Lukisan Cafe

lukisan-cafe

Oleh:MH Heikal.

KAFE berasal dari bahasa Prancis (cafe) yang berarti kopi. Dewasa ini kafe bukan lagi sekadar tempat makan-minum atau ngopi belaka. Seiring guliran waktu kafe berubah menjadi tempat asyik untuk nongkrong, diskusi bahkan memadu kasih.

Tak hanya di kota-kota, di desa kafe turut bermunculan satu persatu. Seperti di daerah Deliserdang, dapat kita lihat sekarang ada banyak kafe. Muda-mudi berkunjung ke kafe, menyesap segelas cappuccino atau barangkali sebatang kretek. Perkara ini rupa-rupanya ada pelukis yang amat tertarik mengamati kafe. Hebat­nya lagi, ia tak sekadar melihat dan menik­matinya. Tak sekadar duduk atau ngobrol dengan be­berapa teman belaka. Lebih dari itu, dia mencoba mengabadikan momen tertentu pada sebuah kafe lewat jemari kreatifnya.

Pelukis itu, Andrew Judd. Seorang pria kelahiran Toronto, Kanada pada 1958. Secara akademis Judd menamatkan pen­didikannya di Ontario College of Art pada 1979. Mungkin banyak yang beranggapan, tak ada hal yang menarik dari kafe. Namun tampaknya Judd berupaya mematahkan anggapan itu dengan karya-karyanya.

Kafe sangat mudah ditemukan di mana-mana. Di dalam film-film Hollywood sering kita menyaksikan seting di kafe. Dalam novel The Broker (2018) digambarkan sang tokoh pelarian yang suka mengunjungi kafe. Sebab di dalam kafe manusia menjadi membaur. Tak saling memperhatikan satu sama lain. Orang-orang mencari suasana.

Karenanya tak perlu heran bila harga makanan di kafe itu mahal. Mengapa? Karena tempat dan suasana yang disediakan begitu indah. Dengan kata lain, ada orang-orang yang pergi ke kafe untuk “membeli” suasana. Cukup sering kita lihat adegan lelaki menyatakan cinta atau melamar kekasihnya di sebuah kafe.

Hal-hal menarik seperti itulah yang dilukiskan Andrew Judd. Dalam lukisan Kafe Jelinek, misalnya. Kafe yang terletak di Wina, Austria merupakan tempat yang indah dan intim, begitu Judd menje­laskannya. Suasana dalam kafe ini membuat kita rasanya ingin memesan kopi atau anggur. Latar dindingnya yang berwarna oranye digantuni bingkai-bingkai foto menciptakan kesan kuno. Selain itu, menurut Judd makanan di kafe Jelinek ini juga lezat.

Beda lagi dengan Kafe Bendl, sebuah kafe kecil yang terletak di belakang Balai Kota Wina. Tempat ini penuh dengan karakter dan sejarah. Terlebih saat malam hari, suasana historis akan sangat terasa. Sampai-sampai Judd melukiskan kafe ini juga dalam kondisi malam hari.

Di Wina memang ada begitu banyak kafe. Ada pula Kafe Westend, yang berada tepat di sebelah stasiun kereta Westbanhof. Kafe ini menjadi tempat favorit bagi para peng­guna kereta. Sebuah tempat yang nyaman untuk beristirahat dari sebuah perjalanan panjang. Kafe ini senantiasa dipadati oleh pengunjung. Karena itu, cukup sulit untuk mendapat tempat duduk di kafe ini.

Satu keunikan lain di Kafe Hawelka, yakni kita selalu menemukan pemiliknya berada di sana. Biasanya Mr Hawelka akan duduk di sudut, di bawah lampu sambil membaca Koran. Suasana yang tak begitu terang memang menambah kesan syahdu pada sebuah kafe. Di kafenya, Hawelka mengatur pencahayaan dengan cermat.

Kafe demi kafe yang dikunjungi Judd memiliki sisi menarik masing-masing. Sebagai seorang seniman, ia menggunakan daya kreatifnya untuk menorehkan itu semua di kanvas. Sekilas perbuatan seperti ini memang tampak sepele. Namun bila didalami, kita sadari bahwa orang-orang yang pergi ke kafe sering meluputkan hal-hal menarik tersebut. Inilah yang coba diabadikan Andrew Judd lewat lukisannya.

Lukisan-lukisan bertema kafe ini sudah dibukukan Judd dengan judul, The Painted Kafe. Buku tipis 52 halaman ini terbit cetakan ketiga pada 2007. Awalnya Judd tak menduga bisa menulis buku tentang kafe-kafe tersebut. Ketika dia mencoba hasilnya tak mengecewakan.

()

Baca Juga

Rekomendasi