Kakek Tua dan Kendi Ajaib

kakek-tua-dan-kendi-ajaib

Oleh: Eva Sari

SUATU hari hiduplah seorang kakek tua di sebuah desa terpencil di kota. Kakek tua yang rentan bernama Sunaryo. Dia tinggal di sebuah rumah gubung tua. Gubuk yang reyok itu tidak layak untuk di huni, namun apalah daya seorang kakek yang tidak memiliki pekerjan.

Kesehariannya dia hanya mencari kayu di Hutan belantara. Banyak masyarakat sekitar yang kasihan melihatnya, hal ini membuat salah seorang pedagang berniat untuk menolongnya dengan memberikan uang. Namun, kek Sunaryo menolaknya.

Suatu ketika seorang pedagang kendi menghampiri kakek tua itu saat membeli kue di warung. “ Hai kek” sapa pedagang kendi. “ Maukah kamu menolongku, untuk mengam­bilkan aku 10 kayu di hutan?” tawaranku kepadanya

Tanpa berfikir panjang kakek menerima tawaran pedagang kendi tersebut.  “Besok temui aku ya kek,” ujarku. “Iya pak,” jawab kek Sunaryo.

Keesok harinya, kek Sunaryo pergi ke hutan mencari kayu yang diminta pedagang tersebut.  Ketika, dia mencari kayu terdengar dari kejauhan ada raungan seekor harimau yang lapar. Tiba-tiba kaki kakek tua itu gemetar tidak karuan. Sementara, kayu yang dia kumpulkan masih delapan kayu, dia masih membutuhkan dua batang kayu lagi. Kakek hanya mendekap di sebuah semak belukar, agar harimau tersebut tidak melihatnya. Ketika, suara itu telah menghilang dia langsung mencari kayu kembali. Setelah itu, dia kembali ke rumah gubuk tersebut. Tidak terasa kini pukul 10.00 WIB, kek Sunaryo pergi ke pasar untuk menemui pedagang kendi tersebut. Pedagang kendi yang memiliki keterbatasan itu, menghampirinya.

“Kek. Sini saya bantu,” ujarnya kepada kakek

“ Tidak usah, saya masih kuat,” nafas yang terengah-engah

Pedagang kendi menghitung kayu yang dibawa oleh kakek, alhasil jumlah kayu sesuai dengan permintaanya.  “Terima kasih banyak ya kek”.

Kek Sunaryo pergi kembali ke rumahnya. Tiba – tiba pedagang kendi mengejarnya. “Kakek... kek..kek..,” panggilnya untuk kakek Sunaryo.

Kakek tua itu tidak mendengarnya, dengan nafas yang terengah-engah dia terus berjalan dengan asyiknya. Pedagang kendi terus berlari dan mengejar si kakek, pada akhirnya dia dapat bertemu dengan kakek. “ Kek, ini ada hadiah untuk kakek,” dengan terbatah –batah. “Apa ini nak?” tanya kepada pedagang kendi. “Kakek buka saja di rumah, jangan buka di jalan ya kek. Itu ucapan terima kasih saya kek,” katanya. “Nak, kakek Ikhlas membantu kamu,” cetus kakek Sunaryo. “ Anggap saja ini hadiah buat kakak” “ Terima Kasih ya nak, kamu tidak singgah ke rumah kakek?”. “Tidak kek, saya ingin pulang”. “Hati-hati nak”. Pedagang itu hanya memberikan senyuman manis kepada kakek.

Hadiah yang diberikan itu masih berbalut kain putih bersih, tidak tau apa isi dibalik kain putih itu dan kek Sunaryo tetap memegang teguh amanah dari pedagang kendi untuk membuka hadiahnya di rumah. Sesampai di rumah kakek itu langsung membuka hadianya, terlihat sebuah cahaya memancarkan ke arah kakek Sunaryo, dan ternyata hadiah tersebut adalah sebuah kendi kecil yang berwarna kuning keemasan. Kakek tua rentan itu hanyalah seorang tabib di desa tanpa bayaran, hatinya yang begitu mulia dan suka menolong sesamanya bahkan dia pun suka menolong binatang- binatang yang terluka di hutan. Rasa syukur tiada henti – hentinya. Senja mulai menyapanya, kendi yang dia dapat disimpan dengan maksud untuk tempat obat, ketika ada yang membutuhkannya. Kakek berbaring sejenak untuk merenggangkan otot – ototnya yang telah bekerja keras mengangkat kayu, rasa lelah yang semakin terasa hingga dia tertidur lelap.

Seiring berjalannya waktu tidak terasa fajar pun tiba, kakek tua renta bergegas untuk pergi ke hutan mencari kayu untuk di dapur. Suatu ketika, tanpa sengaja terdengar suara rintihan seorang gadis kecil. Namun, rasa tidak percayanya menghampiri dirinya. “Ah, tidak mungkin di hutan seperti ini ada anak kecil”. Batin kakek tersebut. Bulu-bulu roma pun mulai berdiri. Sebab, selama dia ke hutan belum pernah ada anak kecil yang berani ke hutan ini. Suara rintihan semangkin terdengar jelas, seperti tidak jauh dari dia mencari kayu, dengan sejenak dia berdiri dan mendengarkan suaranya. Ketika dia mencari tahu asal suara rintihan itu, dia menemukan darah yang berserakan di daun- daun, kecurigaannya semakin yakin bahwa itu anak yang tersesat.

Dia pun mengikuti jejak darah, darah tersebut ternyata terhenti di sebuah pohon yang sangat besar. Pohon tua dengan batang yang sangat lebar, dengan daun – daun yang begitu rimbun. Suara rintihan juga berhenti pada tempat yang sama. Alhasil, rasa penasaran pun terjawab, suara rintihan itu berasal dari seorang gadis cantik yang terluka kakinya. Tanpa berfikir panjang kakek langsung memapahnya pulang ke gubuk reoknya. Sambil berjalan, gadis itu terus menangis kesakitan. Wajah yang begitu pucat yang disebabkan oleh jumlah darah yang banyak kelur dari kakinya. Badan mungil gadis itu sampai menggil, kakek sangatlah ketakutan dikala itu. Fikiran buruk menghampirinya.

“Jika, gadis ini mati. Aku adalah orang yang paling berdosa”. Batin kakek itu sambil memandangi wajah gadis cantik tersebut.

Beberapa menit kemudian, mereka sampai di gubuk. Gadis cantik itu di baringkan di atas papan yang hanya beralaskan tikar tuanya. Sementara kakek menyiapkan ramuan untuk membalut luka di kakinya. Ramuan yang dibuat oleh kakek tersebut berasal dari daun – daun di hutan, tidak lama kemudian ramuan untuk luka sudah selesai. Kakek pun segera untuk membalutkannya, kemudian kakek mem­berikan minuman jamu yang dibuat olehnya di dalam kendi. Gadis itu pun minum jamu terse­but. Tiba – tiba gadis itu pingsan dan detak jantungnya semakin lemah. Rasa khawatir itu pun terus melanda kakek, kakek terus memanggil-manggil gadis tersebut. Namun, gadis cantik tidaklah terbangun, pada akhirnya kakek hanya membiarkan dia pingsan. Sembari menunggu dia sadar, kakek duduk di sebelah gadis itu berbaring dan menyelimutinya dengan secarik kain yang rapuh.

Tidak terasa jarum jam telah menunjukkan pukul delapan pagi, anak gadis terluka itu terbangun dan terkejut melihat keadaan gubuk yang reok ini. Mata yang masih berat untuk membukanya. “Aku dima..na.?” terbatah – batah dia ucapkan Tersentrak kakek terbangun. “Kamu sudah sadar nak. Kamu ada di rumah kakek”. “Aku kenapa kek?” tanya gadis itu sambil melihat langit – langit. “ Kamu terluka nak, kamu kakek bawa kesni”

Tiba- tiba gadis itu turun dari tempat tidur dan langsung berdiri. Kakek itu terkejut melihat gadis itu bisa berdiri, pada hal awalnya kaki dia terkoyak hingga lebar. Namun, dengan mudahnya ia berdiri. Kakek, memerintahkan gadis itu duduk dan menunjukkan kakinya yang terluka.

“ Apaan sih?. Batin gadis itu

Telah di temukan sebuah mukjizat bahwa anak gadis tersebut hidup dan kendi yang dimiliki kakek itu di jadikan tempat obat ketika ada yang sakit. Sebab, kendi tersebut yang dapat menyembuhkan luka – luka. Masyarakat pun percaya bahwa kendik kecil yang diberikan oleh pedagang kendi mermiliki khasiat dan ajaib.

()

Baca Juga

Rekomendasi