Kursi Panas untuk Jabatan Gubsu

Oleh: Wisnu AJ.

Sejak terpilihnya Mayor Jendral (Mayjen) TNI AD T. Rizal Nurdin sebagai Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) tahun 1998 - 2003 hasil pemilihan Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara. Dan kemudian dilanjutkan dengan Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003. T. Rizal Nurdin kembali mencalonkan dirinya sebagai calon Gubernur Sumatera Utara berpasangan dengan Rudolf Mazuoka Pardede sebagai wakilnya untuk periode kedua 2003-2008, dan memenangkan pemilihan itu.

Dan sejak itu pula jabatan Gubsu menjadi sebuah dilematis. Kursi jabatan Gubsu terasa panas bagi pejabatnya. Dan dari sini pulalah dimulainya catatan kelam bagi pejabat Gubsu yang mengakhiri masa tugasnya di pertengahan jalan.

T. Rizal Nurdin dilantik sebagai Gubsu dengan wakilnya Rudolf Mazuoka Pardede pada 24 Maret 2003 dan akan mengakhiri masa tugasnya sebagai Gubsu 5 September 2008. Namun dalam perjalanan tugasnya sebagai Gubsu, T. Rizal Nurdin terpaksa harus meninggalkan tugas dan jabatannya sebagai Gubsu, sebelum masa tugasnya berakhir. T. Rizal Nurdin dipanggil Sang Khalik untuk menghadapNya buat selama-lamanya.

Kecelakaan pesawat udara Mandala Airlines penerbangan RI 091 Boeing 737-200 dalam penerbangannya dari Polonia Medan ke Bandara Soekarno-Hatta Jakarta pada 5 September 2005 mendapat musibah. Jatuh di daerah Padang Bulan Medan ketika lepas landas dari Bandara Polonia Medan. T. Rizal Nurdin, Raja Inal Siregar (mantan Gubsu) dan H. Abdul Halim, anggota DPD RI adalah salah satu penumpang dari 117 penumpang yang berada di dalam pesawat yang naas itu.

Sepeninggal T. Rizal Nurdin sebagai Gubsu, posisinya digantikan oleh wakilnya Rudolf Mazuoka Pardede, putra pengusaha terkenal Sumatera Utara TD Pardede, dari 5 September 2005 sampai berakhir masa jabatannya 10 Maret 2008.

Kemudian Pilkada berikutnya periode 2008-2013 digelar. H. Syamsul Arifin, mantan Bupati Kabupaten Langkat dua periode mencalonkan diri sebagai calon Gubsu berpasangan dengan Gatot Pujo Nugroho. Dan keduanya memenangkan Pilkada itu. H. Syamsul Arifin SE, mantan Ketua KNPI Sumatera Utara itu dilantik sebagai Gubsu pada 16 Juni 2008 bersama pasangannya Gatot Pujo Nugroho.

Namun sayangnya, seyogianya pasangan Syamsul Arifin-Gatot Pujo Nuggroho baru akan mengakhiri masa tugasnya sebagai Gubsu dan Wakil Gubsu pada 14 Maret 2013, akan tetapi H. Syamsul Arifin yang bergelar Datuk Sri Lelawangsa itu tersandung masalah korupsi dana APBD Kabupaten Langkat TA 2004. Dan Syamsulpun akhirnya dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani kasus korupsinya.

Setelah beberapa lama menjadi tersangka akhirnya lembaga anti rasuah itu menjebloskan Syamsul Arifin ke dalam penjara dan diganjar dengan hukuman enam tahun penjara. Secara konstitusional, maka Syamsul Arifin diberhentikan sebagai Gubernur Sumatera Utara, dan wakilnya Gatot Pujo Nugroho, ditetapkan sebagai Pelaksana Tugas Gubernur, dan kemudian dilantik secara defenitif sebagai Gubsu untuk menggantikan Syamsul Arifin pada 6 Juni 2013.

Berakhirnya masa jabatan Gatot Pujo Nugroho sebagai Gubsu yang menggantikan teman sejawatnya H. Syamsul Arifin. Gatot sebagai Gubernur Petahana kembali mencalonkan diri pada Pilkada Sumut periode 2013-2018. Pencalonan Gatot yang juga merupakan kader dan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini dengan memilih wakilnya T. Erry Nuradi adik kandung H. T. Rizal Nurdin (mantan Gubsu), yang sebelumnya menjabat sebagai Bupati Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai). Pasangan ini ketika maju sebagai calon Gubsu dan Wakil Gubsu dengan memakai logo Ganteng (Gatot-Tengku).

Dalam pencalonan di Pilkada Sumut periode 2013-2018 pasangan Ganteng ini mememangkan pertarungan itu, karena dewi fortuna berada di pihak mereka. Pasangan Ganteng dilantik sebagai Gubsu dan Wakil Gubsu pada 16 Juni 2013-2018 yang akan datang.

Kursi Panas

Mengutip sebuah hadist Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Bukhori-Muslim, bahwa manusia hanya bisa berencana, namun sebaik-baik rencana adalah datangnya dari Allah SWT. Gatot sebagai seorang gubernur boleh saja membuat rencana yang sebaik-baiknya dalam menjalankan tugasnya sebagai Gubsu. Namun ketentuan baik tidaknya rencana yang telah disusun oleh Gatot, hanya Allah SWT lah yang mengetahuinya.

Langkah Gatot sebagai Gubsu mulai tersandung kerikil-kerikil tajam, setelah pihak KPK menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyuapan terhadap Kepala Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan Sumatera Utara beserta dua orang hakim dan satu panitra dan seorang pengacara dari kantor hukum OC Kaligis.

Dalam penetapan tersangka terhadap Gatot dan Eva Julianti yang disebut-sebut sebagai isteri mudanya oleh KPK, diduga kuat terlibat dalam penyuapan kepala dan hakim PTUN Medan, ketika mengabulkan gugatan Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) Ahmad Fuad Lubis dalam kasus dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) dan Dana Bantuan Daerah Bawahan (DBDB) Sumatera Utara tahun 2014.

Penetapan Gatot sebagai tersangka, bukan tidak mustahil akan berujung kepada penahanan yang akan dilakukan oleh KPK. Jika sinyalemen ini benar, maka sejarah kelam jabatan Gubsu setelah T. Rizal Nurdin (alm) akan terulang kembali di Sumatera Utara. Jika Gatot sempat ditahan oleh KPK, maka secara konstitusional pula dia harus melepaskan jabatannya sebagai Gubsu. Dan sudah barang tentu pula, yang akan menggantikannya adalah wakilnya, T. Erry Nuradi.

Menelisik dari catatan sejarah kelam jabatan Gubsu, banyak pihak mengatakan kursi jabatan Gubsu adalah merupakan kursi panas, yang akan bergulir terus menerus. Sama seperti kursi panasnya jabatan Gubernur Riau, dimana tiga gubernurnya tersandung kasus korupsi, dan mengakhiri masa tugasnya sebagai Gubernur secara drastis.

Sebut saja misalnya Saleh Djasit, Gubernur Riau periode 1998-2003 yang mengakhiri masa tugasnya sebagai Gubernur Riau, karena tersandung korupsi dalam pengadaan mobil pemadan kebakaran (Damkar), kemudian menyusul Rusli Zainal, Gubernur Riau periode 2003-2008, 2008-2013 (dua periode) Rusli terlibat dalam kasus penyuapan dan korupsi dana Pekan Olah Raga Nasional (PON) yang dipusatkan di Riau tahun 2012.

Akibat kasus penyuapan dan korupsi dana PON ini Rusli dicopot sebagai Gubernur Riau, dan posisinya digantikan oleh wakilnya Mambang Mit sampai berakhirnya masa jabatan mereka tahun 2013. Setelah Zainal menyusul Anas Maamun Gubernur Riau Priode 2014-2019. Anas tertangkap tangan oleh KPK dalam kasus penerimaan suap dari pengusaha perkebunan kelapa sawit dalam hal alih fungsi hutan register di Provinsi Riau, setelah beberapa bulan menjabat Gubernur Riau. Posisi Anas sekarang digantikan oleh wakilnya Arsyad Juliandi Rahman.

Semoga Bukan Kutukan

Dilematis jabatan Gubsu, yang terjadi saat ini, banyak pihak berharap semoga hal ini bukan merupakan kutukan bagi pemimpin di Sumut. Satu Gubsu sebelumnya H. T. Rizal Nurdin mengakhiri masa jabatannya di tengah jalan karena akibat musibah kecelakaan pesawat. Dan yang satu lagi H. Syamsul Arifin SE karena tersandung kasus korupsi. Syamsul terpaksa meninggalkan jabatannya di tengah jalan.

Kini menyusul Gatot Pujo Nugroho, yang juga akan meninggalkan jabatannya di persimpangan jalan, karena Gatot dituduh sebagai orang yang berada di belakang terhadap penyuapan kepala dan hakim PTUN Medan.

Masyarakat Sumatera Utara adalah masyarakat yang religius, yang tidak mudah percaya begitu saja terhadap dogma-dogma yang mengajarkan tentang kutukan. Namun apapun itu namanya, masyarakat Sumut jelas terkesima dengan ditetapkannya Gatot Pujo Nugroho sebagai tersangka oleh KPK.

Penetapan seorang Gubernur sebagai tersangka, apalagi dalam kasus korupsi, jelas dapat mencoreng wajah daerahnya. Karena korupsi selain merugikan negara, juga menyengsarakan rakyatnya. Namun dalam kasus Gatot Pujo Nugroho ini, masyarakat Sumut masih mengedepankan hukum praduga tak bersalah. Masyarakat Sumut menanti putusan incraht pengadilan dalam kasus dugaan suap dan korupsi yang melibatkan Gubernurnya. Semoga!***

()

Baca Juga

Rekomendasi