Harimau Sumatera dan Pesan Kelestarian Lingkungan

Oleh: Muhammad Hisyamsyah Dani. Dalam dongeng dan li­teratur cerita anak-anak, ha­rimau digambarkan sebagai satwa pemimpin yang perka­sa, ia mendapat julukan sang “Raja Hutan”. Posisinya se­bagai predator puncak di eko­sistem hutan membuatnya terlihat mengintimidasi serta berkuasa . Namun, posisinya tersebut sesungguhnya men­jadi indikator penting me­nge­nai kondisi kesehatan eko­sistem hutan.

Keberadaan harimau secara tak langsung menginformasikan ketersediaan sumber air yang cukup bagi seluruh makhluk hidup di kawasan tersebut. Satwa kharismatik ini juga berperan mengendalikan tingkah-laku dan populasi herbivora.

Ketika hampir kehilangan sesuatu, biasanya kita baru ter­sadar akan nilai penting hal tersebut dalam kehidupan kita. Misalkan saja kehi­lang­an barang atau benda berhar­ga ataupun yang lainnya. Kondisi ini juga terjadi pada eksistensi harimau di alam bebas yang oleh para peneliti dinyatakan sudah mendekati tahap kepunahan. Pada awal 1900-an, jumlah harimau di dunia berkisar 100.000 indi­vidu. Kini, populasinya ter­si­sa 3.000 individu di alam bebas (sumber: tigerday.org).

Fakta mengejutkan juga ada di Indonesia, populasi Ha­rimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) kurang dari 400 individu. Berdasarkan catatan Indonesia dulunya memiliki tiga spesies harimau (Harimau Bali, Harimau Ja­wa, dan Harimau Sumatera); kini hanya Harimau Suma­tera yang masih dapat dite­mui di habitat aslinya. Hari­mau Jawa dan Harimau Bali dinyatakan telah punah.

Jika sang “Raja Hutan” punah, maka hutan dan kesa­tuan ekosistem kehilangan ji­wanya. Bahkan sebuah studi menjelaskan bahwa hilang­nya predator puncak dari se­buah ekosistem akan menim­bulkan “trophic cascade”; se­buah fenomena berubahnya struktur ekosistem melalui perubahan rantai makanan aki­bat perubahan populasi predator (sumber: britannica. com).

Gambaran efek hi­lang­nya predator puncak terlihat pada sebuah contoh mata rantai hilangnya keberadaan seri­ga­la di Amerika Utara bagian ti­mur. Peristiwa tersebut me­nyebabkan meningkatnya populasi rusa yang kemudian mengurangi populasi tanam­an. Kehilangan substansi ma­ta rantai inilah yang pada akhirnya menyebabkan per­geseran keseimbangan eko­sis­tem itu sendiri.

Dirayakan setiap tanggal 29 Juli, Hari Harimau Sedu­nia digagas pertama kali pada International Tiger Meeting di St. Petersburg, Rusia, No­vember 2010. Dalam perte­mu­an tersebut disepakati Global Tiger Recovery Program atau biasa disebut GTRP, yang merupakan dokumen berisi upaya bersama untuk menyelamatkan populasi ha­rimau dari kepunahan. Selain itu, pada pertemuan tersebut juga menyepakati peringatan Global Tiger Day atau Hari Harimau Sedunia yang akan dilaksanakan pada tanggal 29 Juli setiap tahunnya.

Penyelamatan harimau da­ri kepunahan dinilai men­ja­di sebuah agenda pen­ting. Diperkirakan populasi popu­lasi harimau sedunia saat ini hanya tersisa antara 3.000-4.000 ekor di alam liar. Jauh menurun dari populasi di awal abad 20, di mana men­ca­­pai 100.000 ekor. Penurun­an populasi ini diakibatkan oleh perburuan besar-besaran serta hilangnya 93 persen hutan sebagai tempat hidup harimau.

Kedua ancaman ini masih terus berlangsung mengingat seluruh bagian dari tubuh ha­rimau masih menjadi ko­leksi yang sangat diincar di pasar gelap. Kondisi yang tidak jauh berbeda terjadi di Indonesia. Bahkan dari tiga sub­spesies harimau yang semula dipunyai Indonesia, kini ting­gal harimau sumatera (Pan­thera tigris sumatrae) yang masih hidup. Sedangkan ke­dua subspesies lainnya, yakni harimau jawa (Panthera tig­ris sondaica) dan Harimau Ba­­li (Panthera tigris balica) telah dinyatakan punah. Mes­kipun banyak ahli di Indonesia meyakini jika Harimau Jawa belum punah.

Sebagai bangsa Indonesia mestilah kita patut berbangga dan aktif menjaga sisa sisa peradaban harimau nusantara yang kian hari kian menuju ambang kepunahan. Kini, sa­tu satunya spesies yang tersisa adalah harimau Sumatera. Harimau Sumatra atau dalam bahasa latin disebut Panthera tigris sumatrae merupakan satu dari lima subspisies hari­mau (Panthera tigris) di dunia yang masih bertahan hidup.

Harimau Sumatera terma­suk satwa langka yang juga merupakan satu-satunya sub-spisies harimau yang masih dipunyai Indonesia setelah dua saudaranya Harimau Bali (Panthera tigris balica) dan Harimau Jawa (Panthera tig­ris sondaica) dinyatakan pu­nah. Hewan dari filum Chor­data ini hanya dapat dikete­mu­kan di Pulau Sumatera, In­donesia. Populasinya di alam liar diperkirakan ting­gal 400–500 ekor. Harimau Sumatera (Panthera tigris su­matrae) semakin langka dan dikategorikan sebagai satwa yang terancam punah.

Harimau dipercaya meru­pa­kan keturunan hewan pe­mangsa zaman purba yang di­kenal sebagai Miacids. Miacids hidup pada akhir zaman Cretaceous kira-kira 70-65 juta tahun yang lalu semasa zaman dinosaurus di Asia Barat (Andrew Kitche­ner, “The Natural History of Wild Cats”). Harimau kemu­dian berkembang di kawasan timur Asia di China dan Siberia sebelum berpecah dua, salah satunya bergerak ke arah hutan Asia Tengah di barat dan barat daya menjadi harimau Caspian. Sebagian lagi bergerak dari Asia Te­ngah ke arah kawasan pegu­nungan barat, dan seterusnya ke Asia tenggara dan kepu­lauan Indonesia, sebagian la­gi terus bergerak ke barat hingga ke India (Hemmer, 1987).

Harimau Sumatera diper­ca­ya terasing ketika permu­ka­an air laut meningkat pada 6.000 hingga 12.000 tahun silam. Uji genetik mutakhir te­lah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang unik, yang menandakan bahwa subspe­sies ini mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan subspi­sies harimau lainnya dan sangat mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari. Perlu diketa­hui, terdapat 9 subspesies ha­rimau yang tiga diantaranya telah dinyatakan punah. Kesembilan subspisies hari­mau tersebut adalah:

1. Harimau Indochina (Pan­thera tigris corbetti) ter­dapat di Malaysia, Kamboja, Tiongkok, Laos, Myanmar, Thai­­land, dan Vietnam.

2. Harimau Bengal (Pan­thera tigris tigris) Bangla­desh, Bhutan, Tiongkok, India, dan Nepal.

3. Harimau Tiongkok Selatan (Panthera tigris amoyensis) Tiongkok.

4. Harimau Siberia (Pan­the­ra tigris altaica) dikenal juga sebagai Amur, Ussuri, Harimau Timur Laut Tiongkok, atau harimau Manchuria. Ter­dapat di Tiongkok, Korea Uta­ra dan Asia Tengah di Ru­sia.

5. Harimau Sumatra (Pan­thera tigris sumatrae) terda­pat hanya di pulau Sumatera, Indonesia.

6. Harimau Malaya (Pan­thera tigris jacksoni) terdapat di semenanjung Malaysia.

7. Harimau Caspian (Pan­thera tigris virgata) telah punah sekitar tahun 1950an. Harimau Caspian ini terdapat di Afganistan, Iran, Mongo­lia, Turki, dan Rusia.

8. Harimau Jawa (Panthe­ra tigris sondaica) telah punah sekitar tahun 1972. Ha­rimau Jawa terdapat di Pu­lau Jawa, Indonesia.

9. Harimau Bali (Panthera tigris balica) yang telah pu­nah sekitar tahun 1937. Ha­rimau Bali terdapat di pulau Bali, Indonesia.

Hingga kini diperki­rakan hanya tersisa 400-500 ekor Harimau Sumatera (Pan­thera tigris sumatrae) yang masih bertahan di alam bebas. Se­lain itu terdapat sedikitnya 250 ekor Harimau Sumatera yang dipelihara di berbagai ke­bun binatang di seluruh pen­juru dunia. Pengrusakan habitat adalah ancaman ter­be­sar terhadap populasi hari­mau sumatera saat ini. Pem­balakan hutan tetap berlang­sung bahkan di taman nasio­nal yang seharusnya dilin­dungi.

Tercatat 66 ekor harimau terbunuh antara tahun 1998 hingga 2000. Dalam upaya penyelamatan harimau Su­ma­tera dari kepunahan, Ta­man Safari Indonesia ditun­juk oleh 20 kebun binatang di dunia sebagai Pusat Pe­nang­karan Harimau Suma­tera, studbook keeper dan tempat penyimpanan sperma (Genome Rescue Bank) un­tuk harimau Sumatera.

Akhirnya, sudah saatnya kita kembali peduli dan meng­kampanyekan akan pen­tingnya melindungi habitat harimau Sumatera sebagai bagian dari kekayaan di bumi nusantara ini. Regulasi serta pengawasan antara pemerin­tah dan masyarakat pada akhirnya akan tetap menjaga asa si “Belang” untuk terus hidup dan menjadi ikon ke­banggaan Indonesia. Tugas kita adalah menjaga Harimau Sumatera untuk tetap terus ada. Menjaga Harimau Su­ma­tera adalah menjaga salah satu harta berharga dari ibu pertiwi.

(Penulis adalah pemerhati lingkungan, tergabung da­lam Organisasi Lingkungan YFCC Sumatera Utara)

()

Baca Juga

Rekomendasi