Xi'an City Wall tampak dari depan (Analisa/nirwansyah sukartara)
Analisadaily.com, Xi'an - Dari kejauhan, gemerlap lampu terlihat mengeliling tembok kuno yang membentang sejauh 13,7 kilometer mengelilingi pusat kota dengan tinggi 12 meter. Ia bukan sekadar tembok, melainkan menjadi jejak fisik dari kekuatan, strategi, dan kebijaksanaan masa lalu.
Dengan perkembangan dunia yang begitu cepat, Xi’an City Wall masih berdiri kokoh, mengingatkan kita bahwa akar sejarah adalah fondasi dari identitas suatu bangsa.
Meski hari sudah malam, cuaca Xi’an, Rabu (30/7/2025) tetap gerah. Meski gerah, malam itu jantung kota Xian tetap terlihat gemerlap. Tidak heran kalau kota ini dijuluki dengan kota dengan lampu yang banyak. Di setiap sudut selalu terlihat lampu-lampu yang berwarna warni. Termasuk di Xi’an City Wall.
City Wall sendiri merupakan tembok kuno ribuan tahun yang masih bertahan sampai saat ini. Pemerintah Tiongkok tetap mempertahankan tembok kuno ini di tengah bangunan-bangunan modern di Kota Xian yang dulu menjadi ibukota dari Tiongkok.
Kekunoan City Wall di tengah bangunan modern saat ini semakin menguatkan identitas Xian sebagai kota bersejarah. Dahulunya Xi’an dikenal dengan nama Chang’an. Kota ini merupakan ibu kota bagi 13 dinasti yang ada di Tiongkok, termasuk Dinasti Tang. Xi’an juga menjadi titik awal Jalur Sutra, yang menghubungkan Timur dan Barat selama ratusan tahun.
Foto jembatan sebelum masuk ke dalam kota lama
Sayangnya, saat malam tembok kuno ini tidak terbuka untuk pengunjung. City Wall dibuka untuk umum pagi hingga sore hari. Biasanya orang-orang Xian menyebut daerah ini dengan Kota Lama. Sementara di luar tembok disebut Kota Baru.
Waktu terbaik untuk berkunjung ke City Wall menjelang sore, saat matahari mulai tenggelam dan lampu kota perlahan menyala. Cahaya oranye keemasan berpadu dengan batu abu-abu tua dan menciptakan suasana yang tak terlupakan.
Saat berkunjung ke City Wall di pagi hari, Chang Hongmey, salah satu tourguide di Xi’an menyebutkan bahwa tembok kota ini dibangun pada awal Dinasti Ming, tepatnya pada masa pemerintahan Kaisar Zhu Yuanzhang sekitar tahun 1370 Masehi. Setelah berhasil merebut kekuasaan dan mendirikan Dinasti Ming, Zhu Yuanzhang memutuskan untuk memperkuat sistem pertahanan di seluruh kota-kota besar, termasuk Xi’an.
Benteng kaisar dengan penanda arah zaman kaisar
Arsitekturnya dikembangkan dengan memperluas struktur pertahanan kota lama yang dibangun pada masa Dinasti Tang, lalu dibangun ulang dengan bahan-bahan yang lebih kuat seperti batu bata dan tanah yang dipadatkan.
Dulunya oleh Kaisar, tembok ini dirancang sebagai benteng militer untuk mempertahankan kota dari serangan luar. Itu kenapa tembok ini sangat tinggi. Di dalam City Wall terdapat 98 menara, tempat pasukan berjaga dan memantau gerakan musuh.
“Awalnya ada 4 gerbang utama yang mengarah ke empat arah mata angin. Pertama gerbang timur, kedua gerbang barat, ketiga Selatan dan keempat utara,” kata Hongmey.
Beberapa wisatawan berfoto di atas tembok Kuno Xian City Wall
Keempat arah itu juga ada dipajang saat kita masuk dari gerbang Selatan City Wall. Keempatnya menjadi tanda seperti kompasnya orang Tiongkok zaman dulu.
Setiap gerbang dilengkapi dengan jembatan gantung, bastion, dan ruang pertahanan berlapis. Di sekeliling tembok terdapat sungai kecil dan jembatan, yang menambah lapisan pertahanan. “Jadi dulu kalau kaisar bunyikan bel. Jembatannya tertutup. Kalau waktu perang sungai ini menjadi pertahanan. Karena dulu orang-orang Tiongkok itu banyak yang tidak bisa berenang,” katanya.
Seiring berjalannya waktu, terutama setelah abad ke-20, tembok ini kehilangan fungsi militernya. Namun, beruntung bagi dunia, pemerintah Tiongkok memilih untuk melestarikan struktur ini, bukannya merobohkannya. Yang uniknya tembok-tembok di City Wall itu tidak ada yang terbuat dari semen. Dindingnya terbuat dari bahan ketan. “Dulu orang-orang Tiongkok disuruh ikut membangun ini. Mereka buat nama mereka di batu nya. Kalau kerja nya ada yang tidak bagus, maka dirajam,” ucapnya.
Sekarang tempat ini menjadi simbol sejarah dan budaya, serta tujuan wisata favorit. Wisatawan bisa berjalan kaki, bersepeda, atau naik buggy di atas tembok sambil menikmati pemandangan kota tua dan kota modern yang berdampingan. Benar-benar indah.
Penulis: Nirwansyah Sukartara
Editor: Bambang Riyanto