Sabtu 23 Februari 1985. Sebelas pemain PSMS Medan turun ke lapangan dengan dada membusung, sebaliknya pemain Persib datang dengan trauma kekalahan menyesakkan pada final Kompetisi Perserikatan Divisi Utama 1983.
Diantaraya skuat yang mendapat kepercayaan pelatih Parlin Siagian untuk turun membela panji PSMS Medan adalah Ponirin Meka (kiper), Sunardi A, Sunardi B, Bangga Gultom, Yusnik Adiputra, Khaidar Aswan, Hamdardi, Nirwanto, Amsrustian, Hadi Sakirman, M Siddik, Musimin, Sakum Nugroho, Mamek Sudiono.
Sebagian dari mereka seperti Sunardi A, Sunardi B, Hadi Sakirman, Mamek Sudiono, sebelumnya pemain yang sudah membuat Persib menangis karena kekalahan menyakitkan dalam final Perserikatan tahun 1983.
Sementara warga Jawa Barat berduyun-duyun dengan datang ke Senayan dengan harapan tim kebanggaannya bisa juara. Mereka sudah betul-betul rindu untuk bisa merebut piala kehormatan PSSI.
Namun, harapan tinggal harapan. Dukungan penuh bobotoh tak mampu mengangkat moral pemain Persib.
Dalam laga yang dipimpin wasit Djafar Umar, Persib langsung dibuat ketinggalan 2-0 melalui gol M Siddik pada menit 14 dan 35.
Persib belum mau menyerah dan berhasil menyamakan skor melalui gol Iwan Sunarya dan Adjat Sudradjat pada menit 65 dan 75, sehingga bisa memaksakan pertandingan harus dituntaskan lewat perpanjangan waktu dan adu tendangan penalti.
Namun, lagi-lagi anak Medan membuktikan mereka memang punya mental juara. Sementara, para algojo penalti Maung Bandung gugup ketika harus berhadapan lagi dengan Ponirin Meka, dan trauma dua tahun silam membayangi mereka. Alhasil, tiga eksekutor Persib sekelas Adeng Hudaya, Dede Iskandar dan Robby Darwis, bisa gagal.
Sementara, kesekutor PSMS seperti Mamek Sudiono berhasil menggetarkan jala gawang Persib yang dikawal Sobur, sehingga Persib harus kembali menelan pil pahit kalah 4-3 dari PSMS, dalam drama adu penati.
Di tengah pesta kemenangan PSMS, hampir seluruh pemain, ofisial, pengurus dan Bobotoh terpaku di tempatnya.
Pemain Persib merana dalam kesedihan. Suryamin digambarkan terisak-isak di dalam pelukan Yana Rodiana dan Wawan Karnawan. Sementara pemain lainnya, tertunduk lesu di bangku cadangan.
Pelatih PSMS Medan, Parlin Siagian mengakui wajar Persib cukup terpukul dengan kekalahan kedua kalinya dari PSMS Medan. “Wajarlah, dua kali berturut mereka mereka kami kalahkan di final,” kata Parlin.
Begitu kesalnya Persib dengan kekalahan itu. Tiga hari setelah kekalahan dramatis itu, mereka melayangkan surat protes atas kepemimpinan Djafar Umar.
Protes itu mempersoalkan tidak disahkannya gol Robby Darwis pada menit 77.
Namun mengenai gol yang mendapat protes itu, Parlin Siagian tidak mau berkomentar banyak.
“Wasit Djafar Umar tentu lebih tahu, mungkin ada pelanggaran yang dilakukan pemain Persib saat itu,” ujar Parlin. Disebutkan, kunci kemenangan karena dari dulu anak-anak Medan memang punya mental juara, serta kiper legendaris yang ditakuti lawan.
Wasit Djafar Umar membela diri. “Kalau terbukti bersalah, saya bersedia dipecat,” katanya seperti dtulis Majalah Tempo pada 9 Maret 1985.
Mental juara dan kepercayaan diri yang tinggi juga terbukti meruntuhkan PSM Makassar dalam pertandingan Grup A Piala Presiden 2018 pada 16 Januari.
PSMS Medan kembali akan bertemu dengan rival abadinya Persib Bandung pada Minggu, 21 Januari di stadion GBLA Bandung. Di hadapan puluhan ribu bobotoh mental juara pemain PSMS Medan kembali diuji. Mampukah PSMS yang kini justru ditangani mantan pelatih Persib Djajang Nurjaman kembali melakoni sejarah lama. Pertandingan final Perserikatan 1985 memang betul-betul monumental dan tak bisa dilupakan. (fp)