
Analisadaily.com, Medan - Flourishing Festival didukung Flourishing Buddhist Center (FBC) Medan dan Umat Buddha Nusantara akan menggelar acara agama Buddha bersama Y.M Passang Rinpoche di Regale Internasional Convention Centre, Sabtu (30/8/2025) mendatang.
Acara ini diperkirakan akan dihadiri 3.000 hingga 4.000 umat Buddha dari Medan maupun luar Kota Medan.
Ketua Panitia, Chivas Harlie menjelaskan bahwa kegiatan tahun ini kembali digelar setelah terakhir diselenggarakan pada 2023.
“Acara ini sudah rutin sejak 2016, dan tahun ini Rinpoche kembali hadir untuk memberikan pembabaran Dhamma sekaligus memimpin ritual,” ungkapnya didampingi Wakil Ketua Marysa Limierta dan Sekretaris Evan Subur di Medan, Sabtu (16/8/2025).
Di 2025 ini, lanjutnya, Rinpoche hadir di dua kota di Indonesia yakni Jakarta dan Medan. Suatu kehormatan Medan bisa menjadi tuan rumah bagi acara YM Passang Rinponche dan moment ini merupakan kesempatan emas bagi umat Buddha.
Acara akan terbagi dalam dua agenda utama. Pertama, Dhamma Talk bertema “Lika Liku Luka Keluarga” yang membahas dinamika keluarga dalam perspektif ajaran Buddha.
Dhamma Talk ini dirancang untuk membuka dialog tentang dinamika keluarga dengan segala ketegangan dan retaknya dalam kerangka ajaran Buddha.
Menurut Chivas, tema ini tidak sekadar mengajak refleksi spiritual, tetapi juga merangkul realitas sehari-hari, terutama dalam masyarakat Tionghoa yang cenderung menjaga jarak saat berbicara tentang masalah keluarga.
“Lika-liku luka keluarga itu ingin menormalisasi bahwa masing-masing keluarga itu ada masalah, justru itu yang membuat keluarga semakin kuat,” katanya, menekankan pentingnya mengintegrasikan ajaran Buddha ke dalam kehidupan nyata.
Kedua, lanjutnya, ritual Chau Tu dan Yen Kung. Chau Tu merupakan upacara pelimpahan jasa kepada leluhur dengan membaca mantra bersama, kemudian membakar kertas bertuliskan nama leluhur sebagai bentuk doa dan penghormatan.
Sedangkan, Yen Kung, atau puja asap, dilakukan dengan membakar persembahan berupa makanan dan kertas Buddhis. Asap dari pembakaran tersebut diyakini sebagai sarana berdana makanan bagi makhluk halus yang kelaparan, termasuk roh leluhur.
“Makna dari ritual ini adalah berbagi cinta kasih, terutama kepada leluhur dan makhluk yang tidak terlihat. Selain itu, acara ini juga mengajarkan umat agar lebih memahami ajaran Buddha, tidak sekadar sebagai identitas,” tambah Chivas.
Chivas menegaskan, acara ini terbuka untuk umum tanpa dipungut biaya, termasuk pendaftaran untuk Chau Tu, persembahan Yen Kung, serta fasilitas konsumsi dan parkir.
Kegiatan serupa pernah menarik hingga 10.000 peserta pada tahun-tahun sebelumnya. Namun, tahun ini panitia membatasi kapasitas karena keterbatasan venue.
“Harapannya, acara ini bisa memperkuat pemahaman umat tentang ajaran Buddha sekaligus menumbuhkan semangat generasi muda untuk terus mempraktikkan nilai-nilai Dharma dalam kehidupan sehari-hari,” tutupnya.