Pojok Pers Oleh : War Djamil

Banjir Informasi

Banjir Informasi
Banjir Informasi (analisadaily/istimewa)

KINI Fenomena membanjirnya informasi. Satu sisi, informasi tersedia melimpah. Namun sisi lain, publik kesulitan membedakan kebenaran informasi itu. Demikian ungkap Ketua Dewan (2025-2028) Komaruddin Hidayat tatkala serahterima jabatan dari Ketua Dewan Pers 2022-2025 Ninik Rahayu di Jakarta.

Pernyataan Ketua Dewan Pers kiranya mengundang pemikiran dan sikap jajaran pers nasional terutama atas dua hal yakni banjir informasi dan tentang publik benarkah publik sulit membedakan informasi itu benar atau tidak.
Mengenai informasi melimpah ruah, antara lain keberadaan internet menjadi faktor penyebab. Artinya, makin mudah arus lalu lintas informasi, sehingga makin gampang olahan informasi menjadi berita. Itu kenyataan !.
Penggunaan sejumlah peralatan praktis dengan teknologi mutakhir, menambah jumlah informasi yang disiarkan. Bagi publik, banjir informasi tentu saja menguntungkan.
Publik dapat memanfaatkan untuk berbagai kebutuhan. Mulai dari studi, lanjut ke urusan bisnis, pengambilan kebijakan tertentu dan lain-lain ... sampai menjadi referensi dalam kebijakan politis.
Namun, tatkala informasi itu diuji. Benar atau tidak ? Di sini masalahnya. Sejumlah informasi ternyata tergolong berita bohong (hoax) dan berita palsu (fake news).
Akibatnya terjadi reaksi, tentu merugikan banyak pihak. Publik menjadi korban berita tak benar. Dan, jika berita fitnah justru berakibat fatal. Kalau banjir informasi, sesuatu hal yang sukar dicegah dan memang tak perlu dihalangi. Tetapi untuk kepastian kebenaran informasi, publik diminta hati-hati. Mengapa?.
Pertama, media sekarang secara umum mengutamakan kecepatan. Artinya, berlomba cepat menyiarkan informasi itu. Apalagi peristiwa tergolong besar. Sebaliknya juga kejadian menyedihkan atau sangat memilukan.
Saat lomba cepat, satu-dua media mengabaikan ketelitian dan cek ulang. Verifikasi tak dipedulikan. Akibatnya, berita tidak akurat. Hal yang paling disesalkan, informasi itu sebagian tidak benar. Apalagi jika seluruhnya tergolong bohong.
Sering saya utarakan. Terkait berita bohong, publik menyatakan sebagian besar terkait media online. Sebagian pejabat, tokoh, politisi dan akademisi masih mengakui media arus utama (mainstream media) lebih akurat, bahkan lebih dipercaya, terutama karena masih melakukan verifikasi.
Saya juga berulang bilang, jangan menyamaratakan semua media online seolah-olah beritanya tidak akurat. Sebab, sangat banyak media online melakukan verifikasi.
Dalam situasi ini. Istimewa dalam era digital kini. Dua pihak diharap memberi perhatian serius.
Pertama, kalangan media sangat patut terus menjaga akurasi berita. Redaktur rubrik berita di kantor media sangat diminta perhatiannya. Melakukan check and recheck guna terjaga mutu dan kebenaran informasi. Bahkan, kepada reporter perlu ditanyai ulang tentang kebenaran liputannya.
Kedua, publik dengan 3 langkah yaitu memilih dan memilah. Pilih media profesional. Bukan media abal-abal. Sajian media ini dipilah-pilah. Dan, upayakan melakukan perbandingan dengan media lain seraya menelaah konten berita itu.
TIGA langkah publik itu kiranya, publik dapat mengatasi kesulitan membedakan kebenaran informasi seperti diutarakan Ketua Dewan Pers itu.
Meski hal terbaik, pihak media tetap konsisten dengan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, karena berita itu memang benar. Di sini, lahir kepercayaan publik pada media ini.

Berita kiriman dari: Pemred Harian Analisa

Baca Juga

Tekanan Ekonomi
21 Jul 2025 20:14 WIB

Tekanan Ekonomi

Era AI & Media
14 Jul 2025 21:20 WIB

Era AI & Media

Sampah Digital !
07 Jul 2025 20:49 WIB

Sampah Digital !

Plagiator di Media
30 Jun 2025 19:50 WIB

Plagiator di Media

Ekosistem Media (?)
25 Jun 2025 20:30 WIB

Ekosistem Media (?)

Meaningful Journalism
16 Jun 2025 18:05 WIB

Meaningful Journalism

Misinformasi
09 Jun 2025 13:16 WIB

Misinformasi

WPFD 2025 : Etika !
04 Jun 2025 16:52 WIB

WPFD 2025 : Etika !

Rekomendasi