BPK Wilayah II Inventarisasi Gulai Asam Ikan Baung: Menjaga Warisan Kuliner Asahan di Tengah Ancaman Ekologis

BPK Wilayah II Inventarisasi Gulai Asam Ikan Baung: Menjaga Warisan Kuliner Asahan di Tengah Ancaman Ekologis
BPK Wilayah II Inventarisasi Gulai Asam Ikan Baung: Menjaga Warisan Kuliner Asahan di Tengah Ancaman Ekologis (Analisadaily/istimewa)

Analisadaily.com, Asahan - Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah II kembali menunjukkan komitmennya dalam menjaga keberlanjutan warisan budaya Nusantara melalui kegiatan Inventarisasi Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) Gulai Asam Ikan Baung di Kabupaten Asahan.

Kegiatan yang berlangsung pada 17–22 November 2025 ini tidak hanya bertujuan memperkuat basis data kebudayaan, tetapi juga menjadi langkah strategis dalam mendukung pengusulan kuliner khas tersebut sebagai Warisan Budaya Tak benda Indonesia tahun 2026.

Gulai Asam Ikan Baung merupakan hidangan tradisional masyarakat Melayu Asahan yang sarat nilai budaya. Selain menjadi menu keseharian, gulai ini adalah simbol penghormatan, disajikan dalam berbagai upacara adat, kegiatan sosial, dan momen penting lainnya. Melalui inventarisasi, BPK Wilayah II mendokumentasikan secara rinci pengetahuan lokal, teknik memasak, ragam bumbu, hingga cerita sejarah di balik kuliner yang menjadi kebanggaan masyarakat ini.

Menelusuri Rasa

Selama enam hari, tim inventarisasi—Dharma Kelana Putra, Mayca Sita Nurdiana, Nidia Sitanggang, dan Alberto Simanjuntak—menyusuri rumah-rumah makan di Kisaran hingga Kota Tanjung Balai. Mereka memetakan variasi cita rasa gulai asam ikan baung sekaligus menelusuri sumber bahan bakunya. Ikan baung, sebagai komponen utama, menjadi perhatian penting mengingat keberadaannya kini semakin terbatas.

Dukungan penuh juga datang dari Pemerintah Kabupaten Asahan melalui Dinas Pendidikan. Diskusi awal dengan Bidang Kebudayaan memastikan proses inventarisasi berjalan lancar dan menghasilkan dokumen lengkap untuk pengusulan WBTb.

Kemerosotan Populasi Baung

Temuan lapangan mengungkap kondisi yang mengkhawatirkan. Para pemancing dan penampung ikan menyebut hasil tangkapan baung kini merosot drastis dibandingkan beberapa tahun lalu. Ukurannya pun semakin kecil; ikan berbobot lebih dari 1 kilogram kini termasuk jarang. Di pasar tradisional, baung bahkan hampir tak pernah terlihat lagi.

Kisah lama tentang Sungai Silau menjadi peringatan. Sungai yang dahulu menjadi habitat subur baung kini tidak lagi menyimpan jenis ikan tersebut setelah pencemaran limbah industri beberapa dekade silam. Ekosistem rusak, spesies punah, dan kehidupan sungai berubah selamanya.

Kekhawatiran serupa kini menghantui Sungai Asahan. Baung hanya dapat ditemukan di titik-titik tertentu seperti Hulu Sungai Dua dan Pisang Binaya, itupun sangat bergantung pada musim. Intensitas penangkapan yang tinggi ditambah kondisi sungai yang terancam membuat populasi baung semakin terpuruk.

Menjaga Tradisi

Di tengah tantangan ekologis, wawasan para narasumber menjadi sangat penting. Juwariyah dari RM Rumahan, Ahmad Kusuk sebagai nelayan, hingga budayawan Melayu Syamsuddin memberikan informasi berharga tentang teknik memasak, adat kuliner, serta kondisi sungai. Dari mereka pula tergambar jelas bahwa melestarikan Gulai Asam Ikan Baung berarti memastikan keberlanjutan ekosistem sungai yang menjadi rumah bagi ikan baung.

Kepala BPK Wilayah II menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor. “Gulai Asam Ikan Baung adalah identitas kultural masyarakat Melayu Asahan. Pelestariannya harus berjalan selaras dengan upaya menjaga ekosistem sungai,” ujarnya.

Gulai asam ikan baung
Rekomendasi

Hasil inventarisasi menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis—mulai dari perlindungan habitat alami perairan, penegakan regulasi lingkungan, hingga pengembangan budidaya ikan baung. Pembelajaran dari daerah lain memperlihatkan efektivitas sistem lubuk larangan, yakni zona suaka perairan berbasis kearifan lokal yang terbukti mampu memulihkan populasi ikan endemik. Model ini dinilai potensial untuk diterapkan di beberapa titik Sungai Asahan.

Selain itu, budidaya ikan baung dapat menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan kuliner tanpa membebani populasi alami. Upaya ini dapat dilakukan mandiri oleh masyarakat atau melalui program pemerintah daerah.

Investasi untuk Masa Depan

Inventarisasi OPK Gulai Asam Ikan Baung tidak hanya merangkum data kuliner, tetapi juga membuka mata bahwa menjaga tradisi berarti menjaga alam yang menjadi sumber kehidupannya. Keberhasilan pelestarian kuliner ini sangat bergantung pada komitmen bersama antara pemerintah dan masyarakat.

Jika masyarakat Asahan ingin agar aroma segar dan rasa khas gulai asam ikan baung tetap hadir di meja makan generasi mendatang, maka sungai harus dirawat, habitat harus dipulihkan, dan kesadaran ekologis harus ditumbuhkan.

(NAI/NAI)

Baca Juga

Rekomendasi