Dari Trotoar ke Tablet Pintar, Kisah May Menyentuh Dunia Digital

Dari Trotoar ke Tablet Pintar, Kisah May Menyentuh Dunia Digital
RUANG DIGITAL SEKOLAH RAKYAT: Lastiar Pasaribu mengajarkan cara mengoperasikan laptop dan tablet pada pengenalan materikulasi digital pada anak-anak di Sekolah Rakyat Terintegrasi 30 Medan, Selasa 14 Oktober 2025. (Analisadaily/Qodrat Al Qadri)

Analisadaily.com, Medan - Di tengah riuhnya Kota yang berjuluk Kota Berbilang Kaum, di antara deru becak bermotor, teriakan pedagang sayur, bentakan supir-supir angkutan kota karena jalannya disalip pengendara lain, dan diantara genjrengan gitar kecil pengamen jalanan. Pernah ada seorang gadis kecil yang tumbuh tanpa arah, berpindah dari satu sudut jalan ke sudut lainnya. Sebut saja, namanya May. Usianya saat ini baru menginjak delapan tahun.

Rambutnya ikal dan kusut, sebagian berubah pirang bukan karena mode, melainkan karena terlalu sering dijilat matahari. Kulitnya legam, matanya tajam namun lelah, seperti menampung terlalu banyak kisah untuk usianya yang masih semuda itu.

Di usia nya yang masih terprogram untuk sekolah, bermain dan bersenang-senang, ia malah kerap mengamen bersama ibu nya di perempatan trafficlight Simpang Sei Kambing Medan. Deru mesin kendaraan bermotor yang saling kebut, dan asap hitam angkutan kota yang tidak di uji emisi berkala merupakan santapannya saban hari. Jalanan adalah rumahnya. Trotoar menjadi tempat ia menidurkan mimpi, dan lampu merah menjadi saksi bisu dari setiap langkah kecil yang ia tempuh demi bertahan hidup. Terparah, Ayah May sudah lama pergi, entah ke mana rimba nya Sejak dua tahun terakhir.

May sering terlihat di perempatan jalan, menatap layar ponsel orang-orang dari kejauhan. Ada rasa ingin tahu sekaligus takjub di sorot matanya, seolah layar-layar itu adalah jendela menuju dunia lain, dunia yang terang, hangat, dan penuh hiburan baru.

Begitu sepenggal kisah May, saat diceritakan kembali proses pertemuan May dengan Dinas Sosial Medan oleh Putra, Kepala Sekolah Rakyat Terintegrasi 30 Medan kepada analisadaily.com, Selasa 14 Oktober 2025.

"Kita kemarin menemukan dia tidak jauh dari sekolah ini, sekitar lima menit perjalanan saja, sekarang di tempat ini kita sudah menampung hingga 90 anak, dari berbagai kalangan, ada yang ditelantarkan orang tua nya, dijual oleh ayah tiri nya, mantan begal, dan tentunya anak-anak jalanan seperti May. Semua anak-anak ini kita skrining DNA Talent nya (minat bakat), kita rawat, dan kita perbaiki mentalnya, berikan makan teratur, dan yang terpenting kita berikan fasilitas pendidikan melalui Sekolah Rakyat Terintergrasi, sesuai program yang kembali digagas Bapak Presiden Prabowo," kata Putra.

Mengenal Digitalisasi

RUANG DIGITAL SEKOLAH RAKYAT: Lastiar Pasaribu mengajarkan cara mengoperasikan laptop dan tablet pada pengenalan materikulasi digital pada anak-anak di Sekolah Rakyat Terintegrasi 30 Medan, Selasa 14 Oktober 2025. (Analisadaily/Qodrat Al Qadri)
Pagi itu, Selasa 14 Oktober 2025, usai menyantap makanan ringan yang disediakan sekolah, May bersama beberapa teman baru nya sebut saja Frans, Elsa, Ilham, dan Tari kebetulan akan mengikuti pengenalan kelas digitalisasi, mereka akan dikenalkan dengan komputer laptop, dan tablet. Semua mengenakan baju benas berwarna, hanya satu anak yang menggunakan seragam SD. Materikulasi dasar nya adalah pengenalan tombol-tombol penting dan menggerakkan kursor. Beberapa dari mereka bahkan ada yang masih sangat asing dengan benda flip berukuran besar tersebut, mereka terlihat sangat hati-hati menyentuh benda yang biasa hanya bisa mereka lihat di jalanan.

Di depan kelas, berdiri Lastiar Pasaribu, guru gen Z berwajah teduh yang menyambutnya dengan senyum.

“Selamat datang, anak-anak. Hari ini kita akan belajar cara mengoperasikan tablet dan laptop sambul mengenal huruf melalui dunia digital.”

May menatap papan elektronik mini di depan nya. Bukan papan tulis hitam seperti yang ia bayangkan, melainkan layar besar berwarna putih cerah dengan tampilan interaktif. Ketika Bu Lastiar menulis di sana dengan pena digital, huruf-huruf muncul seolah menari di permukaan layar.

Anak-anak lain tampak takjub. May dan teman-temannya menatap layar digital yang dibagikan kepada setiap murid. Sesekali tangan mereka gemetar, bukan karena takut, tapi karena tak percaya benda itu kini berada di genggaman mereka.

“Tekan ikon ini, ya, Nak,” kata Bu Lastiar membimbing. Maisarah menekan perlahan. Layar tablet menyala, menampilkan gambar matahari dengan tulisan Selamat Datang di Kelas Digital!

"Kebetulan, ini merupakan hari pertama materi digital ini diperkenalkan kepada mereka, sebelumnya kan masih masa pengenalan sekolah. Fasilitas digital seperti laptop dan tablet juga masih kita pinjam dari dinas lain, sembari menunggu pengadaan dari Kementerian di pusat, karena memang ada modulasi yang terpusat untuk fokus pada digitalisasi yang tentunya ramah buat anak-anak generasi penerus kita ini, kita juga ajarkan bagaimana caranya memilih konten yang ramah pada mereka, tentunya komputer-komputer ini juga sudah diprogram untuk tidak bisa mengakses hal-hal yang tidak ramah anak," kata Lastiar Pasaribu.

Lebih lanjut, Lastiar Pasaribu yang juga mengampu mata pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga mengatakan kedepan, anak-anak yang mereka bimbing ini diharapkan mampu memikili soft skill sesuai minat bakat mereka, terutama di bidang digitalisasi dan AI (kecerdasan buatan).

Tunas Baru Digital

RUANG DIGITAL SEKOLAH RAKYAT: Lastiar Pasaribu mengajarkan cara mengoperasikan laptop dan tablet pada pengenalan materikulasi digital pada anak-anak di Sekolah Rakyat Terintegrasi 30 Medan, Selasa 14 Oktober 2025. (Analisadaily/Qodrat Al Qadri)
Lebih lanjut, Kepala Sekolah Rakyat Terintegrasi 30 Medan, Putra mengatakan pendekatan digital bukan sekadar mengajarkan teknologi, tapi juga mengubah cara anak-anak ini memandang masa depan.

“Dulu mereka hidup tanpa arah, tanpa akses informasi. Sekarang, dengan tablet di tangan, mereka bisa belajar, menggambar, dan berkomunikasi dengan dunia luar. Ini lebih dari sekadar sekolah, ini jembatan menuju harapan,” ujarnya.

Program Sekolah Rakyat yang ditargetkan Kemensos 165 Sekolah Rakyat beroperasi dengan kapasitas 15.895 siswa, didukung 2.407 guru dan 4.442 tenaga pendidik ini bertujuan memutus rantai putus sekolah, dan memutus rantai kemiskinan oleh Presiden Prabowo ini juga menjadi bukti nyata bahwa digitalisasi bukan hanya milik kota besar atau keluarga mampu, melainkan hak setiap anak bangsa. Termasuk anak jalanan seperti May.

Kini, May dan teman-temannya di proyeksikan untuk dikenal sebagai salah satu tunas muda baru digital Kota Medan. Anak kecil yang dulu tak punya apa-apa, kini menjadi bagian dari generasi digital yang sedang dibentuk untuk masa depan Indonesia.

(QQ/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi