Terkuak! di Persidangan Terdakwa Isamil F Sebut Ada Pimpinan Yang Menerima Aliran Dana Pemotongan ADD 18%. (Istimewa)
Analisadaily.com, Padangsidimpuan - Fakta mengejutkan terungkap dalam persidangan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menyeret mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kota Padangsidimpuan, Ismail Fahmi Siregar terkait pemotongan terhadap Alokasi Dana Desa sebesar 18% Per-Desa se Kota Padangsidimpuan TA. Senin (11/8) pengadilan Tipikor Medan
Terdakwa mengungkapkan bahwa ada dugaan aliran dana hasil pemotongan Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar 18% per desa kepada seorang pimpinan di Pemko Padangsidimpuan.
Sidang tersebut, dipimpin oleh Majelis Hakim Mohammad Yusafrihadi Girsang, Muhammad Kasim, dan Yudikasi Waruwu, serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan, yaitu Batara Ebenezer, dan M. Zul Syafran Hasibuan, yang menghadirkan terdakwa untuk memberikan kesaksian di dalam persidangan.
Dalam kesaksiannya, terdakwa mengungkapkan sekitar bulan Mei tahun 2023, dirinya didatangi oleh Mustapa Kamal Siregar di sebuah masjid dekat kediaman Mustapa Kamal. Saat itu, Mustapa menyampaikan bahwa "pimpinan" marah karena mendengar kabar adanya pemotongan ADD.
Berdasarkan persepsi terdakwa, “pimpinan” yang dimaksud adalah Irsan Efendi Nasution yang menjabat selaku Walikota Padangsidimpuan pada saat itu, mengingat kedekatan Mustapa Kamal dengan sang Walikota yang sudah menjadi pengetahuan umum di lingkungan pemerintahan setempat.
"Saya diarahkan oleh Mustapa Kamal Siregar untuk memberikan bagian dari pemotongan ADD kepada pimpinan karena pimpinan sudah marah setelah mengetahui adanya pemotongan ADD dan pada
saat itu hubungan saya dengan Walikota renggang, sementara Mustapa Kamal dikenal sangat dekat dengan beliau," ungkap Ismail Fahmi di hadapan majelis hakim
Selang beberapa hari dari pertemuan tersebut, terdakwa mengaku pernah menyuruh saksi Husin Nasution menyerahkan uang pemotongan ADD kepada saksi Mustapa Kamal Siregar sebanyak Rp. 120.000.000 sisa dari pencairan ADD tahap satu.
Penyerahan uang pemotongan ADD sebesar Rp. 120.000.000 tersebut dilakukan sebelum penyerahan pemotongan pencairan ADD tahap dua di bulan September hingga Oktober tahun 2023 sebanyak tiga tahapan dengan total sebesar Rp. 1.600.000.000 oleh Husin Nasution dan sebesar Rp. 80.000.000 oleh Akhiruddin Nasution kepada Mustapa Kamal Siregar.
Terkait dengan pengembalian keuangan Negara tahap pertama sebesar Rp. 3.500.000.000 pada 23 Juni 2025 yang lalu, terdakwa mengaku uang tersebut diperoleh dari pencairan dana kegiatan Pemilihan Kepala Desa yang sebelumnya ditalangi dari masing – masing Desa serta ditambah dari sisa penalangan pencairan ADD tahap satu.
Terdakwa juga telah mencoba menghubungi Mustapa Kamal Siregar untuk meminta pengembalian pemotongan ADD tersebut, namun Mustapa Kamal Siregar tidak dapat dihubungi.
Kemudian untuk pengembalian keuangan Negara tahap kedua sebesar Rp. 2.462.000.000 pada 7 Juli 2025 yang lalu menggunakan uang pribadi serta usaha – usaha yang dimiliki terdakwa.
Meski Mustapa Kamal Siregar telah dipanggil dan memberikan kesaksian, namun Mustapa Kamal Siregar menolak mengakui adanya penyerahan uang seperti yang dijelaskan terdakwa dan para saksi yaitu Husin Nasution, Akhiruddin Nasution, dan Herman.
Atas dasar itu, Jaksa Penuntut Umum secara tegas kembali meminta kepada Majelis Hakim untuk menerapkan ketentuan Pasal 174 ayat (2) KUHAP, yang memungkinkan Jaksa Penunutut Umum melakukan penuntutan atas dugaan sumpah palsu.
"Terdapat kesesuaian keterangan dari tiga saksi dan terdakwa terkait penyerahan dana kepada Mustapa Kamal Siregar. Namun yang bersangkutan tetap menyangkal. Hal ini memunculkan potensi adanya tindak pidana sumpah palsu di bawah sumpah pengadilan," tegas Jaksa Batara Ebenezer
Kepala Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan, Dr. Lambok M.J. Sidabutar kepada media menyampaikan bahwa fakta-fakta mengejutkan yang terungkap dalam persidangan kali ini tentu akan
semakin menyita perhatian publik. Ia menegaskan pentingnya partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat,
"Khususnya pengawasan dari Komisi Yudisial dan Komisi Kejaksaan, agar jalannya persidangan perkara tindak pidana korupsi ini benar-benar transparan, akuntabel, dan tidak menyisakan ruang abu-abu," Harap Lambok
(IAN/BR)