Anggota Komnas HAM RI Pramono Ubaid Tanthowi menyampaikan keterangan usai menggelar pertemuan dengan Pemkab Palas dsn perwakilan honorer selasa (26/8/2025). (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Padanglawas - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia turun ke Padanglawas, guna melakukan mediasi dugaan pemecatan sepihak terhadap seratusan tenaga honorer RSUD Sibuhuan Kabupaten Padanglawas (Palas) pada tahun 2024, di Aula Kantor Bupati Palas, Selasa (26/8/2025).
Mediasi tersebut dihadiri langsung Koordinator Subkomisi Penegakan HAM & Komisioner Mediasi Komnas HAM, Pramono Ubaid Tanthowi, yang disambut PJ Sekda Palas H Panguhum Nasution, Sekretaris BKPSDM Kholil Siregar, Inspektur Inspektorat, Harjusli Fahri Siregar, dan Plt Direktur RSUD Sibuhuan dr Sukri Daulay.
Pramono Ubaid usai mediasi kepada Wartawan mengatakan, kedatangan pihaknya ke Padanglawas terkait persoalan pemecatan sepihak yang dilakukan pihak RSUD Sibuhuan.
Dalam mediasi itu Komnas HAM bersama Pemda Palas bersama-sama mencari penyelesaian dengan berbagai alternatif penyelesaian untuk memulihkan hak korban dengan tidak menyalahi atau melanggar hukum.
“Hari ini telah kita sepakati bersama, dalam waktu dekat kita akan berkoordinasi bersama dengan Kemenpan RB, BKN, Ombudsman, Pemda Palas serta perwakilan honorer yang dirumahkan,” ucapnya.
Sebelumnya, tenaga honorer Padanglawas telah melakukan berbagai upaya, mulai dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD hingga audiensi dengan Pj. Bupati, Sekda, dan BKD. Namun, semua upaya itu tidak menghasilkan solusi.
Para honorer kini menaruh harapan pada mediasi yang difasilitasi Komnas HAM agar Pemda Palas membuka kembali akses mereka. “Kami tidak menuntut untuk langsung diangkat menjadi PPPK. Kami hanya menuntut kesempatan yang adil. Lulus atau tidak, itu wewenang Kemenpan RB, bukan Pemda,” ucap ucap seorang tenaga honorer.
Keberadaan para honorer di database BKN menjadi dasar hukum kuat bahwa mereka tetap berhak bersaing dalam seleksi PPPK. Oleh karena itu, Pemda diminta menghormati hak konstitusional tersebut dan tidak lagi berlindung di balik regulasi yang keliru, kata Donna Siregar.
(ATS/DEL)