DANAU Lau Kawar berada di Dusun Lau Kawar Desa Singgarang-garang Kecamatan Namanteran, Kabupaten Karo, destinasi wisata panorama alam yang dulu jadi unggulan, kini kondisinya memprihatinkan.
Danau ini sedikit banyaknya adalah jelmaan danau super vulkanik Toba, panorama indahnya masuk daftar destinasi traveling masyarakat Sumatera Utara. Danau Lau Kawar yang letaknya tepat di bawah kaki Gunung Sinabung merupakan wisata eksotik patut dikunjungi.
Bentuk dan rupa Danau Lau Kawar seperti kuali di kelilingi hutan jika dilihat dari lereng Sinabung pemandangannya cukup mengagumkan. Danau yang luasnya empat hektar dan persi lain 200 hektar, dulu jadi objek wisata unggulan, tetapi kini sayang terbengkalai dan butuh perhatian.
Rumput tumbuh tinggi mencapai setinggi orang dewasa, jalanan menuju danau hampir tertutup rumput, rusak menjadikan Danau Lau Kawar tidak seindah dulu lagi. Padahal, sebelumnya lokasi danau miliki lapangan terhampar hijau tempat kemah favorit.
Hal ini terjadi sebab, sejak 2010 Gunung Sinabung meletus dan 35 ribu masyarakat mengungsi termasuk masyarakat sekitar danau sebanyak 20 kepala keluarga ikut mengungsi, kondisi danau tidak ada perhatian.
Apalagi sejak Sinabung kembali meletus pada 2013 dan 2014, meletus lagi pemerintah perpanjang masa tanggap darurat hingga Februari 2016 dan terdapat 9.324 jiwa warga sekitar Sinabung masih mengungsi, prasarana di Danau Lau Kawar rusak tidak ada perbaikan, begitu juga infrastrukturnya, ungkap seorang warga Dusun Lau Kawar B br Sihombing (42) ditemui Analisa, Sabtu (27/2) di sekitar danau.
Zona Merah
Danau Lau Kawar masuk zona merah, warga yang tinggal diungsikan, sebab tanda-tanda kehidupan tidak terdapat lagi di Lau Kawar. Kini yang bisa dilihat dari danau, anak kayu tumbuh menjulang dan rumput menutupi jalan dan fasilitas air, rumah warga yang rusak.
Danau Lau Kawar miliki kedalaman 30-40 meter air berwarna hijau dulu jadi destinasi wisata, kondisinya kini memprihatinkan dan butuh perhatian, meski masuk zona merah sebagaimana ditetapkan PVMBG bukan berarti, prasarana, infrastruktur yang rusak dibiarkan tanpa ada perbaikan ataupun perawatan. Karena pengamatan, sampai saat ini meski Danau Lau Kawar masuk zona merah banyak masyarakat dari luar Karo secara sembunyi-sembuyi masuk untuk sekedar melihat keindahan Lau Kawar dan mengabadikan foto kunjungannya.
Tenggelam
Legenda terbentuknya Lau Kawar yang tenggelam bersama popularitasnya, akibat meletusnya Sinabung yang perlu diketahui masyarakat dan sebagai penambah pengetahuan, Danau Lau Kawar yang kini kondisinya memprihatikan juga menyimpan cerita.
Terbentuknya Danau Lau Kawar, pada awalnya sebuah pedesaan biasa yang juga mengenakan nama Lau Kawar. Menurut cerita warga sekitar danau, dahulu ada seorang anak yang disuruh ibunya untuk mengantarkan nasi kepada neneknya yang sedang sakit, namun di tengah perjalanan, nasi dengan daging ayam di dalamnya dimakan anak itu dan tinggalah tulangnya saja. Lalu dibungkusnya kembali dan anak itu kembali berjalan menuju rumah neneknya yang juga sedang menunggu.
Setelah anak itu tiba, nenek membuka bungkusan nasi ternyata isinya hanya tinggal tulang dan tak ada sisa untuk disantap. Sang nenek pun marah. Dengan kemarahan yang menjadi-jadi, nenek itu menangis sejadi-jadinya sembari bersumpah desa ini akan tenggelam.
Hingga akhirnya tenggelamlah desa itu menjadi sebuah danau, dengan nama Danau Lau Kawar. Singkat cerita air memerah, nyawa melayang beredar mitos mengabarkan jika mandi di Danau Lau Kawar dipastikan yang mandi akan tenggelam di dasar danau.
Berdasarkan kesaksian warga, mitos itu bukan isapan jempol belaka, karena peristiwa tersebut memang pernah terjadi sekitar puluhan tahun silam.
Kabarnya Danau Lau Kawar yang memiliki kedalaman 40-50 meter tersebut meminta tumbal anak laki-laki dalam jangka waktu setahun sekali. Peristiwa hilangnya warga yang mandi di danau eksotik tersebut sudah terjadi tiga kali dalam catatan sejarah mistik Danau Lau Kawar sepuluh tahun lalu. Ditandai dengan memerahnya air danau tersebut, maka dapat dipastikan seseorang yang mandi ketika air tengah berwarna merah, ia akan hilang termakan lengkungan Danau Lau Kawar berbentuk layaknya kuali, datar di pinggiran dan semakin ke tengah semakin dalam.
Namun, jika air sudah berwarna normal, layaknya air biasa, tidak dikhawatirkan bagi siapapun ingin mandi, asalkan bisa berenang. Meski lebih kecil dari Danau Toba, Danau Lau Kawar memiliki suasana asri banyak pepohonan hijau di kaki gunung sehingga tidak kalah indah dari Danau Toba. Pinggir Danau Lau Kawar sering digunakan grup yang berkemah, beristirahat saat mendaki Gunung Sinabung.
Selain itu juga dapat melihat beberapa orang memancing di tengah danau dengan menggunakan perahu kecil, kini kondisinya terbengkalai, pemerintah harus lakukan pembenahan agar danau dan legendanya bisa tetap hidup dan menjadi kekayaan budaya dunia pariwisata Tanah Karo. (didik sastra)