Mengawal Koperasi Merah Putih

Mengawal Koperasi Merah Putih
Ilham Fuaji Munthe (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Di tengah berbagai krisis yang melanda masyarakat, seperti dari keterbatasan akses permodalan hingga ketimpangan ekonomi yang terus melebar, Koperasi Merah Putih hadir sebagai bentuk harapan bahwa rakyat bisa bangkit dengan caranya sendiri.

Melalui koperasi, masyarakat belajar berbagi risiko, menata usaha secara kolektif, dan membangun kemandirian tanpa harus tunduk pada sistem ekonomi yang tak memihak.

Koperasi bukanlah konsep baru. Sejak masa awal kemerdekaan, koperasi telah diidealkan sebagai pilar ekonomi nasional. Muhammad Hatta (Bung Hatta) selalu mendengungkan dengan koperasi dapat membantu ekonomi rakyat. Upaya-upayanya menghidupkan koperasi di Indonesia menjadikannya sebagai Bapak Koperasi Indonesia.

Namun bukan berarti koperasi tidak menuai masalah, dalam praktiknya tidak sedikit koperasi yang terjebak pada tumpukan formalitas, manajemen yang lemah, hingga praktik penyalahgunaan keuangan oleh pengurusnya sendiri.

Ketua Umum HIMMAH Kota Medan Periode 2018-2020, Ilham Fuaji Munthe, S.E.,M.E. mengatakan, ketika Koperasi Merah Putih hadir dengan pendekatan yang segar, mengusung nama nasional, mengedepankan partisipasi masyarakat, dan menanamkan semangat gotong royong, respons publik pun cukup hangat.

“Ia dianggap sebagai upaya serius untuk menghidupkan kembali koperasi sebagai alat pemberdayaan rakyat, bukan sekadar badan usaha biasa,” ucapnya, Senin (4/8).

Tentu setiap harapan selalu datang bersama tantangan. Di balik berbagai capaian yang berhasil diraih, Koperasi Merah Putih tetap harus terbuka terhadap kritik dan masukan.

“Sebab, sejarah panjang gerakan koperasi di Indonesia mengajarkan kita bahwa idealisme yang tak disertai tata kelola yang baik justru bisa menjadi bumerang,” ujarnya.

Melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025, pemerintah menetapkan target pembentukan 80 ribu Koperasi Merah Putih. Inisiatif ini merupakan wujud nyata komitmen pemerintah untuk memperkuat perekonomian di tingkat desa serta mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Model koperasi ini tidak hanya menyediakan akses modal berbunga ringan, tetapi juga mendampingi anggotanya dalam manajemen usaha, pemasaran, hingga pelatihan kewirausahaan. Koperasi ini menjadi tentu solusi nyata bagi para pedagang pasar, petani kecil, serta pelaku UMKM yang selama ini kesulitan menjangkau perbankan konvensional.

Namun seiring membesarnya gerakan ini, tentu ada catatan kritis yang perlu diperhatikan, misalnya soal transparansi. Keterbukaan informasi keuangan, keputusan program yang akan dijalankan, hingga prinsip musyawarah dalam kepengurusan harus dikuatkan.

“Hal-hal semacam ini patut dicermati. Sebab prinsip koperasi adalah dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota. Begitu prinsip ini dikesampingkan, maka koperasi akan kehilangankepercayaan,” sebutnya.

Selain itu, ada pula kekhawatiran bahwa Koperasi Merah Putih terlalu lekat dengan simbolisme politik. Memang tidak ada yang salah dengan penggunaan simbol nasional seperti Merah Putih. Namun ketika koperasi terlalu sering ditampilkan dalam narasi-narasi nasionalisme tanpa disertai dampak nyata bagi anggota di akar rumput, maka yang muncul hanyalah romantisme semu.

Koperasi bisa saja terjebak menjadi alat pencitraan atau bahkan alat politik, padahal substansi gerakan ini adalah kesejahteraan ekonomi berbasis kolektivitas warga.

Selain beberapa masalah di atas, tentu ke depannya gerakan ini akan mendapati masalah baik secara teknis maupun sistemnya. Untuk itu perlu usaha memperkuat literasi anggota. Banyak masyarakat yang tertarik bergabung karena iming-iming modal cepat atau program subsidi, namun tidak benar-benar memahami prinsip koperasi.

Akibatnya, merekahanya menjadi peserta pasif. Koperasi harus mendorong anggotanya untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan, ikut memantau keuangan, dan memiliki kesadaran kolektif bahwa keberhasilan koperasi adalah tanggung jawab bersama.

Dari aspek transparansi dan akuntabilitas mutlak ditingkatkan. Setiap keputusan harus dikomunikasikan dengan jelas, laporan keuangan disampaikan secara berkala, dan evaluasi harus melibatkan seluruh anggota.

“Jika koperasi ingin tumbuh sehat, maka sistem pengawasan internal maupun eksternal perlu diperkuat sejak dini. Kemudian, koperasi perlu menjalin kemitraan strategis. Tentu tidak semua kebutuhan anggota dapat dipenuhi dari dalam koperasi. Untuk itu, membangun jejaring dengan lembaga pelatihan, pemerintah daerah, atau organisasi pendamping ekonomi rakyat dapat memperkuat dampak koperasi. Apalagi di era digital saat ini, koperasi juga perlu berinovasi melalui platform online untuk pelaporan, komunikasi, hingga penjualan produk,” sarannya.

Hal yang paling utama adalah bagaimana menjaga ruh koperasi sebagai ruang kemanusiaan. Koperasi tidak boleh berubah menjadi lembaga yang semata menilai dari untung rugi. Koperasi harus tetap menjadi tempat di mana masyarakat merasa dihargai, diberdayakan, dan didengarkan.

Dalam konteks inilah Koperasi Merah Putih perlu terus dikawal. Dukungan terhadap koperasi ini penting, namun dukungan yang sehat adalah dukungan yang kritis.

“Kita takingin koperasi ini hanya menjadi proyek jangka pendek atau alat promosi elite tertentu. Kita ingin koperasi ini benar-benar tumbuh sebagai kekuatan rakyat yang mandiri, adil, dan inklusif.

Koperasi adalah cermin solidaritas masyarakat. Dan solidaritas yang sejati hanya bisa tumbuh jika didasari oleh rasa saling percaya, kejujuran, serta semangat berbagi.

“Mari kita jaga agar Koperasi Merah Putih tetap berada di jalur yang menempatkan manusia, bukan sekadar uang, sebagai pusat dari gerakannya,” ajaknya.

Pemerintah patut diapresiasi atas inisiatif mendorong lahirnya Koperasi Merah Putih sebagai bagian dari upaya memperkuat ekonomi rakyat. Dalam konteks ketimpangan akses terhadap sumber daya ekonomi, kehadiran koperasi yang digagas atau difasilitasi oleh negara menunjukkan keberpihakan yang nyata terhadap masyarakat.

Langkah tersebut sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 yang menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Dengan memberikan ruang bagi tumbuhnya koperasi berbasis komunitas, pemerintah telah mengambil peran strategis sebagai fasilitator dan pelindung ekonomi kerakyatan.

Lebih dari sekadar regulasi, keterlibatan pemerintah dalam pembentukan Koperasi Merah Putih juga mencerminkan komitmen negara dalam merawat nilai-nilai gotong royong dan solidaritas sosial. Dalam situasi di mana mekanisme pasar kerap mengabaikan kelompok rentan, kehadiran negara menjadi penting untuk menjembatani ketimpangan dan menciptakan ekosistem usaha yang lebih adil.

“Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan koperasi harus terus diperkuat agar koperasi ini tidak hanya bertahan, tetapi mampu menjadi lokomotif perubahan ekonomi berbasis nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial,” pungkasnya.

(JW/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi