Terbaik I Duta Bahasa Sumut 2025, Muhammad Ikrom Nasution (Analisadaily/istimewa)
Oleh: Muhammad Ikrom Nasution dan Sonya Lalla Saragih
"Selama bangsa Indonesia masih mempunyai rasa kebangsaan, selama itu bahasa Indonesia akan tetap hidup”. Ungkapan Pramoedya Ananta Toer ini menjadi pengingat bahwa bahasa adalah identitas dan jiwa bangsa.
Di era globalisasi yang penuh tantangan, bahasa Indonesia bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga simbol kedaulatan dan pemersatu.
Namun, kenyataannya, dominasi bahasa asing semakin menggerus ruang bahasa kita. Apakah kita rela bahasa persatuan hanya menjadi pelengkap dalam peradaban modern? Tentu tidak! Bahasa Indonesia berdaulat berarti bahasa yang tegak di negeri sendiri, unggul di berbagai ranah, dan menjadi bahasa ilmu pengetahuan.
Untuk mewujudkan itu, pendidikan memegang peran kunci dalam mencetak generasi literat, generasi yang cerdas, kritis, dan berdaya saing global. Namun, apakah kita sudah cukup memanfaatkan bahasa Indonesia untuk mencapai pendidikan bermutu?
Bahasa Indonesia ibarat sebuah tahta yang harus dijaga martabatnya. Dalam menghadapi derasnya arus globalisasi, mempertahankan “tahta" bahasa berarti memastikan bahasa Indonesia tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri sekaligus mampu bersaing di tingkat global.
Terbaik I Duta Bahasa Sumut 2025 , Sonya Lalla Saragih
Bahasa Indonesia bukan sekadar sarana komunikasi, melainkan instrumen pembentuk pola pikir dan karakter bangsa. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 mengatur tentang bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan Indonesia, yang berfungsi sebagai simbol identitas dan eksistensi bangsa yang menegaskan tentang kewajiban penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara, termasuk sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan.
Pendidikan berkualitas tidak akan terwujud tanpa penguasaan bahasa yang baik. Data dari Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2022, menunjukkan bahwa tingkat literasi membaca siswa di Indonesia berada di peringkat 69 dari 81 negara.
Ini adalah pengingat keras bahwa kita harus segera memperkuat literasi melalui penguasaan bahasa Indonesia. Literasi bukan hanya membaca dan menulis, melainkan juga berpikir kritis, berargumentasi, dan berkomunikasi.
Dengan bahasa Indonesia yang berdaulat, kita dapat melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bangga terhadap identitasnya.
Lalu, bagaimana cara mewujudkan cita-cita besar ini? Sebagai Duta Bahasa Sumatera Utara (Dubas Sumut), ada beberapa strategi yang dirancang untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai mercusuar pendidikan bermutu:
1. Dubas Sumut: Menumbuhkan Generasi Literat melalui Krida Harta
Sebagai garda terdepan pengutamaan bahasa negara, Dubas Sumut tidak hanya sekadar simbol kebanggaan, melainkan juga agen perubahan yang membawa semangat, ide, dan aksi nyata.
Tugas utama Dubas Sumut adalah menggaungkan kecintaan terhadap bahasa Indonesia, meningkatkan kesadaran berbahasa yang baik dan benar, serta menumbuhkan budaya literasi di tengah masyarakat.
Dubas Sumut membuktikan komitmen tersebut melalui krida "Harta (Hakikat Kerajaan Kata)", sebuah inovasi pembelajaran literasi berbasis permainan edukatif yang dirancang untuk menjawab tantangan rendahnya tingkat literasi di Indonesia, khususnya pada anak usia dini.
Harta lahir dari kesadaran bahwa pembelajaran literasi harus dirancang secara kreatif, menyenangkan, dan dekat dengan dunia anak-anak agar mampu menumbuhkan rasa cinta terhadap bahasa sejak dini.
Berdasarkan data Bank Indonesia (2022), sebanyak 51% anak Indonesia masih memiliki kemampuan literasi rendah. Fakta ini menjadi alasan utama lahirnya Harta, hadir untuk menjawab tantangan tersebut.
Program ini dilaksanakan di UPT SPF SD Negeri 101842 Sikeben, Kabupaten Deliserdang, dengan fokus pada anak-anak yang masih mengalami kesulitan membaca usia 7—8 tahun. Metode pembelajaran Harta menggunakan permainan kartu interaktif yang dirancang untuk membantu siswa mengenal, menyusun, dan memahami kata serta frasa sesuai kaidah Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Dalam permainan Harta, siswa diajak untuk belajar membaca, memahami makna kata, serta mengasah kemampuan berpikir kritis melalui interaksi langsung dengan kosakata dan struktur bahasa.
Kegiatan ini memadukan edukasi, kreativitas, dan rekreasi, sehingga proses belajar terasa lebih menyenangkan, bermakna, dan inklusif. Harta juga menanamkan kesadaran bahwa bahasa Indonesia bukan hanya sekadar alat komunikasi, melainkan identitas dan jati diri bangsa yang perlu dijaga.
Dengan demikian, program ini tidak hanya meningkatkan keterampilan literasi, tetapi juga menumbuhkan kebanggaan berbahasa pada anak-anak sejak dini. Hal ini sejalan dengan prinsip Pembelajaran Mendalam, yaitu Berkesadaran, Bermakna, dan Menggembirakan.
Berdasarkan tes awal dan tes akhir terhadap 27 siswa, diperoleh peningkatan signifikan nilai tes akhir secara umum lebih tinggi dibandingkan tes awal, dengan rata-rata peningkatan yang menggambarkan efektivitas media Harta.
Angka ini menunjukkan bahwa Harta efektif meningkatkan kemampuan literasi anak secara terukur. Lebih dari itu, keberhasilan ini menegaskan bahwa Dubas Sumut bukan hanya ikon simbolik, melainkan pelaku inovasi pendidikan yang mampu memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan mutu pembelajaran.
Namun, perjalanan Harta tidak berhenti di sini. Dubas Sumut memiliki visi jangka panjang untuk mengembangkan Harta sebagai model pembelajaran literasi yang dapat direplikasi di sekolah-sekolah lain, baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional.
Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan kolaborasi antara pihak pemerintah, sekolah, guru, komunitas literasi, serta masyarakat. Keberhasilan Harta menjadi bukti bahwa inovasi lokal dapat memberikan dampak nyata pada literasi anak.
Namun, untuk menjangkau generasi muda yang lebih luas, diperlukan strategi pendukung lain termasuk pemanfaatan teknologi digital, gerakan kebahasaan, dan kompetisi bahasa.
2. Pemanfaatan Teknologi Digital
Generasi Z saat ini menghabiskan rata-rata 8—10 jam per hari di dunia digital (We Are Social, 2024). Angka ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh teknologi terhadap pola komunikasi, pembelajaran, dan cara berpikir generasi muda.
Fakta tersebut merupakan peluang besar yang dapat dimanfaatkan oleh para pendidik, pegiat literasi, dan lembaga kebahasaan untuk menanamkan kebiasaan berbahasa yang baik dan benar melalui platform yang paling dekat dengan keseharian mereka, seperti media sosial dan aplikasi edukatif.
Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII, 2024) memperkuat urgensi pemanfaatan media digital dan hasilnya menunjukkan bahwa 78% pengguna internet Indonesia merupakan generasi muda yang sangat aktif di platform digital seperti Instagram, TikTok, dan YouTube.
Salah satu pemanfaatan teknologi digital yang diintegrasikan dengan konsep kebahasaan melalui platform Instagram seperti program Misbah (Kamis Bahsa) dan Lini Bahasa Indonesia (LBI) yang sudah dilakukan oleh Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara (BBPSU) dan Dubas Sumut.
Hal ini menjadi bukti nyata bahwa dunia digital adalah ruang yang paling strategis untuk menjalankan kampanye kebahasaan secara masif, efektif, dan relevan dengan gaya hidup generasi saat ini.
Melalui berbagai inovasi kreatif, pembelajaran bahasa Indonesia dapat dikemas lebih menarik, interaktif, dan menyenangkan. Misalnya, tantangan video TikTok tentang penggunaan kata baku dan tidak baku dapat memancing partisipasi generasi muda untuk lebih mengenal bahasa Indonesia secara santai.
Selain itu, vlog edukasi kebahasaan di YouTube dengan penyajian yang ringan dan kreatif dapat menarik perhatian khalayak luas.
Tidak kalah penting, aplikasi edukasi yang dapat disusupkan konten kebahasaan dengan fitur sistem poin dan klasemen seperti Quizizz, Kahoot, Educandy, dan lain sebagainya juga dapat memberikan pengalaman belajar yang seru sekaligus kompetitif, sehingga generasi muda terdorong untuk terus meningkatkan keterampilan berbahasanya.
Sejalan dengan itu, integrasi antara teknologi dan kebahasaan menjadikan bahasa Indonesia tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga bagian dari gaya hidup digital.
Sebagai Dubas Sumut, kami menyadari pentingnya strategi yang mampu menjangkau ruang digital, tempat generasi muda banyak menghabiskan waktu.
Melalui program kreatif, konten edukatif di media sosial, serta kegiatan literasi di masyarakat, kami terus berupaya menghadirkan bahasa Indonesia dengan cara yang lebih dekat, menarik, dan relevan.
Dengan inovasi yang tepat, bahasa Indonesia dapat tumbuh menjadi bahasa modern yang membanggakan serta memperkuat jati diri bangsa di tengah arus globalisasi.
3. Abdi Bahasa Dubas Sumut
Generasi yang literat dan cinta akan bahasa negara, tidak cukup hanya melalui lingkungan sekolah. Diperlukan sinergi yang penuh antara berbagai pihak yang terkait, seperti orang tua dan lingkungan, termasuk taman baca masyarakat yang menjadi ujung tombak penerang cahaya literasi.
Oleh karena itu, sejak lama Dubas Sumut melalui Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara menjalin kerja sama dengan berbagai taman baca masyarakat untuk tetap memastikan dapat membantu membentuk generasi literat.
Abdi Bahasa merupakan program tahunan yang rutin dilaksanakan oleh Dubas Sumut. Abdi Bahasa merupakan program yang ditujukan untuk anak-anak yang berada di sekitar taman baca masyarakat dengan fokus meningkatkan kemampuan literasi baca tulis, membaca, dan numerasi.
Abdi Bahasa ini dilaksanakan sebagai bentuk kecintaan dan kepedulian Dubas Sumut terhadap bahasa Indonesia yang kian hari kian tergerus oleh bahasa asing. Melalui pelaksanaannya, Dubas Sumut mampu memberikan nuansa belajar baru yang diintegrasikan dengan metode bermain dan membaca.
Dubas Sumut juga andil dalam kegiatan pelatihan mengulas buku, membaca kritis, dan berpikir kritis. Program ini diselenggarakan oleh BBPSU dan menghadirkan semangat baru dalam gerakan literasi.
Dalam pelatihan tersebut, Dubas Sumut hadir mendampingi, memotivasi, dan menginspirasi generasi muda agar mampu mengulas buku, mmebaca kritis, dan berpikir kritis, serta lebih mendalami makna dan menimbang kebenaran informasi.
Sebagai garda terdepan pengutamaan bahasa, Dubas Sumut berkomitmen menjadi jembatan literasi bagi masyarakat. Harapannya, generasi muda mampu membedakan fakta dan opini, berpikir kritis, serta membangun peradaban melalui kekuatan bahasa.
4. Gerakan Kebahasaan
Kesadaran berbahasa tidak dapat dibangun hanya melalui proses pembelajaran di ruang kelas. Dibutuhkan gerakan kebahasaan masif yang melibatkan berbagai pihak seperti lembaga pemerintah, akademisi, pelajar, dan masyarakat umum.
Salah satu contoh efektifnya adalah kampanye “Sehari Tanpa Kata Asing” atau lomba membuat takarir (caption) Instagram dengan menggunakan kata-kata baku. Kegiatan semacam ini bukan hanya menghibur, tetapi juga menjadi media edukasi yang efektif dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Menurut data Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), pada tahun 2023 menunjukkan penggunaan kata-kata asing seperti update, download, dan content masih jauh lebih populer dibandingkan padanannya dalam bahasa Indonesia, seperti pembaruan, unduh, dan konten.
Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran preferensi linguistik akibat derasnya arus globalisasi dan konsumsi media digital. Jika tren ini terus dibiarkan, maka lambat laun dapat memengaruhi identitas dan kedaulatan bahasa Indonesia.
Melalui gerakan kampanye kebahasaan yang kreatif dan interaktif, masyarakat dapat didorong untuk lebih mengutamakan bahasa Indonesia tanpa harus menolak keberadaan bahasa asing.
Tujuannya bukan untuk membatasi, melainkan menumbuhkan rasa bangga terhadap bahasa sendiri sekaligus meningkatkan literasi kebahasaan.
Semangat ini diwujudkan secara konkret oleh Dubas Sumut 2025 melalui berbagai kegiatan. Misalnya, Semarak Budaya: “Berpantun Biar Gaul” yang menghidupkan kembali tradisi berpantun dengan sentuhan modern, Lokakarya Teater Berbasis Cerita Rakyat yang memperkenalkan nilai budaya melalui seni pertunjukan, serta Semarak Budaya: Dongeng, Warisan Budaya Hidupkan Literasi yang menumbuhkan kecintaan literasi lewat kisah-kisah nusantara.
Selain itu, Dubas Sumut juga aktif menyapa masyarakat melalui siaran radio dan televisi, menghadirkan kegiatan bermain dan belajar di Rumah Edukasi Anak Pesisir, serta melakukan uji coba krida seputar tunaaksara.
Rangkaian kegiatan tersebut membuktikan bahwa kampanye kebahasaan merupakan gerakan nyata yang mampu mendekatkan bahasa Indonesia dengan masyarakat secara luas.
Melalui pendekatan yang kreatif, interaktif, dan berbasis data kebahasaan yang kuat, upaya pelestarian dan pengembangan bahasa Indonesia dapat berjalan lebih efektif.
Dengan dukungan aksi konkret dan partisipasi aktif generasi muda, bahasa Indonesia memiliki peluang besar untuk terus tumbuh sebagai bahasa yang berdaya, membumi di tengah masyarakat, dan tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Referensi :
1. APJII. (2024). Laporan Survei Internet Indonesia 2024. Jakarta Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.
2. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2023). Laporan Penggunaan Bahasa di Ruang Digital. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
3. Kemendikbudristek. (2021). Asesmen Nasional: Capaian Literasi Peserta Didik. Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
4. Kemendikbudristek. (2022). Pengaruh Lomba Literasi terhadap Peningkatan Keterampilan Bahasa Peserta Didik. Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
5. OECD. (2022). PISA 2022 Results: Reading Performance. Organisation for Economic Co-operation and Development.
6. Toer, P. A. (1980). Rumah Kaca. Jakarta: Lentera Dipantara.
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
8. We Are Social & Hootsuite. (2024). Digital 2024: Indonesia. Global Digital Report.
9. World Bank. (2022). Learning Poverty in Indonesia: Analysis and Recommendations. Washington, DC: World Bank Group.
Berita kiriman dari: Oleh: Muhammad Ikrom Nasution dan Sonya Lalla Saragih