
Analisadaily.com, Medan – Seluas 511,3 hektare tanaman padi di Sumatera Utara (Sumut) dilaporkan terserang organisme pengganggu tanaman (OPT) pada periode 1–15 Juli 2025. Dari jumlah itu, 233,5 hektare diserang hama dan 277,9 hektare lainnya diserang penyakit.
“Jenis hama yang paling banyak menyerang adalah penggerek batang dengan luas serangan 80,9 hektare, terdiri dari serangan ringan 76,9 hektare dan sedang 4 hektare,” kata Kepala UPTD Perlindungan Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Pengawasan Mutu Keamanan Pangan Sumut, Marino, di Medan, Kamis (6/8).
Serangan hama lainnya meliputi hama putih palsu seluas 58,1 hektare (serangan ringan 57,6 hektare dan sedang 0,5 hektare), serta siput murbei dengan serangan ringan seluas 42,6 hektare.
“Hingga saat ini belum ditemukan serangan berat maupun puso (gagal panen). Semua serangan masih pada kategori ringan dan sedang. Kami langsung lakukan pengendalian agar tidak meluas,” ujar Marino.
Selain itu, beberapa jenis hama lain seperti tikus, kepinding tanah, walang sangit, wereng batang cokelat (WBC), belalang, ulat grayak, dan lalat daun juga ditemukan, namun dengan intensitas serangan yang masih rendah.
“Kami rutin melakukan gerakan massal bersama petani untuk menekan potensi penyebaran. Namun, WBC perlu diwaspadai. Berdasarkan hasil monitoring petugas pengamat hama penyakit (PHP), populasinya meningkat,” jelas Marino.
Dia memperingatkan bahwa dalam beberapa hari ke depan berpotensi terjadi serangan besar, mengingat siklus penetasan WBC sedang berlangsung.
“Petani harus jeli. Tanaman padi memang tampak hijau dari atas, tetapi di bawah bisa saja sudah dihuni WBC. Kami imbau petani rajin memantau kondisi sawahnya,” ujarnya.
Sementara itu, serangan penyakit paling luas berasal dari penyakit kresek dengan total 153,4 hektare (ringan 150,3 hektare dan sedang 3,1 hektare). Tidak ditemukan kategori serangan berat.
Penyakit blast menyerang 123,6 hektare, terdiri dari serangan ringan 121,3 hektare dan sedang 2,3 hektare. Sedangkan hawar pelepah ditemukan pada 0,9 hektare. Penyakit bercak daun tidak terdeteksi selama periode tersebut.
Marino menegaskan pentingnya kewaspadaan petani terhadap potensi gangguan OPT, terutama dalam menghadapi musim yang tidak menentu dan siklus serangan hama yang cepat berubah.
“Pengamatan dan respons cepat di tingkat petani sangat menentukan keberhasilan pengendalian OPT. Kami terus memberikan pendampingan teknis di lapangan,” pungkasnya. (mul)
(NAI)