Batu akik atau batu cincin sudah lama dipakai oleh aki-aki alias kaum tetua. Namun, tahun 2015 menjadi sangat fenomenal dengan banyaknya dibuka lapak pinggir jalan dan juga di mall bergantian memamerkan koleksi batu-batu mulia yang ada di Indonesia. Terakhir penulis ingat ada pameran khusus batu Aceh di Carrefour Medan. Tua dan muda beramai-ramai memakai batu cincin yang sangat banyak coraknya. Bahkan beramai-ramai orang bisa mengasah batu cincin tersebut yang sebelumnya tak pernah mengasah batu menjadi mahir mengasah batu.
Fenomena batu akik dilihat dari sisi ekonominya membuka banyak lapangan pekerjaan dan membuat cinta akan corak budaya yang dikenali melalui jenis-jenis batu yang berbeda-beda. Batu Aceh berbeda dengan batu Kalimantan, Sulawesi, dan wilayah lainnya yang ada di Indonesia. Harga batu akik ini pun bervariasi mulai dari seharga tiga puluh ribu hingga mencapai miliaran. Luar biasa, bukan? Dahulu, kita sangat sulit mencari remaja (anak muda) yang memakai batu akik, sekarang mereka tak malu malah menjadi daya tarik sendiri memakai jenis-jenis bebatuan tersebut. Bahkan para perempuan juga tak lagi canggung memakai cincin batu tersebut dan cenderung memakainya sebagai hiasan di leher.
Fenomena batu akik memang tidak salah, malah banyak sisi positif yang dapat diambil. Bapak-bapak duduk-duduk bersama teman-temannya berbicara batu, remaja pun kumpul-kumpul bersama teman-temanya topik pembicaraan tak lepas dari batu akik. Daripada duduk-duduk membahas judi bola, membahas perempuan yang bukan muhrimnya, membahas acara weekend untuk mabuk-mabukan, lebih bermanfaat membahas batu akik saling bertukar pandangan dan mengenal batu-batu yang ada di Indonesia, bukan?
Namun, dengan fenomena batu akik yang sangat mencengangkan ini, ada baiknya tidak melebih-lebihkan atau menganut budaya boros. Pakai dan belilah batu sesuai kondisi dan tak perlu jemari tangan diisi hingga tiga atau empat batu sekaligus.
* Abd Rahman M, Maret 2015