Pojok Pers Oleh : War Djamil

Dilema Kolaborasi

Dilema Kolaborasi
Dilema Kolaborasi (analisadaily/istimewa)

“Kolaborasi pemerintah dengan organisasi wartawan sebagai bagian menjaga ekosistem informasi yang sehat. Bukan hanya menyampaikan informasi. Pers juga sebagai mitra pengawasan publik agar kebijakan pemerintah tetap berpihak pada masyarakat”.

ITU ucapan Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid saat acara pengukuhan pengurus PWI Pusat di Solo, awal Oktober 2025. Kalimat itu saya garisbawahi. Ada beberapa sisi mesti ditelaah. Apa itu ?
Pertama, kolaborasi. Tampaknya pemerintah melalui Kemenkomdigi ingin “hadir” dalam kehidupan. Utamanya, dalam kondisi prihatin media di dunia, termasuk di Indonesia, agar fungsi dan peran pers nasional sesuai eksistensi jurnalisme.
Ada kepentingan pemerintah agar pers kuat. Setidaknya pemberitaan dan pesan-pesan pemerintah tersalur tepat dan meluas ke rakyat, istimewa sisi pembangunan nasional dan menjaga demokrasi.
Meski punya RRI, TVRI dan kantor berita “Antara”, jangkauan ke rakyat agar terbatas. Dari Sabang sampai Merauke begitu luas, butuh media swasta. Pemerintah perlu tahu aspirasi dan kebutuhan “akar rumput” (grassroot). Tidak kecuali, kritik atas kebijakan dan pelayanan publik.
Kedua, pengawasan publik. Media massa melakukan fungsi kontrol sosial. Aneka bidang, terutama pelayanan publik, penegakan keadilan atas hak-hak rakyat serta pembangunan nasional.
Pers memonitor dan mengungkap hasil pembangunan. Juga jika terjadi penyimpangan, korupsi dan ketidakadilan. Pemerintah tahu itu melalui info media.
Dari butir (1) dan (2) di atas, terjadi ekosistem informasi yang sehat. Media menjadi “jembatan” pemerintah dengan rakyat.
Ketiga, saat kolaborasi terwujud, mungkinkah ada masalah ? Ini masih menjadi perdebatan (debatable). Mengapa?
Seberapa jauh kolaborasi itu mampu menjaga independensi pers ? Ini prinsip utama pers di dunia. Mampukah pers tetap melahirkan kritik konstruktif ? Dan, siapkah pemerintah menerima kritik tajam itu ?
Maaf. Hindari kesan seolah-olah pemerintah berjasa atas bantuan kepada pers sehingga melakukan intervensi terkait pemberitaan. Jika pemerintah “hadir” misalnya dengan kebijakan pengurangan pajak atas impor kertas koran atau atas pajak iklan. Itu sebenarnya bagian dari kebijakan negara agar sesuatu normal dan maksimal bagi kesejahteraan rakyat.
Saat sama. Pihak pers juga tak boleh “segan” menyampaikan kritik konstruktif. Jangan ada rasa seolah-olah pers “berhutang budi” atas bantuan itu. Sehingga aspirasi rakyat dan kritik tajam, tak lagi muncul.
Sekali lagi diminta pemerintah hati-hati dan tegas. Juga pihak pers punya sikap. Kedua pihak tidak saling intervensi dalam bentuk apapun. Mungkinkah ?
Di sini mungkin titik dilema kolaborasi itu. Namun jika kolaborasi tetap diwujudkan, kiranya sisi-sisi dilematis ini mampu dihayati kedua pihak.
Kalau ada dana pemerintah membantu pers nasional untuk pendidikan pers. Itu wajar, sebagai bagian dari pendidikan nasional. Guna melahirkan wartawan profesional.
Jika kolaborasi memang diterapkan. Saya kutip prinsip jurnalisme sejak dulu (= klasik) yang sampai kini tetap dianut pers dunia yakni pers harus independen. Ini penting. Prinsip ini bagian dari kekuatan pers di manapun.
Kebijakan pemerintah terkait kolaborasi ini kiranya sejalan dengan ucapan Menkomdigi : “… sinergi Kemenkomdigi dengan media, untuk menjaga kualitas jurnalistik nasional. Pembinaan wartawan, terutama media arus utama (mainstream) perlu agar pemberitaan tetap akurat, berimbang dan tak menyesatkan. Media arus utama menjadi garda terdepan, memastikan publik memperoleh informasi yang benar”.

Berita kiriman dari: Pemred Harian Analisa

Baca Juga

PWI. Ayo .. Solid !
13 Okt 2025 16:59 WIB

PWI. Ayo .. Solid !

Pers di Istana
07 Okt 2025 11:54 WIB

Pers di Istana

Jurnalisme Berkualitas
30 Sep 2025 21:10 WIB

Jurnalisme Berkualitas

(Tidak) Revisi UUP ?
22 Sep 2025 18:03 WIB

(Tidak) Revisi UUP ?

Berita Unjuk Rasa
09 Sep 2025 18:20 WIB

Berita Unjuk Rasa

Berita Berimbang
07 Sep 2025 19:41 WIB

Berita Berimbang

Merdeka-kah Berekspresi?
18 Agt 2025 20:01 WIB

Merdeka-kah Berekspresi?

Rekomendasi