Orang yang Sabar Melebihi Seorang Pahlawan

Oleh: Jekson Pardomuan

“Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.” Amsal 16 : 23

BEBERAPA kalimat untuk memotivasi dan mem­bangkitkan semangat orang-orang yang baru saja kehi­langan seringkali diucapkan oleh banyak orang. Kali­mat seperti “yang sabar ya, bu.” Atau kalimat “sabar ya, Tuhan pasti punya rencana yang indah untuk semua kita ciptaan-Nya.” Kata sabar menjadi pendorong se­ma­ngat kita untuk tetap berpengharapan kepada Tuhan. 

Saat kita menunggu antrian di salah satu perbankan, berarti kesabaran kita sedang diuji. Kalau kita tidak sabar, maka kita tidak akan pernah mendapat giliran karena semua orang tertib dan mau menunggu antrian. Berdasarkan pengamatan kita sehari-hari, orang yang sabar biasanya terlihat lebih tenang dan sikapnya tidak terburu-buru. Orang yang sabar juga bicaranya sangat tenang dan tidak mudah tersulut emosi. Tak berlebihan rasanya kalau firman Tuhan menyebutkan bahwa orang yang sabar melebihi seorang pahlawan. Orang yang sabar hidupnya akan tenang dan tidak akan mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif yang merugikan diri sendiri.

Ada tiga alasan kita hidup dalam kesabaran. Perta­ma, karena kesabaran mencegah kesalahan-kesalahan besar (Pengkhotbah 10:4). Kedua, karena panjang sabar lebih baik daripada tinggi hati-(Pengkhotbah 7:8). Dan alasan ketiga, dengan melibatkan akal budi, membuat seseorang panjang sabar dan orang itu dipuji karena memaafkan pelanggaran. (Amsal 19 :11).

Firman Tuhan dalam Amsal 14 : 17 dituliskan “Sia­pa lekas naik darah, berlaku bodoh, tetapi orang yang bijaksana, bersabar. Kemudian Yakobus 5 : 8 dituliskan “Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena kedatangan Tuhan sudah dekat!

Rasul Paulus juga mengatakan kepada kita bahwa kasih itu sabar, ia “panjang sabar”. Mengasihi orang lain berarti kita tidak memusuhi mereka saat pertama kali mereka menyinggung perasaan kita. Dalam menja­lin hubungan dengan orang lain, kita cenderung untuk jauh lebih sabar terhadap orang-orang tertentu daripada terhadap orang lain.

Jika seorang sahabat lama melakukan sesuatu yang menjengkelkan atau mengganggu, biasanya kita akan berkata, “Oh, itu memang kebiasaannya, itu adalah kepribadiannya, kita semua manusia, tidak ada satu pun dari kita yang sempurna.” Seorang sahabat yang telah kita kenal begitu lama, kita pasti akan tahu bagai­mana kelakuannya dan sikapnya terhadap kita. Walau­pun sesungguhnya ada saat tertentu kata-katanya me­nu­suk sampai ke hati kita yang paling dalam dan mem­buat kesabaran kita melampaui batasnya. Saat kesa­baran itu sudah tak tertahankan lagi maka kita akan meledak dan marah.

Di dalam hidup sehari-hari, apakah kita sangat sabar ketika menghadapi sebuah permasahalan ? Hari ini atau kemarin, sebagian dari kita mungkin ada yang meng­alami permasalahan keuangan. Dimana keadaan per­eko­nomian keluarga sangat sulit, untuk makan satu hari saja sangat sulit. Tapi kalau kita sabar dan percaya kepa­da pertolongan Tuhan, pasti ada jalan keluarnya. Saat kita mengatakan kata sabar kepada diri kita sendiri, maka kita akan merasa lebih tenang dan bersabar dalam menantikan jawaban Tuhan.

Kesabaran kita seringkali diuji oleh orang-orang ter­dekat kita. Apakah itu anak, isteri, suami atau orang tua kita sendiri. Terkadang, mereka sengaja memancing kita agar marah dan tidak bisa mengendalikan diri. Akan tetapi kalau kita benar-benar berpedoman pada perin­tah Tuhan, maka kita akan tetap sabar dalam meng­hadapi segala persoalan. Kesabaran kita akan mem­buat keluarga kita merasa bersalah karena telah membangkitkan amarah kita, dan kita tidak langsung terpancing.

Di dalam Alkitab, ada banyak contoh orang-orang yang sangat sabar dalam kehidupannya. Sebut saja Abraham. Dalam Kejadian 12:10 “Ketika kelaparan timbul di negeri itu, pergilah Abram ke Mesir untuk ting­gal di situ sebagai orang asing, sebab hebat kelaparan di negeri itu.”

Sebelum Abraham dipanggil Tuhan, namanya adalah Abram. Sesungguhnya siapakah Abram yang mengalami kesulitan karena adanya kelaparan yang melanda negerti tempat di mana Abram tinggal? Jika kita membaca dari ayat 1 hingga seterusnya, menje­laskan bahwa Abram adalah seseorang yang taat meng­ikuti panggilan Tuhan untuk meninggalkan rumah ayah ibunya, termasuk tempat tinggal ayahnya (warisannya) dan semua keluarga yang ia cintai.

Yang menjadi dasar Abram untuk, meninggalkan keluarganya karena janji Tuhan. Tuhan menjanjikan kalau Abram mau mengikuti panggilan Tuhan, Abram akan menjadi besar, yang artinya orang yang terkenal dan Abram akan diberkati serta menjadi berkat bagi banyak orang, bukan hanya mereka yang hidup di zaman Abram tetapi semua orang di muka bumi akan diberkati oleh Abram.

Namun pada kenyataannya setelah Abram ikuti pang­gilan Allah dengan taat, Abram tidak langsung menerima berkat tetapi diperhadapkan dengan krisis eko­nomi yang sangat buruk. Negeri tempat Abram ting­gal, yaitu tanah yang dijanjikan Tuhan, justru alami kela­paran bahkan firman Allah katakan“hebat kela­paran di negeri itu”. Dan Kejadian 26:1 menjelaskan bah­wa Tuhan mengijinkan Abram hadapi krisis eko­nomi, bukan hanya dua kali, tetapi berulang-ulang kali. Ketika menghadapi keadaan seperti ini, apakah yang dilakukan Abram? Selama masa krisis, tidak pernah keluar sepatah kata persungutan dari mulut Abraham atas kebijakan yang Tuhan lakukan untuk dirinya.

Abram tidak pernah mengungkit-ungkit janji Tuhan dengan berkata: “Tuhan mana janjiMu, katanya aku akan diberkati dan menjadi berkat, tetapi mana…? Kenyataannya kok aku kelaparan?” Keadaan seperti ini sering juga kita alami tetapi apakah yang kita lakukan? Apakah kita hanya bersungut-sungut saja? Atau kita berdoa dan didalam doa itupun kita bukan bersyukur, melainkan bersungut-sungut juga kepada Tuhan?

Ketika situasi mendorong dia untuk bersungut-sungut, Abraham memilih untuk berserah kepada Tuhan maka kita dapat mengetahui bagaimana Tuhan memberkati Abraham. Di dalam kenyataan hidup kita sehari-hari, kita seringkali tidak bisa menahan emosi dan mudah terpancing untuk keluar dari sebuah ke­adaan yang sesungguhnya tinggal menunggu beberapa jam akan ada kejutan besar yang kita dapatkan.

Karena kesabaran dan ketekunan Abram, Abram diberkati secara rohani dan jasmani. Dimana secara ro­hani Abraham mendapat gelar sahabat Allah, Yakobus 2:23.Didalam kekristenan ada tingkat-tingkat kerohanian. Ketika kita percaya kepada Yesus, maka kita termasuk Kristen anak. Sebagaimana seorang anak yang hanya tahu meminta dan memanjakan diri kepada orang tuanya demikian pula kekristenan anak hanya tahu meminta terus menerus tanpa memberikan sesuatu kepada Tuhan.

Ketika ujian datang, kekristenan tingkat ini dapat mudah digoyahkan.  Sebab itu, kita harus meningkat kepada Kristen hamba. Artinya, seorang anak yang sudah dewasa dan menghambakan diri kepada orang tuanya. Kekristenan yang demikian adalah kekristenan yang sudah tahu bagaimanan cara untuk menyenang­kan Tuhan. Bukan lagi hanya meminta tetapi meng­hambakan diri kepada Tuhan. Tetapi jangan puas sam­pai tingkat hamba karena masih ada tingkat yang tinggi, yaitu Kristen sahabat Allah, dimana kehidupannya benar-benar berserah penuh kepada Tuhan, mengerti apa kehendak Tuhan.

Selain Abraham, kitab Yakobus pun memberikan satu tokoh lain, yaitu : Ayub. Yakobus 5:11 berkata: “Selanjutnya kami menyebut mereka bahagia, yaitu mereka yang bertekun, kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya.”

Di akhir hidup Ayub, ia diberkati secara jasmani dan rohani karena kesabaran dan ketekunan Ayub. Nabi Yeremia menyamakan bagaimana Ayub menempatkan dirinya di dalam tangan Tuhan seperti segumpal tanah liat di tangan seorang ahli pembuat barang jadi ber­bahan tanah liat. Perhatikan,Yeremia 18:4 “Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat itu rusak, maka tukang periuk mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada peman­dangannya.”

Pada umumnya kita tahu bahwa manusia pertama dibuat dari tanah liat dan Tuhan punya rencana yang sangat mulia terhadap ciptaan-Nya itu. Oleh karena dosa maka rencana Allah yang mulia itu sudah menjadi rusak dan menyimpang jauh dari rencana Allah.

Kita selaku umat-Nya yang setiap hari seringkali mela­kukan kesalahan, hari ini harus mengakui kesa­lahan itu kepada Tuhan. Percayakan segala sesuatunya kepada Tuhan. Seperti tertulis dalam Roma 12 : 12 “Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam ke­se­sakan, dan bertekunlah dalam doa! Semoga dengan ayat ini kita semakin dikuatkan dan semakin diperlengkapi agar menjadi orang yang sabar.

Dalam menjalani hari-hari yang semakin jahat ini, kita harus bersabar dan menaruh harapan kepada Tuhan. Serahkan segala kekuatiranmu kepada Tuhan maka Ia akan memberikan jalan keluar untuk semua persoalan yang kita hadapi. Amin.

()

Baca Juga

Rekomendasi