DI kota Solo. Sabtu 4 Oktober 2025. Dalam acara khusus di gedung Museum Pers. Dilakukan pengukuhan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat. Itu pertanda berakhir “dua kubu” kepengurusan PWI yang sekitar satu tahun ini menjadi masalah.
September 2023 Kongres PWI di Bandung, sukses. Lalu timbul masalah terkait dana dari BUMN untuk kegiatan PWI, jumlah Rp.6 miliar. Kasus ini menjadi penyebab diadakan Kongres Luar Biasa (KLB) PWI di Jakarta, September 2024. Dualisme kepengurusan belum tuntas, malah makin rumit.
Upaya berbagai pihak, termasuk mediasi Kementerian Komunikasi dan Digital serta Dewan Pers, akhirnya disepakati Kongres Persatuan di Cikarang, 30 Agustus 2025. Terpilih Akhmad Munir (Ketua Umum) dan Zulmansyah Sekedang (Sekjen PWI), Atal S.Depari sebagai Ketua Dewan Kehormatan (DK Pusat) dan Nurcholis MA Basyari (Sekretaris DK).
Kepengurusan PWI Pusat periode 2025-2030 tergolong “gemuk”. Saya hitung, 115 orang. Kiranya jumlah itu derap PWI Pusat makin kencang. Pengurus harus solid agar program kerja direalisir maksimal.
KINI. PWI Pusat harus kerja keras. Setidaknya tiga program utama. Pertama, konsolidasi organisasi. Fokusnya, sampai ke pengurus tingkat provinsi. Mengapa ? Di beberapa provinsi juga dualisme kepengurusan, imbas dari kebijakan pusat saat masih “dua kubu”.
Butuh ketentuan agar solusi terbaik segera diberlakukan, sehingga pengurus di daerah yang menaungi “anggota PWI” kembali solid.
Kedua, HPN. Ya, Hari Pers Nasional 9 Februari 2026, tersisa waktu tiga bulan persiapan. Supaya HPN di Banten kembali bergaung. Sekaligus menunjukkan PWI organisasi wartawan tertua dan terbesar di Indonesia ini, memang solid.
Ketiga, kegiatan agar mulai bergerak setelah terhenti lama. Beberapa program tingkat nasional bertautan dengan kegiatan di daerah. Koordinasi terbaik diperlukan.
KINI. Roda organisasi PWI mulai berputar normal. Dalam diri pengurus dan anggota PWI dari Sabang sampai Merauke sebaiknya menutup lembaran “dua kubu” itu. Tidak usah dikotak-katik lagi.
Mari buka lembaran baru, dengan langkah :
Satu : Persatuan. Ketua Umum Akhmad Munir, Menteri Komdigi Meutia Hafid serta Ketua Dewan Pers Prof Komaruddin Hidayat senada menyatakan “jaga persatuan”. Ini kunci melanjutkan kerja-kerja organisasi PWI ke depan.
Wujud “persatuan” kiranya tak cuma ucapan. Tetapi sikap dan tindakan unsur pengurus di tingkat Pusat dan daerah harus terlihat “benar-benar”. Bukan pura-pura atau cuma lahiriah. Ini salah satu tugas konsolidasi.
Dua : Integritas. Diminta semua jajaran pengurus taat pada Peraturan Dasar (PD), Peraturan Rumah Tangga (PRT) dan Kode Perilaku Wartawan (KPW) PWI. Kalau tak baca dan tidak paham PD/PRT/KPW itu, tentu hal menyedihkan.
Tiga : Profesionalisme. Bekerja profesional dan terus menambah pengetahuan serta meningkatkan keterampilan jurnalistik. Ini juga kunci. Karya jurnalistik bermutu lahir dari wartawan profesional yang menjabarkan prinsip-prinsip jurnalisme dengan tepat dan benar. Termasuk tetap mengacu pada etika profesi pers.
PENUTUP : Saya ingin menggarisbawahi dua hal yakni : Pertama, bentuk Kongres Persatuan itu tiada dalam PD/PRT PWI. Ini bentuk solusi menyelamatkan organisasi dari keterpurukan.
Hati-hati. Jika suatu saat kelak terjadi kasus lagi. Kongres “solusi” semacam itu bukan mustahil diulang. Dalam hukum (= semacam yurisprudensi). Ini bukan “payung hukum”.
Kedua, mereka dulu yang merasa benar saat pecat-memecat, harus sadar itu cacat hukum. Mekanisme organisai tetap harus dipatuhi. Bukan seenaknya !
Sekali lagi : PWI .. ayo tetap solid!
