Dinas LHK Sumut Tangani 28 Kasus Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan

Dinas LHK Sumut Tangani 28 Kasus Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan
Dinas LHK Sumut Tangani 28 Kasus Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan (analisadaily/istimewa)

Analisadaily.com, Medan – Sepanjang 2024 hingga 2025, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menangani 28 kasus penegakan hukum di bidang lingkungan hidup dan kehutanan. Dari jumlah tersebut, 13 kasus terkait lingkungan hidup dan 15 kasus lainnya di bidang kehutanan.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas LHK Sumut, Heri Wahyudi Marpaung, melalui Kepala Bidang Perlindungan, Penegakan Hukum, dan Peningkatan Kapasitas LHK Sumut, Zainuddin Harahap, saat menjawab Analisadaily.com, Rabu (8/10/2025).

Zainuddin menjelaskan, sesuai Pasal 508 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021, terdapat lima jenis penegakan hukum, yaitu teguran, denda administrasi, paksaan pemerintah, penghentian sementara kegiatan usaha, dan pencabutan izin usaha.

“Penegakan hukum di bidang lingkungan hidup sepanjang 2024–2025 sebanyak 13 kasus. Dari jumlah itu, empat perusahaan dijatuhi sanksi administrasi hingga paksaan pemerintah,” kata Zainuddin.

Sementara sembilan kasus lainnya dilimpahkan karena persetujuan lingkungannya diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta pemerintah kabupaten/kota, sebagaimana diatur dalam Pasal 493 juncto Pasal 508 PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Untuk bidang kehutanan, Dinas LHK Sumut menangani 15 kasus. Rinciannya, tujuh kasus dijatuhi sanksi denda administrasi, lima perkara perdata (empat di antaranya ditolak pengadilan dan satu masih dalam proses pembuktian), dua perkara tata usaha negara (satu ditolak dan satu dicabut), serta satu perkara pidana yang saat ini masih dalam tahap pemeriksaan saksi.

Zainuddin menjelaskan, rata-rata kasus di tahun 2025 didominasi pelanggaran administrasi dan gugatan hukum oleh badan hukum atau kelompok tani hutan yang telah memperoleh izin usaha.

“Pelanggaran administrasi biasanya dilakukan oleh badan hukum atau kelompok tani hutan yang sudah memiliki perizinan berusaha,” jelasnya.

Kasus di bidang lingkungan hidup dan kehutanan disesuaikan dengan kewenangan instansi, baik di tingkat kementerian maupun pemerintah provinsi. Untuk pelanggaran di tingkat provinsi, terdapat empat badan usaha yang izin usahanya dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, sementara sisanya dilimpahkan ke instansi berwenang.

Pelanggaran yang dilakukan badan usaha antara lain terkait ketaatan pengelolaan lingkungan hidup di area usaha, terutama dalam pengelolaan limbah cair dan pelaksanaan dokumen lingkungan yang tidak sesuai ketentuan.

“Pelanggaran itu kami tindak sesuai asas ultimum remedium dan Pasal 508 PP Nomor 22 Tahun 2021,” ujar Zainuddin.

Untuk bidang kehutanan, pelanggaran yang ditemukan antara lain penggunaan kawasan hutan tanpa izin, termasuk memasukkan alat berat ke dalam kawasan hutan.

Badan usaha yang dijatuhi sanksi umumnya bergerak di bidang depo pencucian dan produksi makanan, yang berlokasi di Kota Medan dan Kabupaten Deliserdang.

Zainuddin menambahkan, seluruh sanksi diberikan berdasarkan hasil pengawasan internal Dinas LHK serta laporan masyarakat. Hingga kini, pihaknya belum menemui kendala berarti dalam proses penegakan hukum.

Namun, ia menegaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK), sanksi administrasi tetap diutamakan sebelum sanksi pidana dijatuhkan.

“Sesuai UU Cipta Kerja, penegakan hukum mengedepankan asas ultimum remedium, di mana sanksi administrasi diterapkan terlebih dahulu sebelum sanksi pidana. Hanya di bidang kehutanan terdapat beberapa kasus yang dapat langsung dikenakan tindakan pidana kehutanan,” pungkasnya.(mul)

(NAI)

Baca Juga

Rekomendasi