Banjir Tinggalkan Trauma, Kemkomdigi HadirkanDukungan Psikososial di Medan Belawan, Aceh, dan Padang (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Kementerian Komunikasidan Digital (Kemkomdigi) bersama Save the Children menghadirkan Mobil Dukungan Psikososial bagi anak-anak terdampak banjir bandang dan longsor di Belawan, Medan, pada Sabtu (6/12/2025).
Program ini menjadi bagian dari komitmen memperluas layanan pemulihan pasca bencana, khususnya bagi kelompok rentan seperti anak. Sebanyak 102 anak dari Lingkungan 8, Kelurahan Belawan Bahagia, Kecamatan Belawan, mengikuti rangkaian aktivitas pemulihan yang dirancang untuk menurunkan kecemasan dan memulihkan rasa aman. Kegiatan meliputi menggambar, mewarnai, permainan kelompok, hingga sesi mendongeng.
Ketua Tim Kemkomdigi, Taofiq Rauf mengatakan bahwau paya pemulihan pasca bencana bukan hanya fokus pada perbaikan infrastruktur, tetapi juga kesehatan mental dan kesejahteraan anak- anak.
“Pendekatan ini sejalan dengan mandat Kemkomdigi dalam memperkuat komunikasi publik yang inklusif, responsif, dan berorientasi pada pemulihan menyeluruh di wilayah terdampak,” ujarnya.
Sementara Fasilitator psikososial Save the Children, Syahferi Anwar, menjelaskan bahwa anak-anak di wilayah terdampak umumnya mengalami ketakutan ekstrem pada fase awal pasca bencana. Suara hujan menjadi pemicu utama munculnya kembali memori traumatis.
“Begitu hujan turun, yang mereka cari pertama adalah orang tua. Objek lekat mereka terguncang,” ujar Syahferi.
Fenomena ini berbeda dengan anak-anak di pesisir yang lebih terbiasa dengan banjir musiman dan memiliki kemampuan adaptasi lebih kuat. Ia mencontohkan situasi di Tamiang, salah satu wilayah longsor dampingan mereka. Dua hari pasca kejadian, anak-anak masih menolak diajak berkumpul atau bermain.
“Mereka takut. Saat bertemu orang baru, mereka tambah cemas. Jadi pendekatan harus perlahan, berbaur dulu,” jelasnya.
Metode Kreatif Bantu Pulihkan Kepercayaan Diri
Syahferi menerangkan bahwa program dukungan psikososial dilaksanakan melalui tahapan yang jelas:
1. Pembukaan dan pengenalan, untuk menciptakan rasa aman.
2. Kegiatan inti, seperti menggambar, menyusun puzzle, dan permainan kelompok untuk menurunkan kecemasan.
3. Fase transisi, agar anak tidak menjadi bergantung pada fasilitator.
“Jangan sampai anak sudah kembali stabil, lalu tiba-tiba kita pergi dan mereka kembali ke trauma awal. Itu yang kami hindari,” katanya.
Untuk anak yang terpisah dari orang tuanya saat banjir bandang, pendamping menggunakan metode Psychological First Aid (PFA). Anak didekati secara bertahap, tanpa paksaan, sambil dipantau emosinya.
“Kalau anak tertutup, jangan dipaksa bicara. Kita ikuti ritmenya. Identitas tetap kami kumpulkan melalui Restory Family Link untuk memastikan proses pencarian keluarga berjalan benar,” jelasnya.
Idealnya, satu fasilitator mendampingi 10–20 anak dalam satu sesi. Untuk kegiatan luar ruang, kapasitas dapat diperluas hingga 30 anak dengan tetap menjaga kendali, keamanan, dan efektivitas aktivitas.
Di Aceh, total penerima manfaat dukungan psikososial yang digelar Komdigi diikuti oleh 218 anak-anak Perempuan (3 difabel), 194 anak laki-laki (2 difabel) dan 88 orang tua/pendamping. Kegiatan diselenggarakan di Posko Pengungsian Meunasah Krueng, Desa Manyang Cut, Meuredeu Pidie Jaya, Minggu (7/12).
Hari berikutnya, sebanyak 158 anak-anak mengikuti kegiatan serupa di Posko Pengungsian Gampong Grong-Grong Capa, Meureudu, Pidie Jaya. Dilanjutkan pada Selasa (9/12) di Posko Pengungsian Balee Panah, Juli, Bireun diikuti 112 anak.
Sementara di Padang, dukungan psikosial dilakukan di tiga titik posko pengungsian. Titik pertama dilaksanakan di posko pengungsian Akademi Maritim Sapta Samudera (AMSS) Padang, di Lubuk Minturun Kota Padang, Jumat (5/11). Kegiatan diikuti oleh 112 anak dan 32 pendamping.
Lokasi kedua dan ketiga dilaksanakan di SDN 02 Cupak Tengah dan Posko Guo Belimbing, Sabtu (6/12). Total di dua titik pengungsian ini diikuti oleh 185 anak dan 45 pendamping.
Antusiasme Anak: Bukti Pemulihan Mulai Terbangun
Berbagai kegiatan terbukti efektif membantu anak menemukan kembali rutinitas yang hilang akibat bencana. Selain meredakan kecemasan, kegiatan tersebut memulihkan rasa percaya diri dan memperkuat interaksi sosial.
Dalam sesi akhir, fasilitator juga melatih remaja dan warga setempat menjadi relawan psikososial. Langkah ini merupakan bagian dari upaya membangun ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana berulang.
Salah satu peserta, Raffi Faezah, siswa kelas 3, mengaku sangat senang dapat bermain bersama teman-teman sebaya.
“Aku suka gambar rumah dan truk,” ujarnya sambil menunjukkan hasil mewarnainya.
Ia juga mengikuti permainan kelompok sebagai bagian dari “Tim Naga Berlian”.
Peserta lainnya, Amira, siswa kelas 2 sekolah dasar, mengungkapkan bahwa kegiatan menggambar dan mendengarkan dongeng menjadi bagian favoritnya.
Kemkomdigi memastikan program dukungan psikososial akan terus diperluas ke berbagai wilayah terdampak sebagai bagian dari percepatan pemulihan nasional. Pendekatan ini tidak hanya menolong anak secara emosional, tetapi juga memastikan komunikasi publik berjalan efektif, inklusif, dan berpihak pada kelompok paling rentan.
Komdigi Bangun Posko dan Media Center
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) terus memastikan pemulihan konektivitas jaringan serta infrastruktur telekomunikasi di wilayah terdampak banjir dan tanah longsor di Sumatra.
Selain pemulihan teknis, Komdigi juga mendirikan sejumlah Posko sebagai Pusat Informasi dan Media Center untuk mendukung komunikasi darurat dan koordinasi penanganan bencana.
Di Aceh, posko dipusatkan di Gedung Sekretariat Daerah Provinsi Aceh, sementara di Sumatra Barat posko ditempatkan di Komplek Kantor Gubernur Sumbar.
Untuk Sumatra Utara, Posko Komdigi beroperasi di tiga titik, yakni Gedung Kwarda Gerakan Pramuka Sumut, Gelanggang Olahraga (GOR) Pandan Tapanuli Tengah), serta Posko Dukungan Psikososial di Hamparan Perak, Deli Serdang.
Posko tersebut berfungsi sebagai ruang kerja bagi jurnalis, pusat penyelenggaraan konferensi pers, serta titik koordinasi lapangan bagi satuan Komdigi, operator seluler, pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan terkait.
Selain itu, posko menjadi lokasi pemantauan jaringan telekomunikasi oleh Balai Monitoring (Balmon) di tingkat wilayah, sekaligus ruang redaksi bersama untuk penyusunan narasi, informasi publik, dan berbagai konten terkait penanganan bencana.
(REL/RZD)