Anggota DPRD Sumut Meryl Rouli Saragih saat bersama warga. (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) harus segera meminta ke pemerintah pusat untuk menetapkan bencana yang terjadi di Sumatera sebagai bencana nasional.
Desakan itu disampaikan Anggota Komisi E DPRD Sumatera Utara, Meryl Rouli Saragih, saat menjadi narasumber dalam Forum Group Discussion Feminist Emergency Response: Perlindungan perempuan dalam situasi bencana Sumut, yang digelar oleh IMM Sumut di gedung Muhammadiyah Medan, baru-baru ini.
"Perlindungan perempuan harus menjadi prioritas dalam setiap fase bencana, karena tanggung jawab domestik yang mereka pikul berlipat ganda saat layanan publik terganggu," kata Meryl Saragih
Kerentanan perempuan, kata Meryl, bukan muncul saat bencana saja, tetapi jauh sebelumnya. “Ketimpangan sosial, keterbatasan akses layanan publik, hingga minimnya keterlibatan dalam pengambilan keputusan membuat perempuan berada dalam posisi paling rentan, ketika struktur sosial runtuh akibat bencana,” katanya.
Wakil Sekretaris DPD PDI Perjuangan Sumut ini juga menyoroti kondisi lapangan yang memperlihatkan risiko kekerasan berbasis gender meningkat di posko pengungsian akibat ruang yang tidak aman, toilet campur, penerangan minim, dan pengawasan yang lemah. Layanan yang tidak responsif gender juga masih terjadi, mulai dari kurangnya pembalut, ruang menyusui, hingga layanan kesehatan reproduksi untuk ibu hamil dan menyusui.
“Padahal, undang-undang penanggulangan bencana dan undang-undang TPKS mewajibkan perlindungan khusus bagi perempuan dalam situasi bencana,” tuturnya. Politikus muda ini juga menyoroti terkait dipangkasnya anggaran penanggulan bencana. Meryl yang juga menjadi Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumut, menyebut anggaran penanggulangan bencana di provinsi mengalami efisiensi dan dikhawatikan bencana besar ini tidak mampu ditanggulangi dengan maksimal.
"Betapa buruknya situasi di lapangan, di mana jalan-jalan menuju daerah terdampak masih terputus, evakuasi terhambat, alat berat tidak cukup dan banyak korban belum ditemukan," ucapnya.
Anggota Komisi E membidangi kesejahteraan rakyat ini menerima laporan relawan yang harus menempuh perjalanan hingga 21 jam akibat akses yang terputus.
Ia menyampaikan pengalaman pribadi saat turun langsung ke lokasi banjir di Medan. Hari-hari pertama, Meryl bersama tim fokus mengevakuasi warga, termasuk lansia, penyandang disabilitas, dan bahkan hewan peliharaan dengan menggunakan perahu karet.
“Yang paling parah itu ada yang stroke dan di kursi roda. Kami berhasil kemarin mengevakuasi orang tua kita yang sudah lansia, sudah dua hari juga nggak makan,” katanya menjelaskan situasi saat itu.
Dapur umum dibangun, dan menurutnya perempuan memegang peran kunci dalam mengelola dapur tersebut.
“Mitigasi bencana selama ini kebanyakan dilakukan laki-laki. Padahal kebutuhan perempuan berbeda dengan laki-laki. Itulah pentingnya pendekatan feminist emergency response dalam FGD kali ini,” ujarnya.
Rekomendasi
Meryl menyampaikan lima rekomendasi untuk memperkuat perlindungan perempuan dalam bencana. Pertama yaitu dengan menyusun SOP perlindungan perempuan dalam bencana, termasuk untuk ibu hamil dan menyusui. Kedua, membentuk satgas perlindungan perempuan dan anak di setiap posko.
Ketiga, menjamin kebutuhan khusus perempuan menjadi standar logistik bantuan. Keempat, melibatkan minimal 30% perempuan dalam struktur penanggulangan bencana. Terakhir, dengan menguatkan data kerentanan berbasis gender.
Ia menegaskan bahwa perempuan harus ditempatkan sebagai subjek yang memiliki pengalaman dan peran penting dalam mitigasi, tanggap darurat, hingga pemulihan. Ia juga menekankan pentingnya trauma healing berbasis gender.
“Ibu-ibu ini kan selalu terlihat kuat dan tegar, padahal sebenarnya yang paling rentan. Sebaiknya trauma healing ini dilakukan oleh perempuan juga. Karena perempuan yang lebih mengerti dan nyaman kalau ngobrol satu sama lain,” katanya.
Meryl juga terus mendesak agar Pemprov Sumut untuk aktif meminta bantuan ke pusat dan menetapkan status bencana nasional demi percepatan pemulihan. “Bantuan sudah berdatangan, tapi setelah dua minggu ini fokus kita bukan lagi cepat tanggap, melainkan pemulihan. Tanpa dukungan pusat, Sumut tidak akan mampu,” tuturnya lagi menegaskan.
Ia kembali mengingatkan, perlindungan perempuan dalam bencana bukan hanya menyelamatkan satu kelompok, tetapi dapat memperkuat ketahanan seluruh masyarakat. (REL/WITA)











