
Analisadaily.com, Medan – Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Bobby Nasution baru-baru ini mendapat teguran dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) karena pada September 2025, Sumatera Utara tercatat sebagai provinsi dengan inflasi tertinggi di Indonesia, mencapai 5,32 persen (year-on-year/yoy). Salah satu penyebab utama tingginya inflasi tersebut adalah melambungnya harga cabai merah, yang kini mencapai Rp100.000 per kilogram dan bertahan tinggi dalam waktu cukup lama.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Tanaman Pangan Hortikultura (Ketapang TPH) Sumut H. Rajali melalui Kepala Bidang Hortikultura Lambok Turnip, SP, M.Agr, mengakui harga cabai merah melonjak karena produksi dari sentra hortikultura di Sumut menurun drastis.
“Produksi cabai merah, terutama dari Kabupaten Karo, turun signifikan dibanding tahun lalu akibat kemarau panjang yang melanda sepanjang 2025,” ujar Lambok, Kamis (16/10/2025).
Produksi Turun di Sentra Cabai
Data Dinas Ketapang TPH Sumut menunjukkan, produksi cabai merah di Kabupaten Karo tahun 2024 mencapai 71.663,95 ton dengan luas panen 6.041,50 hektare. Namun hingga 15 Oktober 2025, produksinya hanya 38.293,45 ton.
Penurunan juga terjadi di kabupaten sentra produksi lain: Simalungun dari 47.537,20 ton (2024) menjadi 35.970,20 ton (2025), Dairi dari 11.075,80 ton menjadi 5.803,35 ton, Tapanuli Utara dari 8.500,24 ton menjadi 3.662,01 ton, Batubara dari 16.661,78 ton menjadi hanya 2.837,85 ton
Berdasarkan prakiraan produksi dan kebutuhan pangan strategis Januari – Oktober 2025 yakni cabai merah pada bulan Juli 20.725 ton dengan kebutuhan 10.247 ton, bulan Agustus produksi 18.897 ton dengan kebutuhan 10.247 ton, bulan September produksi 22.787 ton dengan kebutuhan 9.917 ton dan produksi Oktober 17.152 ton dengan kebutuhan 10.247 ton.
“Secara keseluruhan masih surplus, tapi sebagian produksi cabai merah Sumut dikirim ke provinsi lain seperti Riau, Batam, dan Aceh. Akibatnya, pasokan di pasar lokal menurun dan harga menjadi tinggi,” jelas Lambok.
Menurut Lambok, kemarau panjang di dataran tinggi menjadi faktor utama menurunnya produksi cabai merah di Sumut. Selain itu, panen di beberapa daerah juga sudah selesai.
“Di Batubara, panen sudah berakhir dan saat ini petani sedang menyemai bibit untuk ditanam kembali pada November. Karena belum masuk musim panen berikutnya, pasokan berkurang sehingga harga naik,” katanya.
Kenaikan harga cabai merah terasa langsung di pasar tradisional. Salah seorang ibu rumah tangga di Medan, L. Br Sitohang, mengaku harga cabai merah sudah lama bertahan di Rp100.000 per kilogram.
“Biasanya saya beli Rp10.000 per ons. Sekarang mahal sekali, jadi terpaksa beralih ke cabai caplak atau cabai rawit kecil yang rasanya lebih pedas,” ujarnya.
Lonjakan harga cabai merah ini diharapkan dapat segera mereda seiring masuknya musim hujan dan dimulainya kembali masa tanam di sejumlah sentra produksi di Sumatera Utara. (mul)
(NAI)