Menyikapi Majikan yang Zalim

Oleh: Pertiwi Soraya.

Akhir-akhir ini kita kerap mendengar - mendengar suatu topik yang sama diba­has oleh orang-orang yang saya temui di angkot, di warung bakso, dan di sosial media. Mereka mem­bahas masalah di kantornya yang berhubungan dengan gaji mereka.

Pertama adalah seorang staf di suatu lembaga pendidikan yang menyandang kata internasional pada nama lembaga tersebut. Selama hampir dua tahun bekerja di sana, ia mengaku jika gajinya hampir selalu tidak pernah penuh dibayarkan tiap bulan. Pasti ada saja kekurangannya. Pemotongan-pemotongan yang tidak jelas alasannya. Lebih tepatnya tidak tercantum pada kontrak kerja.

Selain itu, selama dua tahun itu pula, hanya sekali saja gaji yang diterimanya dibayarkan tepat pada tanggalnya. Selebihnya biasanya selalu molor. Bahkan pernah ter­lambat sampai lebih dari seminggu.

Kedua seorang guru. Bekerja di lembaga yang sama dengan orang yang pertama. Mempunyai cerita yang sama akan masalah keterlam­batan penerimaan gaji. Selain itu ia juga sering mendapati jumlah yang ditransfer tidak sama dengan jumlah yang sudah ia hitung-hitung sebelumnya. Ada banyak jam mengajarnya yang tak dihitung. Ketika ditanyakan pada atasan yang berwenang, alasannya lupa. Namun, masuk akalkah jika selama satu tahun tiap bulan selalu lupa? Ujarnya.

Terakhir adalah seorang guru yang mengajar di salah satu sekolah Islam di Medan. Ia juga bercerita mengenai keterlambatan peneri­maan gaji. Memang tidak tiap bu­lannya, namun sering juga terlam­bat hingga dua sampai tiga hari. Anehnya, sudah terlambat, waktu gajian tiap guru tidak sama. Seba­gian ada yang sudah, sebagian lagi belum. Selain itu jumlah yang diterimanya tiap bulan juga tidak pernah utuh. Kadang bisa ditunda pembayarannya hingga hampir separuh dari total gajinya. Sisanya dibayarkan di bulan selanjutnya. Namun di bulan selanjutnya, gaji­nya juga ditunda lagi sebagian. Begitu seterusnya. Jelasnya

Kejadian seperti ketiga orang di atas mungkin adalah representasi dari kebanyakan nasib pekerja di negara kita. Di mana hak meraka tidak diberikan sebagai mana mestinya. Atau lebih tepatnya para majikan yang cenderung menahan-nahan hak para pekerjanya.

“Menunda penunaian kewaji­ban (bagi yang mampu) termasuk kezaliman” (HR Bukhari Muslim).

Bagi majikan, pembayaran gaji adalah kewajibannya. Seorang majikan yang menunda pemberian gaji, berarti ia sudah melakukan kezaliman kepada pekerjanya.

Malah Rasulullah Saw meme­rintahkan untuk memberikan upah sebelum keringat si pekerja kering.

“Berikanlah kepada seorang pekerja upahnya sebelum keri­ngatnya kering”. (HR Ibnu Majah).

Maksud dari hadis ini adalah untuk menyegerakan dalam menu­naikan pembayaran gaji segera setelah pekerjaannya sele­sai. Sampai-sampai dikatakan “sebe­lum keringanya kering”. Begitu juga jika ada kesepakatan akan pembayaran gaji tiap bulan­nya. Segerakanlah. Jangan dilam­bat-lambatkan.

Pada hadis lain dikatakan “Orang yang menunda kewajiban, halal kehormatan dan pantas men­dapatkan hukuman (HR Abu Daud, An Nasa-i, Ibnu Majah).

Halal Kehormatan” maksudnya boleh dikatakan atau disebar­luas­kan kepada orang lain bahwa maji­kan tersebut biasanya menun­da kewajiban penunaian gaji. Menun­da penunaian gaji adalah salah satu bentuk kezaliman yang boleh dibeberkan tanpa perlu kha­watir hal itu termasuk ghibah (meng­gunjing orang lain). Hal ini dimak­sudkan agar orang yang berniat untuk bekerja kepadanya terhindar dari perlakuan zalim yang serupa.

Sedangkan “pantas mendapat­kan hukuman” maksudnya sah-sah saja jika hal ini diproses secara hukum. Karena menunda pemba­yaran gaji adalah suatu tindak kejahatan.

Bgaimana tidak dikatakan sebagai tindak kejahatan. Bayang­kan, jika seorang buruh yang meru­pakan tulang punggung keluar­ganya, pada kontraknya ia akan menerima gaji tiap tanggal 3. Lalu ia menjanjikan anaknya akan membelikan es krim di hari itu, sedang istrinya telah berjanji akan membayarkan hutang di kedai langganannya tanggal 4. Ternyata sampai tanggal 5 barulah sang kar­yawan bisa mendapatkan gaji­nya. Anaknya sejak tanggal 3 sudah menagih janji ayahnya, dan istrinya harus menahan malu karena tak bisa menepati janjinya.

Ada banyak pihak-pihak yang terzalimi hanya karena sang majikan menunda membayarkan gaji seorang karyawan. Bayangkan berapa kar­yawan yang dimilikinya. Tentu­nya bertambah banyak pula rang­kaian orang-orang yang dizhaliminya.

Ada banyak perusahaan yang me­nga­kali penunaiann gaji karya­wannya. Misalnya memotong karena keterlamabatan, namun tak pernah menghitung ketika mereka lembur. Ada juga pemotongan iuran bulanan misalnya BPJS, namun ternyata fasilitas tersebut tidak bisa digunakan ketika dibu­tuhkan karena ternyata mereka masih belum terdaftar sebagai penggunanya, padahal sudah dipotong berbulan-bulan sebelum­nya. Ada pula atasan yang sengaja tidak membayarkan gaji karya­wannya secara penuh, dengan maksud agar pekerjanya merelakan sisanya, sehingga dapat digunakan untuk kepentingannya,

Dalam sebuah hadis qudsi, malah ditegaskan bahwa orang-orang yang suka menahan ijarah (gaji) atau malah memakannya akan menjadi musuh Allah di hari kiamat.

Allah Swt berfirman: “Tiga jenis (manusia) yang Aku akan menjadi musuhnya kelak pada hari kiamat, yaitu; seseorang yang memberi dengan nama-Ku, kemu­dian berkhianat; seseorang yang menjual orang yang merdeka (bukan budak), kemudian mema­kan uangnya; dan seorang yang mempekerjakan pekerja yang telah diselesaikan pekerjaannya, tetapi ia tidak memberikan upahnya.” Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah yang diriwayatkan dari Rasulullah.

Allah sendirilah yang akan men­jadi lawan orang-orang yang tidak menunaikan dan menye­lesaikan kewajibannya pada peker­janya.

Lalu, masih beranikah sebagai majikan sengaja melambatkan jadwal gajian para pekerjanya?

Membayarkan gaji tepat waktu adalah suatu kewajiban, mem­bayarkan gaji sebelum waktunya adalah kebaikan, sedangkan me­nun­da pembayaran gaji adalah suatu kezaliman.

Para pekerja suatu perusahaan yang gajinya terlambat dibayarkan, tentunya akan berdampak pada kinerjanya. Yang biasanya berse­ma­ngat tentu akan menjadi kurang semangatnya. Mereka akan merasa kecewa. Kian bulan kian kecewa, sehingga semakin turun minatdan motivasi kerja dan pengabdiannya, karena kian bulan kejadian serupa selalu berulang.

Sebaliknya, ada banyak manfaat yang sebenarnya didapatkan seorang majikan dengan memba­yarkan gaji sebelum jatuh tempo. Beberapa diantaranya seorang pekerja akan merasa lebih hormat pada majikannya. Ia akan merasa lebih bahagia. Siapa yang merasa tak bahagia disaat gajian bukan? Ia akan datang dengan berseri-seri dan bersemangat dalam melakukan pekerjaannya.

Sebagai majikan-majikan mus­lim, sudah sepatutnya bertindak menyejahterakan pekerjanya. Mem­berikan hak pekerjanya dengan semestinya. Malah sangat disa­rankan untuk menunaikan pemba­yaran gaji sebelum jatuh waktunya.

Banyak perusahaan dan lemba­ga yang dimiliki oleh orang-orang non-muslim yang malah sangat tepat waktu untuk urusan pemba­yaran hak ini. Tidakkah kita sebagai muslim merasa malu. Karena telah jelas-jelas begitu banyak hadis yang menerangkan tentang hal penunaian hak pekerja ini.

Terlepas dari rasa malu pada sesama manusia, tidakkah kita merasa takut akan ancaman Allah Swt yang mengancam akan men­jadi musuh-Nya di hari pembalasan karena menunda-nunda pemberian hak orang lain?

Semoga kita dijauhkan dari menjadi dan para majikan yang zalim.Wallahu’alam bishawab.

*Penulis adalah blogger Medan dan bergiat di Forum Lingkar Pena Medan.

()

Baca Juga

Rekomendasi