Petani Gagal Panen, Harga Bawang Merah Melonjak

Petani Gagal Panen, Harga Bawang Merah Melonjak
Petani Gagal Panen, Harga Bawang Merah Melonjak (analisadaily/istimewa)

Analisadaily.com, Medan – Harga bawang merah di pasar tradisional Kota Medan, Sumatera Utara, saat ini melonjak tajam hingga menyentuh Rp60.000 per kilogram. Sebelumnya, harga masih berkisar Rp40.000 per kilogram di tingkat pengecer. Kenaikan ini dipicu oleh gagalnya panen bawang merah di berbagai sentra produksi akibat musim kemarau panjang yang melanda sejumlah daerah di Sumatera Utara.

"Petani banyak yang gagal panen karena kemarau ekstrem. Sebagian lagi bahkan tidak bisa menanam karena tidak ada hujan, sementara irigasi di kampung kami sudah lama tidak berfungsi," ujar Rudi Tarigan, petani bawang merah asal Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun, saat dihubungi melalui WhatsApp, Selasa (5/8/2025).
Rudi menjelaskan, saat ini harga bawang merah di tingkat petani sudah mencapai Rp42.000 per kilogram. Namun stok sangat terbatas karena banyak lahan yang gagal panen atau tidak ditanami sama sekali.
“Stok hampir tidak ada. Banyak petani tidak bisa menanam karena tidak ada sumber air. Yang menanam pun banyak yang gagal karena kekeringan,” katanya.
Menurutnya, kemarau ekstrem sudah terjadi sejak Mei 2025. Bahkan tanaman yang ditanam pada April 2025 hampir seluruhnya gagal panen.
“Sejak Mei sampai sekarang belum turun hujan. Semua pertanaman yang ditanam akhir April dan Mei gagal,” jelas Rudi.
Petani yang menanam pada Maret 2025 memang masih bisa panen, namun saat itu harga bawang masih dalam kondisi normal. Akibatnya, meski saat ini harga melonjak, para petani tidak bisa menikmati keuntungan karena tidak memiliki stok.
“Harga memang tinggi sekarang, tapi stok tidak ada. Jadi petani tidak bisa menikmati hasilnya,” ujarnya.
Dia menambahkan, harga bawang merah di tingkat petani saat ini mencapai Rp42.000 per kilogram dalam kondisi basah. Setelah dikeringkan selama sekitar dua minggu (masa dormansi), barulah bawang dikirim ke pasar.
“Karena harga di pasar sekarang sudah Rp60.000 hingga Rp65.000 per kilogram dan stok menipis, banyak petani menjual dalam kondisi masih basah, belum terlalu kering,” katanya.
Rudi mengatakan, untuk mengatasi kemarau ekstrem ini, Bank Indonesia (BI) Cabang Pematangsiantar sempat berupaya mencarikan solusi dengan membuat sumur bor. Namun di desanya, air tanah sulit ditemukan.
“Sudah dibor hingga 150 meter belum juga keluar air. Beda dengan desa tetangga seperti Cingkes dan Panribuan, yang di kedalaman 60 meter saja sudah dapat air,” jelasnya.
Karena kesulitan air, Rudi sempat mengusulkan ke pihak BI agar dilakukan modifikasi cuaca agar hujan turun. Namun menurutnya, BI tidak memiliki akses untuk pelaksanaan modifikasi cuaca.

Sementara itu, irigasi yang dulunya mengairi lahan pertanian di desa mereka sudah lima tahun tidak berfungsi. Kerusakan cukup parah sehingga memerlukan pembangunan bendungan baru.
“Kami hanya berharap pemerintah memperbaiki irigasi yang rusak. Dengan begitu, kami tidak perlu lagi bergantung pada hujan untuk menanam bawang,” harap Rudi.
Rudi mengakui, lahan yang kini digunakan untuk menanam bawang dulunya merupakan sawah yang dialiri oleh irigasi tersebut. (mul)

(NAI)

Baca Juga

Rekomendasi