Oleh: Fahrin Malau.
Naik kereta api ... tut ... tut ... tut
Siapa hendak turut
Ke Bandung ... Surabaya
Bolehlah naik dengan percuma
Ayo temanku lekas naik
Keretaku tak berhenti lama
Cepat kretaku jalan ...tut...tut...tut
Banyak penumpang turut
K’retaku sudah penat
Karena beban terlalu berat
Di sinilah ada stasiun
Penumpang semua turun
Lirik lagu “Naik Kereta Api” sampai sekarang masih akrab terdengar di telingan anak-anak. Tidak diketahui secara persisi siapa pencipta dan siapa pertama kali pelantun lagu ini. Kepopuleran lagu ini tidak terlepas dari kehadiran kareta api di Indonesia yang menjadi trasportasi massal masyarakat.
Transportasi kereta api di Indonesia pada masa Belanda mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Selain Pulau Jawa, perkeretaapian di Palau Sumatera juga mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Sekadar mengingatkan kembali. J.T. Cremer, seorang manajer perusahaan perkebunan NV. Deli Matschappij menginisiatif pembangunan jaringan kereta api di tanah Deli. Tanggal 23 Januari 1883, pemerintah Belanda membangun jaringan kereta api yang menghubungkan Belawan – Medan – Delitua – Timbang Langkat (Binjai) direalisasikan. Sejak 1902, pembangunan kereta api dilanjutkan dengan menghubungkan antara Lubuk Pakam-Bangun Purba yang dapat digunakan pada tahun 1904. Selanjutnya, pada tahun 1916 dibangun jaringan kereta api yang menghubungkan Medan-Siantar yang menjadi pusat perkebunan Teh. Pada tahun 1929-1937 turut pula dibangun jaringan Kereta Api yang menghubungkan Kisaran-Rantau Prapat. Pada tahun 1940 jaringan kereta api di Sumatera Timur sepanjang 553.223 Km.
Pasca Indonesia merdeka dan memasuki awal tahun 1950-an, kabinet pemerintahan Indonesia di bawah kendali Presiden Soekarno melakukan nasionalisasi aset pemerintah kolonial Belanda menjadi milik pemerintah Indonesia. Sayangnya, perkembangan perkeretaapian di Sumatera Utara sejak Indonesia Merdeka jalan di tempat, bahkan dapat dikatakan mengalami penurunan. Alasan perkembangan perkeretaapian di Sumatera Utara jalan ditempat dapat dilihat dari jalur kereta api yang dipakai sampai hari ini masih peninggalan Belanda. Dikatakan mengalami penurunan, ada beberapa jalur ketera api yang sudah tidak diaktifkan lagi. Jalur kereta api yang sudah tidak diaktifkan lagi berada di Kota Medan. Pada masa Belada dibangun jalut jalur Medan Delitua – Pancurbatu. Sejak terjadi peralihan dari Belanda ke Indonesia, justru jalur Medan – Delitua – Pancurbatu tidak diaktifkan lagi sampai sekarang. Ironisnya, jalur kereta api yang sudah lama tidak diaktifkan, dijadikan areal tempat tinggal masyarakat.
“Saya melihat PT. Kereta Api Indonesia yang dulu Perusahaan Jawatan Kereta Api atau disebut PJKA di Sumatera Utara mengalami kemunduran. Jalur kereta api di Sumatera Utara yang ada sekarang ini masih memakai peninggalan Balanda. Bahkan penggantian rel yang ada sekarang ini memakai eks dari Palau Jawa. Sudah pasti naik kereta api di Sumatera Utara tidak senyaman di Pulau Jawa,” ungkap Politisi PDI Perjuangan Sumatera Utara, Brilian Moktar.
Kekecewaan yang diungkapkan Brilian dengan perkembangan perkeretaapian di Sumatera Utara, juga dapat dirasakan masyarakat Sumatera Utara. Betapa tidak. Bila melihat dari gerbong kereta api yang masih dipergunakan sebenarnya sudah pantas diganti. Begitu juga laju kereta api yang bergerak lambat. Sebagai perusahaan yang bergerak di jasa trasportasi harus melihat peluang bisnis.
Brilian Moktar menilai, perusahaan kereta api tidak jeli melihat peluang bisnis. Peluang bisnis yang dapat memberikan keuntungan tidak diambil, bahkan diserahkan kepada pihak ketiga. Misalnya kereta api Medan Kualanamu yang dioperasikan PT. Railink terkesan eksekutif dengan menetapkan tarif sangat mahal. Padahal tidak semua penumpang yang naik pesawat memiliki kemampuan. Dia juga mempertanyakan apakah PT. Railink adalah perusahaan pemerintah atau swasta. Bila milik pemerintah, harusnya tarif yang ditetapkan harus sesuai dengan ketentuan pemerintah sesuai jarak tempuh. Bila milik swasta harus dipertanyakan konpensasi yang diberikan atas penggunaan fasilitas seperti rel dan fasilitas lainnya yang diambil dari uang rakyat.
Blue Print
Tidak seriusnya perusahaan kereta api di Sumatera Utara terlihat dari tidak ada blue print. Harusnya perusahaan kereta api memiliki blue print, sehingga tahu apa yang harus dicapai untuk masa akan mendatang.
Menurut Brilian, blue print sangat penting untuk mengetahui dan sekaligus mensesuaikan pertumbuhan Kota Medan. Dia melihat, keberadaan stasiun kereta api yang berada di seputaran lapangan merdeka merupakan inti Kota Medan sudah tidak pantas. Walikota Medan sudah seharusnya meminta agar stasiun kereta api dipindah ke pinggiran seperti di seputaran Mandala atau Tembung. Pemindahan stasiun kereta api yang ada sekarang ini sangat membantu Kota Medan dalam mengurai kemacatan.
“Bila stasiun kereta api yang sekarang ini dipindahkan ke Mandala atau Tembung, dapat mengurangi kemacatan. Tidak saja di seputar Lapangan Merdeka, juga di tujuh titik perlintasan kereta api. Dengan kehadiran kereta api Medan Kualanamu menimbulkan kemecatan,” ungkap Brilian.
Pemindahan stasiun kereta api yang ada sekarang ini ke Mandala dan Tembung tidak menambah jalur baru. Dengan pemindahan stasiun kereta api, pertumbuhan Kota Medan bisa berkembang lebih pesat dan persoalan kemacatan lalulintas dari berkurang.
Begitu juga dengan mengaktifkan kembali jalur kereta api yang selama ini sudah ada. Saat ini Walikota Medan sudah membuat perda traspotasi massal. Seharusnya perusahaan kereta api ikut serta dalam menyediakan trasportasi massal.
“Perusahaan kereta api tidak perlu membuka jalur baru. Aktifkan saja jalur yang sudah ada, seperti Medan Delitua dan Pancurbatu. Bila ini diaktifkan kembali akan mengurangi kemacatan,” sebutnya.
Brilian tidak setuju, kalau untuk mengaktifkan kembali jalur yang sudah ada walikota harus memindahkan penduduk yang sudah tinggal di areal rel. Perusahaan kereta api yang paling bertanggungjawab karena sudah mentelantarkan jalur yang ada. Persoalan apakah akan menggangu penataan Kota Medan, Brilian berpendapat pemerintah daerah cukup mensesuaikan dimana tempat pemberhentian.