Lagu Tao Toba Nauli Dilarang di Amsterdam

Oleh: Jhon Fawer Siahaan. Sebuah tamparan bagi Danau Toba. Mengapa tidak? Trio Sibigo bercerita tentang pengalaman mereka show di Amsterdam. Grup musik ini sudah berkeliling Eropa. Pernah eksis sekitar tahun 80-an dan pernah menjuarai lomba Volak Group tingkat Nasional di Makasar. Penampilan mereka akhir-akhir ini di Amsterdaam Belanda pada perayaan ulang Tahun Punguan Batak disana. Pada acara show, mereka ingin membawakan Lagu “Tao Toba Nauli”. Pada saat mau dinyanyikan, salah seorang warga Belanda melarangnya, sebab Tao Toba sekarang tidak lagi Uli, Indah.

Hal itu disampaikan pada pagelaran seni Budaya Dolok Sipiak, dilangsungkan pada 6-7 Desember 2014. Mereka turut-serta dalam acara pagelaran. Mereka hadir sebagai dukungan untuk generasi muda. Mereka siap membantu nantinya, jika dibutuhkan untuk berbagi Ilmu.

Pagelaran dalam dua hari, cukup memberi makna. Cukup berarti dan serta nuansa baru bagi kota parapat. Beberapa cabang seni turut serta mewarnai kegiatan, mulai dari workshop menggambar, Menggambar bersama, menulis, musik,tari, lagu serta  teater.

Dalam hal melukis anak-anak dibantu oleh mahasiswa Seni Rupa Unimed yang dikoordinatori Fedricho Purba. Dia me latih anak-anak dalam menggambar. Mencoba mengajak anak-anak dari pakemnya selama ini. Ketika menggambar mereka selalu menggambar hal yang sama, yakni gunung, matari, pohon kelapa dan sawah. Anak anak cukup menangkap apa yang di jelaskan para perupa Unimed. Beberapa hasil gambar anak-anak, sudah banyak berubah. Sudah mulai menggambar solu, tari sawan dan sebagainya.

Kembali lagi anak-anak diajak untuk menulis Puisi tentang Danau Toba. Nantinya puisi mereka dibukukan dalam “Seribu Sajak Tao Toba jilid II”. Jilid pertama terbit bulan April lalu. Rencananya seribu sajak Tao Toba, diterbitkan dalam empat Jilid.

Beberapa musisi membawakan beberapa lagu, antara lain Tongam Sirait, Hendra Ginting, Hanna Pagit dan Group Musik Sipiak. Agus Sulilo membawakan Mololog, "Harus jadi Presiden".

Sebelum Pagi terulang sebuah film karya Lasja F Susatyo, mewarnai pemutaran film dalam Pagelaran Seni Dolok Sipiak. Baik monolog dan film memberikan sebuah pesan sosial kepada kita bahwa menghalalkan segala cara untuk mencapai sebuah tujuan merupakan hal, adalah salah.

Dalam kegiatan, bukan hanya kegiatan seni disisipkan Sosialisasi Geopark Kaldera Toba oleh dr. John Robert Simanjuntak mewakili perhimpunan Jendela Toba. Hal ini dilakukan karena Geopark Kaldera Toba sebagai solusi saat ini untuk menghempang perusahaan-perusahan yang merusak Danau Toba. Mengingat perlunya pemahaman masyarakat akan Geopark sangat dibutuhkan untuk proses percepatan Danau Toba menjadi Geopark.

Anak-anak cukup antusias dan terlibat aktif dalam menggambar dan menulis puisi. Masing-masing dari mereka bercerita tentang sudah rusaknya Danau Toba. Dolok Sipiak dulunya sebagai Taman Ria dan Sanggar Seni Simalungun, namun pada Tahun 80-an Dolok Sipiak tutup dan hampir tidak ada lagi kegiatan disana.

Melihat kondisi itu dan minimnya ruang kreatifitas di Parapat, Komunitas Seni Parapat Ajibata sekitarnya, merasa terpanggil merevitalisasi kembali Rumah Seni Dolok Sipiak. Lewat gagasan Corry Paroma Panjaitan dengan harapan Rumah Seni Dolok Sipiak mampu melahirkan seniman-seniman handal lagi di Parapat. Bukan hanya dalam dunia tarik suara, namun ada sastrawan, pemain teater, pegiat film, photografer dan lain sebagainya.

Kota Parapat sebagai kota pariwisata, cukup dikenal. Saat ini aktivitas seni di Parapat hampir tidak ada, sehingga banyak souvenir-souvenir harus didatangkan dari pulau Jawa. Belum lagi musik-musik tradisional Batak sudah sangat jarang di dengar. Musik luar yang lebih dominan.

Padahal wisatawan tertarik ke Parapat tempo dulu, ingin melihat kekayaan tradisi Batak. Kekayaan sudah sangat jarang dijumpai belum lagi Kondisi Danau Toba, sudah semakin tercemar.

Konsep yang sama dan pola pikir yang ingin mengembangkan Bona Pasogit, Rumah Karya merasa terpanggil dan komunikasi terjalin dengan  Komunitas Seni Parapat, Ajibata Parapat dan sekitarnya (SENAPAS). Terciptalah Pagelaran Seni Dolok Sipiak.

Pagelaran seni dolok Sipiak menjadi sebuah spirit bagi Parapat. Terlebih seniman-seniman yang hadir pada perhelatan acara, siap mendukung. Rismon Mangatur Sirait selaku pegiat budaya Batak khususnya Tor-tor, siap sedia memberikan workshop tor-tor bagi anak-anak muda di Parapat. Trio Sibigo siap melatih vokal suara Bagi anak muda, di Parapat.

Rumah Seni Sipiak, menjadi sebuah harapan baru. Bagaimana tidak? Program sudah direncanakan sampai bertahap. Mulai dari program jangka pendek dan panjang. Sampai bagaimana sebuah perguaruan tinggi pariwisata akan hadir nantinya di Parapat. Sekolah seni, papar Corry Paroma Panjaitan, selaku Pembina Komunitas Seni Parapat Ajibata dan Sekitarnya, juga akan dihadirkan.

Inilah upaya yang harus dilakukan untuk mengembalikan masa kejayaan parapat sebagai kota pariwisata yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyakat Parapat. Pelestarian Danau Toba kembali dilaksanakan dan aktivitas budaya dilakukan serta dapat menarik perhatian wisatawan, sehingga lagu Tao Toba Nauli dapat dinyanyikan kembali.

Penulis aktif di komunitas Rumah Karya Indonesia

()

Baca Juga

Rekomendasi