
Analisadaily.com, Medan – Sejak Juli 2025, Perum Bulog telah menyalurkan beras Standar Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) sebanyak 1,3 juta ton di seluruh Indonesia. Khusus di Sumatera Utara (Sumut), jumlahnya mencapai 5.600 ton yang digelontorkan melalui program Gerakan Pangan Murah (GPM) untuk menstabilkan harga beras di pasaran.
Dengan harga beras di pasaran yang melambung hingga Rp17.000 per kilogram, beras SPHP laris diburu warga. Di pasar ritel dan titik-titik GPM di kecamatan, beras ini dijual Rp58.000 per kantong ukuran 5 kilogram, atau setara Rp11.600 per kilogram.
Meski lebih murah dibanding beras komersial lainnya, tidak semua masyarakat berpenghasilan rendah tertarik mengonsumsinya. Sebagian mengeluhkan kualitas beras SPHP yang dianggap kurang pulen, bahkan disebut “gersang” dan terasa kurang enak.
Lamria Br Sitohang, seorang warga, mengaku jarang membeli beras SPHP. “Bukan sombong ya, tapi kami kurang berminat. Soalnya berasnya gersang, dimakan pun kurang enak. Kalau terpaksa, biasanya dicampur dengan beras yang bagus,” ujarnya.
Warga lainnya J Br Sianturi mengatakan beras SPHP Bulog itu kurang pulen karena berasnya dicampur dengan varietas yang berbeda. Memang, katanya, Bulog membeli padi dari petani di Sumut, tetapi varietas padi tersebut berbeda, sehingga berasnya kurang pulen.
Menanggapi keluhan ini, Pemimpin Wilayah Perum Bulog Sumut, Budi Cahyanto, menjelaskan bahwa beras SPHP memang berasal dari padi hasil panen petani, lalu digiling di kilang milik Bulog. Sejak Januari 2025, pihaknya sudah menyerap sekitar 40.000 ton gabah dari petani Sumut.
Budi mengakui bahwa beras SPHP terasa kurang pulen karena memiliki kadar air (KA) 14 persen. Angka ini lebih rendah dibanding beras pulen yang umumnya memiliki kadar air 15–20 persen. “Kalau kadar air sampai 20 persen, beras hanya tahan disimpan sekitar sebulan. Setelah itu bisa rusak,” jelasnya.
Ia menambahkan, beras Bulog memang disiapkan sebagai cadangan pangan nasional. Karena itu, harus disimpan dalam kondisi kering agar tahan lama.
“Kalau terjadi bencana, gagal panen, atau serangan hama, Bulog sudah punya stok. Jadi memang harus standar. Saya sarankan beras SPHP itu dicampur dengan beras pulen supaya lebih enak dimakan,” kata Budi.
Menurutnya, penyimpanan beras di bawah standar justru berisiko menimbulkan kerusakan. “Kalau beras disimpan dengan kadar air tinggi, nanti cepat rusak, berdebu, dan akhirnya Bulog juga yang disalahkan,” pungkasnya. (mul)
(NAI)