Oleh: Samsuddin. Seorang kerabat datang kepada penulis dengan wajah lesu tanpa semangat, jelas kelihatan kalau dia menanggung beban mental yang berat. Singkat cerita dia mengeluh bahkan berucap yang menggambarkan keputusasaan mendalam; katanya ia mau bunuh diri saja karena beratnya masalah keuangan yang menimpa dirinya.
Sedih, kecewa, putus asa merupakan eleman dalam struktur emosi manusia, Allah sendiri dalam firmannya menjelaskan bahwa manusia itu diciptakannya dalam keluh kesah,” Sesungguhnya manusia diciptakan berkeluh kesah lagi kikir, (QS Al Ma’arij:19). Kecewa atau putus asa untuk beberapa saat dapat dimaklumi sebagai hal yang wajar. Jika putus asa itu kemudian merubahnya sebagai manusia kalah, lemah tanpa semangat maka hal ini dilarang, karena kondisi itu tidak akan merugikan siapa-siapa kecuali orang tersebut.
Allah Swt berfirman,“Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf : 87). Orang-orang yang berputus dalam urusannya adalah orang yang tidak yakin atas pertolongan Allah dan tidak memahami keluasan rezeki -Nya. Allah memiliki nama-nama yang baik, yang berjumlah sembilan puluh sembilan, dan berdasarkan susunannya; Arrahman dan Arrahiim terletak paling awal, sungguh yang demikian itu menunjukkan bahwa terlebih dahulu Allah memperkenal diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya melalui sifat kasih sayangnya, kemudian Allah memiliki nama Arrozaq (Maha Pemberi Rejeki), Al-Mughni (Maha Memberi Kekayaan), Al wahhab (Maha Pemberi Kurnia), Al-Mujib (Maha Mengabulkan).
Orang-orang yang berputus asa adalah orang-orang yang berpikir sempit dan mempersepsikan dunia sebagai zona sempit. Kebanyakan orang yang berputus asa terpenjara perasaan negatif dengan merasa sebagai satu-satunya makhluk Allah yang paling rugi, paling sial, jauh dari keberuntungan. Jelas ini keliru, sesungguhnya keberuntungan dari Allah bukan semata-mata dalam kejayaan dunia. Bahkan kejayaan dunia yang manusia bersusah payah mendapatkannya hanyalah fata morgana dan cobaan semata. Nabi Muhammad Saw bersabda,” Sesungguhnya kamu bersungguh-sungguh terhadap kekuasaan, padahal kekuasaan itu akan membawa penyesalan pada hari kiamat. (HR. Bukhari). Allah Swt berfirman,” Sesungguhnya harta dan anak-anakmu adalah cobaan (QS:8:28)”.
Sesungguhnya kesusahan demi kesusahan yang kita jalani merupakan sebentuk ibadah kepada Allah Swt, banyak sekali dalil-dalil dalam Al qur’an maupun hadits yang menyebutkan bahwa kesusahan dan kesulitan yang diberikan Allah kepada kita cobaan dari Allah, yang atas semua itu Allah akan membalasnya, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157). Nabi Muhammad Saw bersabda, “Jika Allah menghendaki kebaikan untuk seorang hamba-Nya maka Allah akan menyegerakan hukuman untuknya didunia. Sebaliknya jika Allah menghendaki keburukan untuk seorang hamba maka Allah akan biarkan orang tersebut dengan dosa-dosanya sehingga Allah akan memberikan balasan untuk dosa tersebut pada hari kiamat nanti”(HR Tirmidzi)
Hanya saja orang-orang yang mendapatkan kesusahan dan dengan kesusahan itu Allah mengujinya, yang dengan ujian itu Allah menambah kebaikan kepadanya adalah orang-orang yang dalam kesehariannya mematuhi perintah Allah dan meninggalkan larangan Allah, dan orang yang bertaubat kepada Allah. Adapun orang-orang yang durhaka kepada Allah dimana batasan durhaka kepada Allah adalah dengan meninggalkan perintah Allah atau mengerjakan larangan Allah, dan tidak bertaubat kepada Allah maka bagi mereka bencana yang sesungguhnya bukan pada masalah-masalah ekonomi atau masalah lain, masalah utama mereka adalah kedurhakaan itu sendiri.
Adapun kesulitan-kesulitan yang mereka alami itu bukan merupakan cobaan tapi kerugian yang nyata, karena atas kesusahan yang mereka alami tidak akan menambah kebaikan bagi mereka, boleh jadi merekalah yang dimaksudkan Allah dalam firmannya QS: As Sajadah:21,” Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali ke jalan yang benar.”
Bila kita telah menyadari hakikat masalah yang menimpa adalah sebuah sarana untuk mengangkat derajat kita di sisi Allah Swt maka pandangan itu sangat membantu dalam menghadapi masalah yang dihadapi. Bila seseorang telah sampai pada pemahaman dan keyakinan seperti ini kesulitan atau masalah yang datang tidak akan direspon berlebihan apalagi sampai putus asa hingga berpikir untuk bunuh diri. Karena orang beriman terkondisikan berpikir positif atas setiap fase kehidupan yang dijalaninya. Pikiran positif kepada Allah muncul secara alami karena keyakinan terhadap balasan yang bakal diberikan Allah.
Allah Swt berfirman,” Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al Hadid: 22-23). Imam Ibnu ‘Athoillah berkata "Janganlah menganggap aneh akan adanya beberapa problematika, selama engkau masih di dunia ini. Karena tidak akan ada di dunia ini kecuali sesuatu yang sudah pasti dan harus ada”, ( Mutiara Al hikam, hikmah ke 24).
Kalau kita meyakini bahwa masalah yang ada merupakan cobaan, dan hidup ini hanya sementara belaka, maka tidak sepatutnya putus asa, apalagi berniat bunuh diri. Mari memperbaiki semua sisi, sebelum memperbaiki sisi luar terlebih dahulu perbaiki konsep diri kita yang belum mutlak haqqul yakin kepada pertolongan Allah, sehingga menyebabkan landasan hidup tidak berpijak kepada Al qur’an dan hadits nabi. Malah mengambil sikap, pemikiran, dan faham dari manusia kebanyakan yang berorientasi materialistik.
Sekali lagi mari memperbaiki konsep diri dengan meluruskan pemahaman tentang kehidupan, yakini konsep kehidupan yang diajarkan agama islam, selanjutnya dekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak amalan sunnah seperti zikir, membaca al qur’an, shalat sunat, shodaqah dan lainnya, sudah pasti amalan-amalan sunnat itu dilakukan setelah melaksanakan perintah yang wajib. Memang secara logika amalan-amalan itu tidak secara langsung membantu menyelesaikan masalah, namun amalan-amalan itu membuat kita haqqul yakin akan pertolongan Allah, dan akan menghidupkan jiwa kita hingga pada akhirnya membuat kita berpikir jernih dan lapang dada. Dan sesunguhnya pertolongan Allah itu dekat kepada orang yang dekat kepada-Nya. Semoga !
Penulis Mahasiswa BKI STAI AL HIKMAH MEDAN