Ayah dan Dunia Pendidikan

Dedikasi Arief Mahdian untuk Generasi Emas

Dedikasi Arief Mahdian untuk Generasi Emas
Arief Mahdian, S.Pd., guru UPTD SMP Negeri 3 Air Putih saat memberikan pelatihan pada guru. (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Batu Bara - Di balik setiap guru hebat, sering kali ada sosok ayah yang menanamkan nilai perjuangan, keteguhan, dan kasih tanpa pamrih. Nilai-nilai itu pula yang terus hidup dalam diri Arief Mahdian, S.Pd., guru UPTD SMP Negeri 3 Air Putih, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, sekaligus Fasilitator Daerah (Fasda) Tanoto Foundation.

Bagi Arief, Hari Ayah bukan sekadar momentum simbolik, melainkan refleksi mendalam tentang peran seorang ayah—baik dalam keluarga maupun dunia pendidikan. “Seorang ayah itu bukan hanya memberi contoh, tapi juga mendampingi,” ujarnya lembut.
“Sama seperti guru yang menemani siswanya menemukan makna belajar,” tambahnya.

Perjalanan Arief menjadi guru berawal dari semangat yang diwariskan oleh ayahnya. Ia mengenang bagaimana sang ayah menjadi pendorong utama di balik keputusannya untuk kuliah, meski kala itu biaya menjadi kendala besar.

“Saya bilang waktu itu, kuliah kan tidak murah. Tapi ayah saya tetap mendukung,” kenangnya. Dengan tekad yang bulat, Arief membiayai setengah dari kuliahnya di Universitas Muslim Nusantara dengan bekerja di pabrik sambil menempuh pendidikan di jurusan Pendidikan Ekonomi.

Sang ayah bukan hanya membantu secara materi, tetapi juga menanamkan nilai tanggung jawab dan kemandirian; dua hal yang kemudian menjadi fondasi Arief dalam menapaki profesi guru. Setelah lulus pada tahun 2000, berkat dorongan sang ayah pula ia mengikuti seleksi guru hingga akhirnya diterima sebagai pengajar di SMP Negeri 2 Air Putih.

“Itu perjuangan ayah saya. Beliau yang menuntun saya hingga bisa jadi guru,” tutur Arief.

“Ayah” bagi Guru dan Siswa

Bertahun berlalu, Arief kini bukan hanya menjadi guru, tapi juga fasilitator yang membimbing rekan-rekan sejawat dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di Batubara. Melalui Tanoto Foundation, ia terlibat aktif dalam berbagai program peningkatan kompetensi guru, khususnya di bidang numerasi.

Jika dulu ayahnya membimbingnya menuju profesi guru, kini Arief menjalankan peran serupa, menjadi sosok “ayah” bagi para guru di daerahnya. “Bagi saya, mendampingi guru itu seperti mendampingi anak sendiri,” katanya. “Kita lihat apa kesulitannya, lalu bantu mencarikan solusi. Karena guru yang kuat akan melahirkan siswa yang tangguh," sambungnya.

Tahun 2023 menjadi titik penting dalam kiprahnya. Arief bersama rekan-rekan Fasda menghadapi tantangan membuat pelatihan guru yang didanai oleh Tanoto Foundation. Awalnya, ia berfokus pada pelatihan pemahaman soal-soal numerasi dan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Namun, dari pengalaman itu, Arief melihat kebutuhan yang lebih mendasar: media pembelajaran.

“Guru sering kesulitan mengajarkan numerasi karena tidak semua berlatar belakang matematika,” ujarnya. “Padahal, numerasi bisa diajarkan oleh siapa pun, asal tahu cara dan medianya," tambahnya.

Dari situlah lahir gagasan untuk mengembangkan media pembelajaran numerasi kontekstual, yang mudah digunakan guru di berbagai jenjang. Melalui metode lesson study, Arief memfasilitasi 40 guru SD dari tiga kecamatan yakni, kecamatan Air Putih, kecamatan Medang Deras, dan kecamatan Laut Tador untuk berlatih membuat, menguji, dan merefleksikan media pembelajaran di kelas mereka.

Prosesnya berjalan bertahap: pelatihan pada Juli, pendampingan Agustus–September, hingga puncak Gelar Karya pada Oktober 2025. Hasilnya? Sebanyak 40 media pembelajaran numerasi lahir dari tangan para guru peserta, masing-masing mencerminkan kreativitas dan konteks lokal sekolah mereka.

“Yang penting bukan sekadar hasilnya,” kata Arief. “Tapi kebiasaan guru berpikir kreatif dan reflektif. Itu yang harus terus dijaga.”

Kini, Arief berharap hasil pelatihan tidak berhenti pada para peserta saja, tetapi berlanjut melalui kegiatan imbas di sekolah masing-masing. Ia yakin, pendidikan yang berkelanjutan lahir dari semangat kolaborasi dan pendampingan yang konsisten seperti kasih seorang ayah yang tidak pernah berhenti menuntun anaknya tumbuh.

“Kalau kita ingin melahirkan generasi emas 2045, maka kita perlu guru-guru yang sabar, tekun, dan penuh kasih,” ujarnya. “Sama seperti ayah yang tidak pernah lelah mengajari anaknya berjalan, meski tahu ia akan jatuh berulang kali,” sambungnya

Ia percaya, nilai-nilai ayah; keteladanan, tanggung jawab, dan kasih adalah nilai universal yang membuat proses belajar menjadi manusiawi.

“Setiap guru bisa jadi ayah bagi muridnya, karena di tangan kita, anak-anak belajar bukan hanya berhitung, tapi juga memahami kehidupan," pungkas Arief.

(DEL)

Baca Juga

Rekomendasi