Oleh: Dr. Haposan Siallagan, SH, MH.
Bangsa kita pada tanggal 17 April akan melaksanakan sebuah hajatan besar yang menentukan perjalanan bangsa kita ini. Disini kita akan melakukan pemilu serentak yakni pemilu legislatif dan pemilu presiden (pilpres). Harapan kita sebagai sebuah bangsa yang hidup di era disruptif, era eksponensial dan era millenial menginginkan DPRD, DPR RI dan Presiden yang berkualitas yang mampu mempersiapkan masa depan bangsa ini dengan gagasan dan visi agung yang berpihak kepada masyarakat. Tetapi sebelum sampai kesana, apakah bangsa ini sudah menyadari apa makna dan arti penting dari pemilu legislatif dan pilpres? Jika rakyat melihat ini sebagai rutinitas belaka ini akan jadi masalah besar.
Untuk itu, akademisi, aktivis demokrasi, KPU dan unsur-unsur yang paham arti pemilu harus memberikan pendidikan politik (mengedukasi) kepada rakyat apa hakikat pemilu. Pemilu tujuannya adalah untuk memilih wakil rakyat dan pemimpin yang berkualitas menurut aturan yang telah ditetapkan untuk melayani masyarakat melalui layanan publik dan layanan pembangunan. Untuk itu, kesepahaman mengenai pemilu 2019 sangat penting. Untuk itu, masyarakat sebagai pemilik kedaulatan harus paham betul untuk apa ikut dia mencoblos. Ingat, pilihan yang cerdas lahir ketika masyarakat cerdas menginterpretasikan pemilu itu dengan baik. Untuk itu, ujaran kebencian, ujaran yang menyindir harus dihindari sedini mungkin.
Kita ingin membangun politik yang beradab, bermartabat, dan punya etika sehingga hajatan pemilu 2019 tidak hanya rutinitas, tetapi mampu melahirkan DPR dan Presiden dan Wapres yang bisa jadi "problem solving" bagi bangsa ini. Jika kita lihat saat ini bangsa kita sedang bergumul dengan banyak persoalan. Adapun pergumulan itu adalah:
Pertama, masalah korupsi masih jadi persoalan bagi bangsa ini. Banyaknya hakim, kepala daerah, bahkan sekelas menteri terlibat korupsi merupakan masalah yang sangat memalukan. Bayangkan orang-orang yang menerima gaji dari negara dengan jumlah yang cukup besar masih mau menerima suap, sogok untuk memperkaya diri. Ini adalah masalah mendasar bagi bangsa ini. Tidak ada gunanya kita bicara visi Indonesia masa depan jika akar masalah bangsa yaitu korupsi tidak bisa dihentikan. Kita harapkan Produk pemilu 2019 ini bukan manusia bermental korup. Kemajuan sebuah bangsa sangat tergantung kepada sejauh mana bangsa tersebut mau menghindari korupsi sebagai sebuah kejahatan yang sangat besar.
Kedua, masalah intoleransi masih jadi momok yang sangat menakutkan bangsa ini. Dimana-mana gerakan-gerakan intoleran atas dasar fanatisme berlebihan masih terus jadi pergumulan kita. Semboyan "bhinneka tunggal ika", wawasan nusantara seolah-olah tidak mampu menjawab masalah intoleransi. Dimana-mana banyak gerakan-gerakan menutup rumah ibadah. Sementara UUD 1945 memberikan kebebasan untuk menjalankan ibadah dan sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Untuk itu, kita harapkan produk pemilu 2019 adalah pemimpin yang punya strategi hebat dalam mengatasi gerakan intoleransi yang sangat meresahkan bangsa .
Ketiga, kita saat ini menghadapi sebuah era yang sangat maju. Globalisasi ekonomi seperti MEA, era revolusi 4.0 adalah sebuah era yang menuntut inovasi dan kreativitas tinggi. Tidak ada bangsa yang bisa maju jika etos kerja, disiplin ketat, dan sistem pendidikan bangsanya tidak maju. Harapan kita, produk pemilu 2019 adalah orang-orang yang mampu melihat kondisi jaman dan mampu melakukan adaptasi yang tinggi. Saat ini posisi bangsa kita masih jauh dari harapan negara maju. Bentangan angka-angka yang dipaparkan pemerintah memang sudah lumayan, tetapi itu harus kita tingkatkan lebih baik lagi ke depan.
Untuk itu, dengan melihat realitas bangsa, maka semua masyarakat Indonesia harus paham untuk apa pemilu itu, tanpa pemahaman pemilu yang baik dan benar maka hasilnya akan menghasilkan DPR yang korup. Sementara kita butuh DPR yang visioner, progresif, punya kompetensi intelektual yang bagus, dan mampu beradatasi dengan perkembangan teknologi mutahir. Jelasnya lagi, kalau negara ini mau maju secara kelembagaan, apakah lembaga DPR, DPRD dan Presiden maka masyarakat harus selekstif dalam memilih calonnya nantinya. Hindari politik identitas yang mengedepankan SARA karena ini adalah sebuah kemunduran yang sangat besar.
Politik Beradab
Kita setuju, kampanye yang dilakukan adalah kampanye yang membangun, bertarung dengan gagasan, bermain dengan visi, bermain dengan pendidikan politik dan santun dalam mengucapkan kata-kata. Apakah politik Indonesia masih bisa diselamatkan dari kebiadaban yang ia buat sendiri? Harapan selalu ada. Namun, politik itu adalah tata kelola harapan. Kita maju satu langkah untuk mundur setengah langkah. Ada dua hal yang kiranya bisa dilakukan. Saya sangat setuju dengan apa yang dikatakan oleh Reza A.A Wattimena untuk membangun politik yang beradab, seperti:
Pertama, kita perlu terus bersikap kritis pada penjajahan ruang publik yang dilakukan oleh agama dan ekonomi. Ruang publik demokratis adalah ruang publik untuk semua pihak, baik kalangan yang beragama, ataupun tidak. Ia adalah ruang terbuka, tempat berbagai pembicaraan tentang masalah hidup bersama dilakukan, tanpa rasa takut. Sikap kritis ini perlu dikembangkan di berbagai jenjang pendidikan, baik di dalam keluarga, maupun di dalam berbagai tingkat institusi pendidikan.
Kedua, kita perlu mengembangkan sikap keadaban publik sejalan dengan kesalehan pribadi. Orang bisa tetap saleh secara pribadi, dan kesalehan itu tercermin di dalam perilakunya di ranah umum, seperti jalan raya, maupun panggung politik. Inti dasar dari kesalehan adalah kebijaksanaan dan keterbukaan. Orang semacam ini jauh dari kebencian dan rasa iri, serta siap untuk hidup bersama di dalam kemajemukan.
Selama sikap kritis terawat, maka sikap beradab masih dalam jangkauan harapan. Selama kesalehan pribadi menyebar keluar ke dalam kehidupan bersama, maka politik yang beradab masih bisa diwujudkan. Indonesia, terutama Jakarta, kini dalam pertaruhan. Apakah ia akan jatuh ke dalam ketakutan dan kebiadaban, atau maju menyongsong keterbukaan, demokrasi, keadilan dan kemakmuran (public news).
Penutup
Kita akan melaksanakan pemilu 2019. Harapan kita semua sama berjalan dengan aman dan lancar dan penuh dengan kasih dan damai. Harapan itu bisa terwujud jika semua masyarakat menahan diri (khusussnya) masyarakat agar tidak membuat kegaduhan di media sosial (FB, Twitter, Instagram, dan lain-lain). Artinya, postingan yang membangun, saling menghargai, dan penuh dengan cinta setidaknya membuat masyarakat kita dewasa. Kita boleh berbeda pendapat dan pilihan, tetapi tujuan kita tetap sama, yaitu lahirnya DPRD, DPR, Presiden yang bisa menyelesaikan masalah bangsa. Siapapun orangnya kita tidak peduli. Yang penting tulus, jujur, toleran, punya integritas. Dengan demikian, pemaknaan kita mengenai pemilu sudah berjalan dengan baik dan benar. Semoga!!!!!***
Penulis adalah Pelaksana Rektor UHN Pematangsiantar/ Alumni S3 USU Medan.