Bencana Ekologis Banjir Sumatera, Waketum Perindo Serukan Taubat Ekologis dan Perbaikan Tata Kelola Nasional

Bencana Ekologis Banjir Sumatera, Waketum Perindo Serukan Taubat Ekologis dan Perbaikan Tata Kelola Nasional
Bencana Ekologis Banjir Sumatera, Waketum Perindo Serukan Taubat Ekologis dan Perbaikan Tata Kelola Nasional (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Jakarta – Partai Persatuan Indonesia (Perindo) menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga korban banjir besar yang melanda Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh.

Bagi Perindo, tragedi ini bukan sekadar fenomena alam, melainkan indikator jelas kegagalan tata kelola lingkungan dan sistem kebencanaan yang terus berulang dari tahun ke tahun.

Ribuan rumah rusak, aktivitas ekonomi lumpuh, dan korban jiwa jatuh, sementara data deforestasi menunjukkan kerusakan ekologis yang semakin mengancam.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat Indonesia masih kehilangan lebih dari 175 ribu hektare hutan per tahun (deforestasi netto 2024).

Di wilayah Sumatra, provinsi Aceh, Sumut, dan Sumbar mengalami kehilangan lebih dari 16 ribu hektare hutan sepanjang 2021–2022 berdasarkan BPS.

Partai Perindo menilai bahwa angka-angka ini bukan tanpa konsekuensi. Pembalakan hutan, khususnya ilegal logging, eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali, serta alih fungsi lahan yang tidak berbasis kajian risiko telah memperkuat siklus bencana hidrometeorologi di wilayah tersebut.

Wakil Ketua Umum Partai Perindo, Manik Marganamahendra, menegaskan bahwa pemerintah harus memimpin reformasi nasional yang lebih tegas, terukur, dan berani dalam mengelola lingkungan dan kebencanaan.

“Kita tidak bisa lagi menutup mata. Pembalakan hutan, khususnya ilegal logging, eksploitasi alam tanpa batas, dan alih fungsi lahan yang tidak terkendali telah memperburuk kerentanan lingkungan di seluruh Sumatra. Mereka yang paling merasakan dampaknya adalah masyarakat yang termarjinalkan,” ujarnya, Kamis (4/12/2025).

Menurut Manik, negara harus hadir bukan hanya saat bencana terjadi, tetapi sebelum bencana muncul melalui kebijakan mitigasi yang kuat dan pengawasan yang konsisten.

Perindo menilai bahwa pendanaan kebencanaan dalam APBN perlu ditingkatkan secara signifikan, bukan hanya untuk respons darurat tetapi juga untuk adaptasi iklim jangka panjang yang selama ini belum menjadi prioritas.

Manik menekankan adanya persoalan struktural yang menghambat efektivitas kebijakan, termasuk regulasi turunan yang tidak kunjung rampung, lemahnya implementasi kebijakan, hingga tumpang tindih kewenangan di antara lembaga seperti BNPB, BPBD, dan Kementerian Sosial.

Menurutnya, banyak pemerintah daerah tidak memiliki SOP yang memadai untuk menghadapi bencana, dan minimnya latihan serta simulasi rutin menambah kerentanan masyarakat.

“Masalah logistik bencana juga tidak boleh lagi dianggap persoalan teknis semata. Banyak daerah masih menghadapi stok terbatas, distribusi lambat, dan koordinasi yang kurang efektif,” kata Manik.

“Ketika waktu respon menentukan keselamatan warga, kegagalan seperti ini menunjukkan perlunya kepemimpinan nasional yang lebih solid, lebih disiplin, dan lebih berorientasi pada hasil.”

Ia menegaskan bahwa ruang reformasi yang selama ini tertunda harus segera dieksekusi, mulai dari digitalisasi sistem peringatan dini hingga penegakan standar kesiapsiagaan pemerintah daerah.

Manik juga menegaskan bahwa kepemimpinan BNPB perlu diperkuat, termasuk diantaranya dalam skema komunikasi hingga tata kelola bantuan yang efektif.

Dalam konteks yang lebih luas, Perindo menekankan pentingnya “tobat ekologis” sebagaimana disampaikan Paus Fransiskus dalam Laudato Si, sebagai dorongan moral dan politik untuk mengubah relasi manusia dengan lingkungan.

Bagi Perindo, seruan tersebut merupakan landasan etis yang penting untuk memperkuat agenda kebijakan iklim di tingkat nasional. Sesuai dengan nilai kami untuk terus menjadi energi baru Indonesia yang membawa kesegaran sikap politik dan kebijakan.

“Kita membutuhkan keberanian politik untuk memperbaiki sistem yang gagal melindungi masyarakat dari krisis iklim, termasuk kebijakan di hulu yang mencegah perusakan lingkungan hingga di hilir untuk penanggulangan bencana. Penegakan hukum terhadap ilegal logging, pembatasan eksploitasi sumber daya alam, penguatan anggaran mitigasi dan penanggulangan bencana, hingga meninjau kembali UU Penanggulangan Bencana kita yang telah lama belum terupdate bukan lagi pilihan melainkan keharusan jika negara ingin menjaga martabat dan keselamatan rakyatnya,” tegas Manik.

Manik menutup pernyataannya dengan menggarisbawahi posisi politik Perindo dalam isu lingkungan dan kebencanaan.

“Bumi bukan sekadar tanah yang kita pijak, tetapi amanah yang harus dirawat untuk generasi mendatang. Tragedi seperti ini tidak boleh lagi dianggap sebagai takdir. Ini adalah panggilan untuk bertindak, dan Perindo berada di garis depan untuk mendorong reformasi kebijakan yang lebih tegas, lebih tangguh, dan lebih berpihak pada keselamatan rakyat dan ekologi Indonesia dengan keseimbangan ekonomi dan kesejahteraan.”

Dengan mandat politik untuk memperjuangkan pembangunan nasional yang berkeadilan dan berkelanjutan, Partai Perindo menegaskan komitmennya untuk terus menjadi kekuatan yang mendorong pemerintah memperkuat tata kelola lingkungan dan kebencanaan sebagai prioritas strategis nasional mengingat letak geografis Indonesia yang memang rentan dengan bencana.

(REL/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi