Ilustrasi (Internet)
Analisadaily.com, Medan - Pembahasan alot Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda KTR) yang sedang dibahas oleh DPRD Kota Medan mendapat sorotan dari berbagai asosiasi pelaku usaha. Di antaranya Kamar Dagang Industri (KADIN) Kota Medan dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumatera Bagian Utara.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang juga dihadiri lintas elemen ekosistem pertembakauan pada pekan lalu, Senin (10/11), Ketua Pansus Ranperda KTR, Lily Tan memastikan regulasi ini tidak akan menutup ruang gerak usaha.
"Kami memahami peraturan ini terkait kelangsungan usaha, mata pencaharian masyarakat. Kami Pansus tidak akan membatasi usaha, tidak melarang UMKM. Kami hanya ingin mengatur ruang perokok agar yang non perokok juga tetap nyaman," tegas Lily.
"Tidak ada sedikit pun dari kami bermaksud menghambat usaha, karena kami juga menyadari semua unsur ekosistem pertembakauan ini memberikan kontribusi terhadap penerimaan asli daerah (PAD). Jadi, yang kami atur adalah tempatnya (untuk merokok). Sekali lagi, kami memahami dan tidak bermaksud mematikan usaha," tambahnya.
Dalam RDPU tersebut, Koordinator Wakil Ketua Bidang Organisasi, Hukum dan Komunikasi KADIN Medan M. Iqbal Sinaga meminta kebijaksanaan legislatif agar dapat mempertimbangkan unsur kearifan lokal dalam penyusunan Ranperda KTR.
Iqbal berharap regulasi ini tidak berujung membatasi maupun mempersulit gerak usaha di Kota Medan. Secara khusus, ia menyoroti terkait perluasan kawasan tanpa rokok hingga tempat umum dan pasal pelarangan penjualan radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
"Dalam pasal 7, disebutkan "tempat umum lainnya" sebagai kawasan tanpa rokok. Nah, ini harus ada penjelasan, tempat umum ini yang mana? Apakah hotel, resto dan kafe yang notabene adalah bagian dari tempat umum juga kena dampaknya? Begitu juga soal larangan penjualan dalam radius 200 meter, ini sangat sulit. Semua bisa kena. Kita tidak boleh melihat rancangan perda ini setengah-setengah. Harus jelas, utuh, dan bisa diterapkan dengan adil," kata Iqbal.
Pada kesempatan yang sama, Dewi Juita Purba, Sekretaris PHRI Sumut, menyoroti pasal kewajiban penyediaan tempat khusus merokok (TKM). Sebab, pasal ini akan semakin membebani operasional hotel di Kota Medan.
"Harapan kami, jangan sampai Ranperda KTR ini menyerang hotel dan restoran. Selama ini setiap hotel sudah punya smoking room dengan exhaust. Begitu juga dengan keberadaan kamar khusus smoking room. Kalau kami harus menambah TKM dengan syarat yang ada di Ranperda ini, tentu anggota-anggota kami akan terbebani," ujar Dewi.
Ia juga menekankan, Pansus Ranperda KTR Medan harus mempertimbangkan keseluruhan teknis implementasi regulasi ini ke depan. "Jangan sekadar dibilang hotel dan resto aman, diperbolehkan, tapi ujung-ujungnya kami didenda. Jangan sampai juga aturan ini jadi alat atau peluru untuk menguras industri hotel dan restoran," tambahnya.
Untuk diketahui, sektor hotel dan restoran memiliki kontribusi yang signifikan terhadap PAD Kota Medan. Oleh karena itu, bila Ranperda KTR ini dirancang dengan tekanan tambahan bagi sektor hotel, restoran dan pariwisata, tentu pemasukan ke kas daerah juga akan ikut menyusut. Sebelumnya, pada tahun 2024 total pendapatan dari Pajak Hotel dan Pajak Restoran di Kota Medan mencapai lebih dari Rp449 Miliar.
(REL/RZD)