua kelas” adalah merekom nama-nama orang atau pejabat untuk diperiksa Inspektorat Sumut. Kemudian ketua kelas juga berperan memberikan nama-nama pejabat di Pemprov Sumut yang layak di non-job maupun dimutasi, termasuk yang layak mendapat promosi.
Kepada
Analisadaily, pejabat eselon II itu juga mengaku bahwa Topan berperan menginvetarisir proyek-proyek di semua OPD dan calon pemenangnya di semua OPD. “Selanjutnya, pihak ketiga yang datang ke OPD terkait untuk mengerjakan yang sifatnya penunjukkan langsung maupun lelang. Dan mereka biasanya bilang sudah “sowan” ke ketua kelas, sehingga kepala dinas (kepala OPD) terkait tidak berani lagi menolaknya,” ujarnya.
Tak hanya itu, ketua kelas (Topan Ginting) juga ditengarai mendanai keperluan operasional Bobby Nasution, baik urusan teknis maupun non-teknis. “Dan ketua kelas ini juga bebas telepon langsung sama Bobby maupun istri Bobby yakni Kahiyang,” jelasnya. Begitu berkuasanya sang ketua kelas, bahkan ada pejabat eselon dua yang masih menjabat diminta mundur oleh ketua kelas dan dianaca akan dipindahkan daerah lain. “Termasuk juga ada beberapa kadis yang diminta keluar dari rumah dinas,” ujar sumber tersebut.
Kaki Tangan Lain
Topan, sejatinya hanya satu dari sekian kaki tangan Bobby Nasution di pemerintahan. Beberapa pejabat di lingkungan Pemprov Sumut yang dibawa Bobby Nasution dari Pemko Medan juga punya peran besar dalam mengendalikan roda birokrasi di Pemprovsu. Ada nama Sulaiman Harahap yang merupakan Kepala Inspektorat Sumut. Ia sebelumnya merupakan Kepala Inspektorat Medan. Di Pemprov Sumut, Sulaiman diduga sering melakukan pemeriksaan khusus terhadap dinas-dinas di Pemprov Sumut yang menjad target mau “dibuang”.
Seorang ASN di Pemprov Sumut juga mengatakan bahwa dinasnya pernah dipanggil oleh Tim Asistensi yang terdiri dari Plt Kepala Dinas Pariwisata, Dicky Anugerah, unsur akademisi, kemudian sepupu Bobby yakni M Ricky Pangeran Siregar dan Sekda untuk diminta penjelasan terkait pengelolaan APBD di setiap dinas.
“Jadi pertama dipanggil itu Februari. Kemudian puasa-puasa juga dipanggil sewaktu Maret. Berlanjut sampai sekarang. Kita dipanggil malam-malam di lantai 10 (ruang gubernur) untuk diminta penjelasan soal APBD,’ ujar ASN tersebut.
Anehnya yang meminta penjelasan tersebut bukan merupakan tim anggaran atau TAPD melainkan orang-orang yang tidak dikenal. “Yang paling getol itu nanya Ricky Pangeran sepupu Bobby. Pak Sekda ada tapi pasif. Jadi anggaran di dinas kita betul-betul dikuliti secara detail dan digantikan dengan program yang diinginkan Bobby,” ucapnya.
Mereka menilai pejabat-pejabat yang tidak memiliki legalitas bisa bertanya hal teknis. “Jadi ada program-program yang dititip dewan itu dihapus dan diganti dengan program-program titipan. Padahal sudah ketok di 2024. Intinya di era gubernur sekarang itu peran Sekda, TAPD dan dewan itu mandul seperti kerbau dicucuk hidung. Semua takut dengan Bobby termasuk orang-orang dekatnya,” ujarnya.
Menanggapi ketelibatan nama-nama Tim Asistensi tersebut, baik Eks Plt Kepala Dinas Pariwisata, Dicky Anugerah maupun Sulaiman Harahap sampai saat ini tidak menjawab konfirmasi dari Analisadaily.com. Keduanya tidak menjawab pertanyaan yang sudah dikirim lewat nomor WA keduanya.
“Kedan” Politik
Selain Topan Ginting dkk yang bermain di wilayah birokrasi, Bobby Nasution juga memiliki orang-orang terdekat di partai politik. Ia adalah Ade Jona Prasetya yang merupakan anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra. Salah seorang narasumber yang merupakan anggota DPRD bertempat tinggal di Medan mengungkap bahwa Ade Jona sudah bersahabat dengan Bobby Nasution sejak lama. Kedekatan antara Ade Jona dan Bobby Nasution semakin terhubung lewat organisasi (HIPMI). Bahkan Ade Jona disebut sebagai orang yang memuluskan Bobby masuk ke Partai Gerindra.
“Peran Ade Jona itu di partai politik. Ia sering membawa nama Bobby untuk berkomunikasi dengan pemerintah pusat dan lembaga-lambaga lain di pusat maupun di politik. Bahkan Ade Jona ini dibilang pengepul. Hasil kepulan ini nantinya akan ia serahkan ke Bobby ataupun orang dekatnya,” ujar politikus muda tersebut.
Saat dikonfirmasi lewat nomor whatshapnya, Ade Jona juga tidak menjawab maupun merespons. Bahkan dihubungi beberapa kali ia juga tidak menjawab.
Kawan Pengusaha
Sementara, untuk orang dekat Bobby Nasution yang mengurusi perusahaannya yakni Samuel Larso Pardomuan Nababan atau lebih sering dipanggil Samuel Nababan. Ia merupakan anggota HIPMI dan dikenalkan oleh Ade Jona Prasetya dengan Bobby Nasution. Samuel ditunjuk Bobby mengurusi perusahaannya yakni PT Anugerah Wira Cipta, PT Sahabat Jaya Reswara dan PT Wirasena Cipta Reswara. Ketiga perusahaan itu bergerak di sektor kontruksi dan tambang. Kantornya tercatat beralamat di gedung dan lantai yang sama di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.
Dalam menjalankan perusahaan Bobby, Samuel juga tidak bekerja sendirian. Ia dibantu beberapa orang dekat Bobby. Ketika kasus korupsi tambang Blok Medan mencuat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Ternate Oktober 2024, nama Samuel muncul ke permukaan. Bahkan ia juga sudah beberapa kali dipanggil oleh KPK. Ia juga disebut-sebut sebagai pemegang saham di perusahaan tersebut.
Dua kali sudah KPK mengirimkan surat penggilan kepada Samuel. Panggilan pertama dilayangkan pada 20 Oktober 2024 sedangkan yang kedua menyusul sepekan kemudian.
“Saya kenal betul dengan dia sewaktu masih kuliah di Fakultas Hukum USU. Samuel ini bukan anak orang kaya. Dulu sering disuruh-suruh bawa helm. Semenjak kenal Bobby sekarang sudah kaya raya,” ujar salah satu sumber yang merupakan pengurus HIPMI Sumut.
Semenjak dekat dengan Bobby, kini Samuel sudah memiliki rumah dengan harga miliaran di Jalan Sei Agul Medan, rumah mewah di kawasan Kemang Jakarta dan bahkan Samuel juga sudah memiliki mobil-mobil mewah. Bahkan ada beberapa mobil milik mewah milik Samuel yang satu tipe dengan milik Bobby maupun Ade Jona. Sayangnya saat tim
Analisadaily.com mencoba konfirmasi, Samuel juga tidak bisa dihubungi.
Dikonfirmasi mengenai para kaki-tangannya, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution tak merespons wartawan
Analisadaily yang berupaya melakukan konfirmasi.
Analisadaily telah beberapa kali mencoba melakukan wawancara, namun hingga berita ini diturunkan tidak ada jawaban dari pihak Bobby Nasution. Surat permohonan wawancara resmi yang dilayangkan ke Diskominfo Sumut dan Biro Administrasi Pimpinan Sumut juga tidak mendapat respons, begitu juga permohonan melalui pesan WhatsApp yang dilayangkan ke nomor pribadinya tak mendapat balasan.
Ilustrasi.
Konsolidasi Kekuasaan Bobby
Menyoroti manuver yang dilakukan Bobby Nasution di lingkungan Pemprov Sumut, Founder Ethics of Care, Farid Wajdi, menilai bahwa pola rotasi dan mutasi yang dilakukan Bobby Nasution di Sumut memang tampak agresif dan selektif. Ia terkesan ingin mempercepat konsolidasi kekuasaan birokrasi dengan menempatkan sosok-sosok yang diyakini loyal.
"Ini bukanlah hal baru dalam praktik pemerintahan daerah, tetapi ketika dilakukan dalam waktu singkat dan melibatkan banyak nama yang diduga merupakan lingkaran dekat, maka publik berhak bertanya: apakah ini sekadar strategi birokrasi, atau justru bentuk politik balas budi?," kata Farid.
Pengangkatan orang-orang dekat, seperti Topan Ginting, secara hukum memang dimungkinkan, selama memenuhi persyaratan formal sebagaimana diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 jo. PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN. Namun secara etika, pengangkatan berbasis kedekatan tetap menjadi sorotan, apalagi bila dilakukan tanpa proses seleksi terbuka yang transparan.
"Jika pengangkatan pejabat dilakukan tanpa mengindahkan prinsip kompetensi dan objektivitas, maka tindakan tersebut bisa mengarah pada nepotisme. Nepotisme bukan hanya soal hubungan darah, tetapi juga soal keberpihakan berlebihan terhadap orang-orang tertentu berdasarkan relasi non-profesional. Di sinilah garis tipis antara kewenangan kepala daerah dan potensi penyalahgunaan wewenang mulai tampak," sebutnya.
Disebutkan Farid, pola penggantian pejabat berdasarkan kedekatan personal memiliki dampak sistemik terhadap kualitas pelayanan publik. Ketika jabatan strategis diisi oleh figur yang loyal namun tidak kompeten, maka kualitas tata kelola bisa menurun. Hal ini berpotensi melahirkan budaya kerja yang transaksional dan abai terhadap kepentingan masyarakat. Di Sumatera Utara, efeknya bisa terlihat dari lambannya penyerapan anggaran, melemahnya koordinasi antarinstansi, hingga turunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah provinsi.
"Terkait dugaan “mengutak-atik” anggaran oleh Gubernur Bobby Nasution dan bawahannya, jika benar terjadi, maka hal tersebut berpotensi melanggar hukum pidana dan administrasi negara. Pengelolaan anggaran diatur secara ketat dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Jika anggaran dipindah, dimanipulasi, atau digunakan tidak sesuai peruntukan melalui intervensi kekuasaan, maka bisa dikenakan pasal penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi," ungkapnya.
Farid Wajdi menuturkan kepala daerah sah-sah saja membangun tim yang sevisi dalam menjalankan program, namun hal itu harus dilakukan dalam koridor good governance. Sumatera Utara memerlukan birokrasi yang tangguh yang tidak sekadar patuh secara politik, tetapi juga profesional dan berorientasi pada pelayanan. Ukuran kepemimpinan yang berpihak kepada rakyat bukan terletak pada siapa yang mengisi jabatan strategis, melainkan sejauh mana pelayanan berjalan efektif, anggaran dikelola secara terbuka, dan hukum tetap menjadi landasan utama pengambilan keputusan.
(Tim Redaksi)(YY/NS/DEL)