Gedung Bertingkat di Banda Aceh Dipersoalkan

Banda Aceh, (Analisa). Pembangunan sejumlah gedung bertingkat di Kota Banda Aceh dipersoalkan dan disorot dalam diskusi yang berlangsung di Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh, Rabu (7/12). Pasalnya, pemerintah kota (Pemko) Banda Aceh sempat me­larang adanya pembangunan gedung bertingkat pada era Wa­likota Mawardi Nurdin (Almarhum).

Ketika itu, larangan pembangunan gedung bertingkat diatur dalam re­gulasi yang berlaku di kota itu, dengan alasan mengha­la­ngi pemandangan terhadap Masjid Raya Baiturrahman yang menjadi salah satu ikon Kota Banda Aceh.

Saat itu, bangunan di sekitar masjid tidak boleh lebih dari tiga tingkat (lan­tai). Bangunan-bangunan yang sudah terlebih dahulu tiga tingkat, dibiarkan dengan catatan tidak boleh me­nam­bah lagi hingga empat tingkat.

Demikian juga bangunan dua ting­kat, tidak boleh menambah lagi men­jadi tiga tingkat atau tiga lantai. Na­mun larangan itu hanya bertahan sekitar 3 tahun. Kini, bangunan-ba­ngunan ber­tingkat mulai digalakkan di Banda Aceh.

Bahkan sejumlah bagunan hotel yang kini sedang dibangun di kawasan simpang lima Banda Aceh, ada yang mencapai 7 tingkat. Sementara letak simpang lima dengan masjid raya, hanya sekitar 1 kilometer.

Selain pembangunan baru hotel bertingkat, ada juga bangu­nan lama yang sudah ditambah tingkatannya, namun tidak ter­lihat dari jalan umum. Para peserta diskusi meminta Pemko untuk melihat kembali dokumen lara­ngan pembangunan gedung bertingkat di kota itu.

Diskusi ini diselenggarakan PWI Aceh, dengan mengangkat tema “Arah Pembangunan Banda Aceh Pasca Pilkada 2017”, yang dihadiri puluhan wartawan dari berbagai media.

Narasumber yang hadir yakni Kepala Bap­peda kota Banda Aceh Iskandar, Tarmilin Usman (Ketua PWI Aceh), Azhari Bahrul (wartawan senior), Dahlan TH (Pimpinan AcehTV) dan dipandu Moderator Iranda No­vandi (wartawan harian Analisa).

Berbagai Persoalan

Selain persoalan bangunan gedung, para peserta diskusi yang juga diikuti para wartawan senior mengupas berbagai per­soalan yang terjadi di Banda Aceh, mulai dari sektor eko­nomi, pariwi­sata, pengangguran, kemiskinan, pendidikan dan lainnya.

“Segala potensi yang ada di Banda Aceh, mesti digerakkan dan diberda­yakan,” kata Azhari, seraya mengata­kan masyarakat Banda Aceh membu­tuhkan sentuhan ekonomi yang dapat mem­berikan kesejahteraan.

Kepala Bappeda Banda Aceh, Iskandar dicecar sejumlah per­tanyaan yang menyangkut persoalan yang ada di Banda Aceh. Menanggapi hal itu, dia menjawab sebagian pertanyaan dan menampung sebagian yang belum sempat dijawabnya.

Iskandar mengungkapkan berbagai progres pembangunan yang telah direncanakan dan yang telah dilaksa­nakan di Banda Aceh. “Ada beberapa wila­yah di Banda Aceh yang telah dike­­lola untuk berbagai sektor,” ujarnya.

Dia menyebut, pembangunan telah dilakukan dan dipetakan di berbagai sektor seperti pariwisata, perdagangan dan niaga, situs-situs yang dilestarikan di kota atau heritage city, pendi­dikan, sanitasi, kesehatan dan sektor lainnya.

Iskandar menyebutkan tingkat kemiskinan di Banda Aceh rendah. “Hanya 7.78 persen tingkat kemis­kinan di Banda Aceh. Relatif lebih jauh di bawah nasional,” katanya.

Diskusi berlangsung alot, namun karena waktu yang terbatas, sehingga banyak persoalan yang ingin dita­nyakan peserta tidak dapat terbahas dalam kegiatan ini. (bei)

()

Baca Juga

Rekomendasi