Oleh : Muniruddin Ritonga SHI

PKB dan Politik Jalan Tengah

PKB dan Politik Jalan Tengah
PKB dan Politik Jalan Tengah (Analisadaily/istimewa)

Menjaga Arah, Merawat Kebangsaan

Dalam lanskap politik Indonesia yang sarat dengan dinamika ideologis, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tampil dengan satu corak yang khas: mengusung politik jalan tengah. Pendekatan ini bukan sekadar siasat taktis demi popularitas sesaat, melainkan pilihan ideologis yang berakar pada pengalaman historis panjang, nilai-nilai keagamaan yang moderat, serta kebutuhan objektif dalam menjaga persatuan dan stabilitas bangsa.

Politik jalan tengah yang dipilih PKB lahir dari kesadaran mendalam bahwa Indonesia adalah negeri yang majemuk secara kultural, etnis, dan religius—dan karena itu membutuhkan pendekatan politik yang inklusif, adaptif, dan menjembatani berbagai kepentingan yang kerap berseberangan. Di tengah kecenderungan ekstrem—baik dari

mereka yang ingin mendirikan negara Islam formal maupun dari yang mendorong sekularisme mutlak—PKB hadir sebagai kekuatan penyeimbang yang berusaha menyatukan, merawat kebhinekaan, dan menjunjung nilai-nilai keislaman yang ramah dan transformatif.

Politik jalan tengah bukanlah posisi abu-abu tanpa prinsip, melainkan pilihan sadar yang berpijak pada keberanian untuk menolak ekstremisme dan keberpihakan pada jalan moderat yang rasional dan manusiawi.

Jalan Tengah: Antara Islamisme dan Sekularisme

Salah satu tantangan utama dalam politik Indonesia kontemporer adalah kuatnya polarisasi antara dua kutub ideologis: kelompok Islamis yang mengusung agenda formalisasi syariat, dan kelompok sekular yang mendorong pemisahan total antara agama dan negara. Di satu sisi, kelompok Islamis sering menjadikan agama sebagai landasan eksklusif dalam kehidupan politik dan bernegara, bahkan tidak jarang menabrak prinsip-prinsip kebangsaan yang inklusif.

Di sisi lain, kelompok sekular cenderung menyingkirkan peran agama dari ruang publik, seolah-olah nilai-nilai spiritual tidak memiliki tempat dalam ranah kebijakan publik. Kedua kutub ekstrem ini memiliki risiko: formalisasi agama berpotensi menciptakan diskriminasi dan fragmentasi sosial, sementara sekularisme mutlak membuka ruang bagi kekosongan moral dan alienasi spiritual dalam kehidupan bernegara.

PKB melihat bahwa Indonesia bukan semata-mata negara dengan mayoritas Muslim, tetapi juga tanah air bersama bagi komunitas-komunitas beragam yang memiliki hak dan martabat yang sama. Oleh karena itu, memperjuangkan negara berbasis satu tafsir agama jelas bertentangan dengan semangat persatuan yang diamanatkan para pendiri bangsa.

Namun, menafikan agama sama sekali dari ruang publik juga mengingkari kenyataan bahwa kehidupan masyarakat Indonesia sarat dengan nilai-nilai spiritual dan kultural yang lahir dari agama. Maka, jalan tengah yang ditempuh PKB adalah upaya aktif untuk merumuskan posisi politik yang adil dan kontekstual: menjadikan nilai-nilai Islam sebagai inspirasi etis dan moral dalam kebijakan publik, tanpa terjebak pada formalisme hukum agama yang kaku dan eksklusif.

Warisan Fikih Kebangsaan dan Islam Wasathiyah

Pilihan jalan tengah yang diambil PKB bukanlah hasil spekulasi politik sesaat, melainkan berakar pada tradisi intelektual dan spiritual yang kokoh. Sebagai partai yang dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU), PKB mewarisi gagasan fikih kebangsaan dan semangat Islam wasathiyah (moderat). Fikih kebangsaan adalah pendekatan pemikiran hukum Islam yang tidak lepas dari realitas kebangsaan Indonesia.

Ia tidak memindahkan hukum hukum Arab pra-modern secara mentah, melainkan mengadaptasikannya dalam kerangka sosial, budaya, dan historis Indonesia yang plural. Prinsip-prinsip seperti maslahat (kemaslahatan umum), ijtihad (penalaran hukum), dan ‘urf (kebiasaan lokal) menjadi fondasi penting dalam merumuskan arah kebijakan yang Islami sekaligus kontekstual.

Adapun Islam wasathiyah adalah Islam yang menolak kekerasan, ekstremisme, dan eksklusivisme. Ia adalah Islam yang memeluk toleransi, menjunjung kemanusiaan, dan membuka ruang dialog antariman serta antarbudaya. PKB menjadikan Islam wasathiyah bukan hanya sebagai konsep teologis, tetapi sebagai prinsip politik. Dalam kerangka ini, politik bukan alat dominasi, melainkan instrumen pelayanan dan pengabdian kepada seluruh rakyat.

Karena itulah, politik jalan tengah yang diperjuangkan PKB adalah pengejawantahan dari Islam rahmatan lil ‘alamin—Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, tidak hanya umat Islam saja.

Wujud Konkret Politik Jalan Tengah

Politik jalan tengah yang dibawa PKB bukanlah retorika kosong. Ia tercermin dalam sikap politik, kebijakan legislasi, hingga kerja-kerja sosial yang nyata. Salah satu manifestasi penting dari komitmen ini adalah sikap konsisten PKB dalam mendukung Pancasila dan UUD 1945 sebagai fondasi negara yang final. PKB secara tegas menolak segala bentuk upaya untuk mengganti dasar negara dengan ideologi lain, baik yang berbasis keagamaan ekstrem seperti khilafah, maupun ideologi sekular radikal yang memarjinalkan agama.

Dalam proses legislasi, PKB selalu mendorong regulasi yang berpihak kepada rakyat kecil, perempuan, anak-anak, kelompok rentan, dan minoritas. Dalam bidang pendidikan, PKB mendukung sistem yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga menanamkan nilai-nilai keislaman yang moderat dan kebangsaan yang kuat. Dalam sektor ekonomi, PKB konsisten memperjuangkan distribusi sumber daya yang adil, serta memberdayakan ekonomi kerakyatan dan pelaku usaha kecil. Semua ini adalah bentuk konkret dari prinsip jalan tengah yang mempertemukan antara keadilan sosial, nilai keagamaan, dan semangat kebangsaan.

Relevansi Politik Jalan Tengah di Era Polarisasi

Di era digital saat ini, polarisasi politik dan ideologi semakin tajam. Media sosial menjadi ladang subur bagi berkembangnya narasi-narasi kebencian, disinformasi, dan politik identitas yang mengkotak-kotakkan warga negara. Ruang gema (echo chamber) memperkuat bias dan prasangka, menghambat dialog, dan memicu konflik horizontal.

Dalam kondisi semacam ini, politik ekstrem justru mendapatkan panggung, sementara jalan tengah kerap disalahpahami sebagai ketidaktegasan. Namun justru dalam situasi ini, politik jalan tengah menjadi kebutuhan mendesak. Ia menjadi penyejuk di tengah panasnya debat, menjadi jembatan di tengah jurang perpecahan. Moderasi bukan tanda ketidakberanian, melainkan wujud keberanian untuk

tidak ikut arus ekstremisme, populisme, dan politik manipulatif. PKB hadir sebagai kekuatan penyeimbang yang dapat meredam ketegangan, sekaligus menawarkan gagasan dan solusi. Jalan tengah bukan hanya jalan alternatif—ia adalah jalan kebijaksanaan yang mampu mempertahankan demokrasi, menjaga moralitas publik, dan merawat kohesi sosial bangsa.

Pendidikan Politik untuk Kader PKB

Bagi kader PKB, memahami dan menginternalisasi politik jalan tengah adalah tanggung jawab ideologis. Ini bukan sekadar slogan kampanye, melainkan prinsip perjuangan yang harus dihidupi dan dibela. Oleh sebab itu, pendidikan politik di lingkungan PKB harus diarahkan pada penguatan pemahaman atas sejarah, nilai dasar, dan strategi partai dalam menghadapi tantangan zaman. Kader harus mampu menjelaskan bahwa menolak formalisasi syariat bukan berarti menolak agama, dan memperjuangkan keadilan sosial tidak berarti melawan elite secara membabi buta.

Lebih dari itu, kader PKB harus mampu menjadi komunikator yang cerdas, penyambung yang bijak, dan pemimpin yang merangkul. Di tengah meningkatnya polarisasi, kader PKB harus menjadi juru damai—yang membawa pesan Islam moderat ke ruang-ruang publik, dari parlemen hingga media sosial, dari masjid hingga kampus. Mereka harus hadir sebagai pelindung nilai-nilai kebangsaan dan penyeru persatuan. Inilah kader yang bukan hanya loyal secara struktural, tetapi juga berakar secara kultural dan spiritual.

Penutup: Politik Berbasis Akhlak

PKB dan politik jalan tengah tidak bisa dilepaskan dari pandangan dasar bahwa politik sejatinya adalah jalan pengabdian, bukan sekadar perebutan kekuasaan. Di tengah dunia politik yang makin transaksional dan pragmatis, komitmen terhadap nilai-nilai etika dan akhlak harus tetap dijaga. PKB hadir untuk menunjukkan bahwa politik bisa tetap luhur, bahwa kekuasaan bisa tetap berpijak pada kemaslahatan.

Jalan tengah memang tidak selalu menjadi jalan yang mudah. Ia tidak selalu populer, dan kadang dianggap “setengah hati” oleh para ekstremis di dua sisi. Namun, jalan inilah yang diwariskan oleh para pendiri bangsa dan ulama-ulama besar kita—jalan yang menjunjung kesantunan, keberimbangan, dan keberanian untuk memilih kebaikan meskipun tidak ramai tepuk tangan.

Maka dari itu, marilah kita teguhkan komitmen sebagai kader PKB, memperkuat barisan perjuangan, dan istiqamah dalam menapaki politik jalan tengah demi Indonesia yang lebih adil, harmonis, dan bermartabat.**

Berita kiriman dari: Anggota Fraksi PKB DPRD Sumut

Baca Juga

Rekomendasi