Media Penahan Arus Penyimpangan LGBT

Medan, (Analisa). Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT)  telah menjadi persoalan sosial yang kini sedang hangat dibahas. Pemerintah melalui Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir melarang kampus memberi kebebasan kepada kaum LGBT. Pelarangan itu tidak termasuk dalam hal kreatifitas dan pencapaian prestasi baik akademik dan organisasi.

Aktivis NU yang juga mantan Pengurus Besar IP NU, Adrian Azhari Akbar Harahap, mengatakan larangan itu lebih kepada kebebasan dalam mengungkapkan perasaan sayang terhadap sesama jenis,dan perilaku lainnya yang dianggap kurang tepat jika mengacu kepada norma-norma kebiasaan selama ini yang ada di masyarakat.

“LGBT menjadi pembicaraan luas bukan hanya di kalangan pemerintah saja, ulama juga mengangkat isu ini menjadi sangat serius. Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH. Said Aqil Siradj “LGBT Sudah Membahayakan”, sekali lagi kita harus jelas dan terang benderang melihat fenomena ini , dari sudut pandang apa kita menjustifikasi keberadaan LGBT,” kata Adrian yang berbicara di Medan, Selasa (9/2).

Ia  menyatakan, media penyiaran memiliki peranan yang sangat strategis dalam menyebarluaskan atau bahkan menjadi “penahan arus deras” penyimpangan perilaku seksual atau disorientasi seksual LGBT. 

Setiap manusia, ungkap Adrian, memiliki hak asasi yang sama ketika terlahir ke dunia. Dalam konteks bernegara maka juga akan dilindungi hak-haknya oleh konstitusi negara. Manusia yang terlahir dengan sifat pembawaan “LGBT” jangan dikucilkan atau diperlakukan secara diskriminatif di tengah-tengah masyarakat.

Adrian menilai, televisi, radio dan media online seperti youtube,dan lainnya dapat menjadi berbahaya terkait penyebaran perilaku LGBT yang dewasa ini bisa disaksikan di acara-acara kompetisi lagu. 

Dimana si pembawa acara yg mungkin selama ini menjadi contoh bagi penggemarnya menunjukan perilaku LGBT, padahal si pembawa acara hanya mencari sensasi di atas panggung. Dalam pandangannya, terlalu dieksposnya perilaku LGBT seakan-akan menjadi tren di tengah masyarakat, seperti istilah-istilah seakan-akan menjadi bahasa yang update sesuai zaman.

“LGBT jika dikelola sebagai pekerja seni di balik layar memiliki potensi yang sangat besar, karena LGBT memiliki sifat perfectionism, artinya mereka sangat memperhatikan setiap detail kesempurnaan. Profesi seperti fashion desainer, make-up artist,dan lainnya dapat diekspos untuk menjadikan contoh yang baik bagi LGBT “hanya” dalam mencari kehidupan yang lebih bermanfaat,” katanya.

Ia mengimbau kepada para pengelola stasiun TV agar, acara-acara yang bersifat keagamaan di TV, radio, dapat memberikan pencerahan bagi kaum LGBT, karena pada dasarnya untuk perilaku seksualnya kaum LGBT haruslah kembali kepada fitrahnya.

TV, radio, tambahnya, diharapkan memberi pengarahan kepada talent dan produser untuk membatasi ekspresi dari pembawa acara dan artisnya untuk tidak mengajarkan perilaku LGBT kepada masyarakat seakan-akan perilaku tersebut menjadi tren saat ini.

Pada akhirnya, alumni SMAN I Medan itu meminta dunia penyiaran harus diperketat lagi aturan mainnya jika ingin dijadikan sarana pemerintah sebagai penahan arus deras perkembangan LGBT di Indonesia.

“ Khususnya kaitannya dengan perilaku seksual LGBT, terkait hal yang sifatnya kreatifitas dan prestasi lainnya yang membawa harum nama bangsa didunia Internasional maka kita harus adil dan memberi apresiasi,” ujarnya. (br)

()

Baca Juga

Rekomendasi