Oleh: Didik Sastra.
Karo, (Analisa). Gunung Sibayak yang memiliki ketinggian 2.172 meter dari permukaan laut, merupakan gunung berapi aktif, meletus terakhir 1881 membuat permukaan gunung tidak rata. Panorama di puncak cukup indah karena dikelilingi hutan, gunung ini sejak dahulu dan kini menjadi objek wisata andalan di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.
Bagi suku Karo, Gunung Sibayak di sebut gunung raja, banyak cerita yang melegenda diceritakan dari mulut ke mulut, yang diceritakan orangtua kepada anaknya tentang Gunung Sibayak. Masyarakat Karo mempercayai cerita itu, kini cerita itu jadi salah satu daya tarik wisatawan lokal hingga mancanegara.
Bukan hanya panorama yang indah disajikan alam pegunungan, dan merasakan pemandian air panasnya serta melihat matahari terbenam, namun cerita yang melegenda menjadi daya tarik bagi wisatawan ke Karo untuk sekedar melihat dan menikmati keindahan alam ketika berada di puncak, ungkap Winy br Pelawi kepada Analisa.
Diceritakan sesepuh M Surbakti, warga Semangat Gunung, cerita Sibayak cukup melegenda di telinga masyarakat sekitar Berastagi, terutama masyarakat Desa Daulu Kecamatan Berastagi dan Desa Semangat Gunung Kecamatan Merdeka.
Menurutnya, di Gunung Sibayak terdapat wilayah yang disakralkan warga sekitar, masyarakat Karo di sekitar gunung menyebutnya Deleng Pertekteken, wilayah ini dianggap tempat suci dan bersemayamnya seseorang yang memiliki ilmu pengobatan cukup tinggi pada masanya.
Masyarakat Karo menyebutnya, “guru pertawar remai”. Diceritakan guru ini cukup mahir dalam pengobatan sehingga orang yang sekarat bisa disembuhkan, karena itu, dia terkenal sampai Aceh dan wilayah Medan sekitarnya. Singkat cerita, guru pertawar remai pernah melakukan sumpah dan meletakan seluruh ilmu yang dimilikinya, karena lupa mengobati kedua anak gadisnya bernama Tandang Suasa dan Tanda Kumerlang yang meninggal dunia karena sakit.
Paling mengecewakannya, jasad kedua anak gadis kesayangannya juga tidak ditemukannya, sehingga guru pertawar remai mengutuk diri sendiri, menganggap ilmu yang dimiliknya tidak berguna lagi karena orang lain bisa diobati, sementara anaknya sendiri tidak.
Karena marah dan kesal pada diri sendiri, guru membuang seluruh ilmu yang dimiliki. Dalam sumpahnya, yang penuh rasa penyesalan karena melupakan kedua anaknya, dia tidak akan pergunakan ilmu kesaktian dan pengobatan untuk dimanfaatkan kepada orang lain. Lokasi itu kini disebut Deleng Pertekteken, menurut cerita masyarakat sekitar gunung dampak ilmu yang dibuang guru di lokasi itu, membuat apa saja yang melintasi Lau Sibiangsa akan jatuh ke tanah.
Sampai saat ini, masih banyak masyarakat meyakini cerita itu. Hingga kini sebagian masyarakat sekitar masih melaksanakan upacara di lokasi itu, dan pemberian sesajian seperti memasuki bulan Suro atau Muharam.
Erwin Sinaga, salah satu pegiat wisata dan guide profesional mengungkapkan, Gunung Sibayak memang cukup indah panoramanya, di balik keindahan terdapat cerita rakyat yang cukup fenomenal. Begitu fenomenalnya perihal kejadian tersesatnya dan hilangnya wisatawan ketika mendaki Gunung Sibayak, sampai jatuhnya pesawat saat melintasi lokasi Pertektekan dikaitkan dengan cerita itu.
“Bagi saya itukan cerita bisa benar dan tidak, yang pasti sebagai manusia kita harus menghargai adat istiadat diwariskan leluhur dan jangan berprilaku takabur. Sebab prilaku takabur bisa membawa bencana bagi kita,” katanya.
Petugas informasi center touris Rijal Ritonga kepada Analisa mengatakan, memang cerita tentang Sibayak ada benarnya, namun terserah individu yang menilainya. Kasus wisatawan mancanegara yang hilang raib, yakni dua orang professor asal Amerika Serikat, namanya tidak diketahui, hilang pada 1983 di sekitar Gunung Sibayak, dan hingga kini kedua orang itu tidak ditemukan. Dua orang bersaudara asal Jerman, Hans Eichorn dan Christina Eichorn hilang di Gunung Sibayak 1997, hingga saat ini juga keduanya masih belum berhasil ditemukan menjadi pertanyaan tersendiri.
“Logika kita, mereka tidak ditemukan mungkin tersesat dan pulang ke negaranya masing-masing. Namun bagi kita karena mereka melapor untuk naik ke gunung dan beberapa hari hilang kontak, saat dicari tidak menemukan tentu, asumsi kita mereka hilang dan hingga kini masih dianggap hilang,” ujarnya.
Berbagai upaya sudah dilakukan guna mengindetifikasi keberadaan para wisatawan mancanegara yang hilang, namun hasilnya masih nihil. Hilang raib tanpa jejak wisatawan mendaki Gunung Sibayak memang masih menimbulkan pertanyaan.
Terlebih cerita wisatawan di Sibayak yang hilang dan ditemukan dalam kondisi patah tulang paha, betis dan lengan pernah menghebohkan, ini diceritakan Jhon Sander pendaki yang pernah tersesat dan dinyatakan hilang saat naik ke gunung menikmati alam Sibayak.
Warga Amerika Serikat ini, tiga hari hilang pada 19 April 1986. Pasca ditemukan 3 hari berikutnya 22 April 1986, di sekitar Embusen Sigedang jarak satu kilometer sebelah kanan Gunung Sibayak. Kondisi yang harus menahan sakit akibat patah tulang pada pangkal paha, betis, dan lengan.
Pengalamanya menceritakan sesuatu yang tidak logis, dan ceritanya selalu dikaitkan dengan cerita rakyat Karo yang melegenda tentang Gunung Sibayak. Legenda itu kini dan nanti akan tetap jadi cerita, yang menambah daya tarik tersendiri bagi penikmat alam Gunung Sibayak dan mitos bagi suku Karo.