Pariwisata untuk Pertanian Danau Toba

pariwisata-untuk-pertanian-danau-toba

Oleh: Adol Frian Rumaijuk.

Pembangunan The Caldera Re­sort telah dinyatakan dimulai, sejak grounbreaking di The Kaldera Toba Nomadic Escape, 14 Oktober 2019, yang dihadiri  tiga menteri Menteri Pariwisata Arief Yahya, Men­ko­ma­ritim Luhut Binsar Pandjaitan, Men­teri Perhubungan Bu­dikarya Su­madi. Ada harapan ba­ru bagi dunia pertanian yang dige­luti oleh ma­syarakat sekitar. Demi­kian janji yang dilontarkan Menko Luhut B Pan­djaitan dalam sambutan dan ara­hannya kala itu.

Infrastruktur pariwisata yang akan berdiri di kawasan yang dike­lola Badan Pelaksana Otorita Ka­wasan Pariwisata Danau Toba (BP­ODT) itu, diharapkan menyerap pro­duk pertanian kawasan sekitar. Men­ko Luhut pada kesempatan itu juga mengatakan hal tersebut di hadapan para investor yaitu  Ilham Panjaitan dari PT Agung Concern, Wiraseno, PT ARCS House, Cris­tian Sentosa, PT Cristal Land De­pelop­ment, Er­win Hutabarat, PT Gamaland Toba Properti, Dewi Subwanto, PT Indah Toba Mas, Junaidi, dan PT Heritage.

Peluang dan harapan bagi masa depan pertanian kawasan danau Toba tersebut semakin besar, ketika Jend TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan kembali masuk dalam susunan Ka­binet Indonesia Maju dengan Jabatan Menko Bidang Kemaritiman dan In­vestasi yang telah dilantik dan diku­kuhkan oleh Presiden Joko Widodo pekan lalu.

Letak geografis lahan pertanian ka­­­wasan Danau Toba menjadi pe­luang utama bagi pertanian di masa yang akan datang. Bahkan, sesuai 'action plan' Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut pada tahun 2017 lalu, kawasan ini telah ditetap­kan sebagai kawasan tanaman pa­ngan dan hortikultura yakni padi, ja­gung, ubi kayu, bawang merah dan jeruk.

Penetapan kebijakan tersebut, ha­rus disambut dan dimanfaatkan pe­me­rintah daerah kabupaten yang ada di kawasan Danau Toba. Tujuh kabu­paten yang mencakup kawasan di­mak­sud juga telah diklasifikasikan komoditas unggulan yang akan di­kem­bangkan. Kawasan tanaman pa­ngan mencakup Tapanuli Utara de­ngan komoditas padi, Simalungun de­ngan komoditas padi, Dairi de­ngan komoditas jagung, Toba Sa­mosir dengan komoditas padi dan ubi kayu, Samosir dengan komoditas ba­wang merah dan ubi kayu, serta Ka­bupaten Humbang Hasundutan de­ngan komoditas padi. Kabupaten Karo sebagai kawasan tanaman hor­ti­­kultura dengan komoditas jeruk.

Data Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut tahun 2015 yang dimuat di medanbisnisdaily.com, Si­malungun menghasilkan 593.390 ton atau sekitar 14,67% dari total pro­duksi padi sebanyak 4,04 juta ton. Tapanuli Utara berada di pering­kat sembilan dengan produksi 134.322 ton, Karo peringkat 11 de­ngan pro­duksi sebanyak 127.534 ton, Toba Samosir yang diperingkat 12 bisa menghasilkan 117.350 ton, dan Dairi di peringkat 14 dengan pro­duksi 116.086 ton. Humbang Hasundutan di peringkat 18 dengan produksi se­banyak 88.178 ton dan Samosir seba­nyak 43.336 ton berada di peringkat 21 dari 33 kabupaten/kota di Sumut.

Untuk jagung masih data tahun 2015, produksi tertinggi dipegang oleh Karo sebanyak 553.208 ton atau 36,4% dari total produksi se­ba­nyak 1,51 juta ton. Diikuti Sima­lungun sebanyak 381.685 ton dan Dairi di posisi tiga dengan produksi sebanyak 259.033 ton. Tapanuli Utara mem­produksi 18.030 ton (peringkat 6), Toba Samosir seba­nyak 11.189 ton (peringkat 8), Samo­sir sebanyak 7.008 ton (pering­kat 11) dan Hum­bang Hasundutan sebanyak 2.525 ton (peringkat 16).

Untuk ubi kayu, dengan produksi sebanyak 680.653 ton, Simalungun bisa memberikan kontribusi sebesar 42,02% terhadap total 1,61 juta ton yang dihasilkan Sumut. Lalu Tapa­nuli Utara sebanyak 36.703 ton (pe­ringkat 4), Toba Samosir seba­nyak 33.963 ton (peringkat 5), Hum­bang Hasundutan sebanyak 13.019 ton (pe­ringkat 10), Dairi 9.304 ton (pe­ringkat 14) dan Samosir seba­nyak 6.645 ton (peringkat 16). Se­dang­kan Karo, produksinya hanya 86 ton dan berada di peringkat 31.

Selain ketiga komoditas itu, pro­duksi bawang merah dari total 9.971 ton produksi di tahun 2015, sebanyak 9.787 ton atau 98,15% dihasilkan tujuh kabupaten itu. Dairi merupakan daerah penghasil ter­tinggi yakni 2.592 ton, diikuti Simalungun seba­nyak 2.168 ton, Samosir 1.353 ton, Karo 1.118 ton, Toba Samosir 944 ton, Humbang Hasundutan 880 ton dan Tapanuli Utara menghasilkan 733 ton.

Daerah-daerah ini juga mumpuni dalam pengembangan jeruk yang notabene masuk "keluarga" horti­kultura. Tertinggi tentu saja dihasil­kan Karo, 292.701 ton di tahun 2015. Simalungun sebanyak 109.469 ton dan Dairi sebanyak 52.404 ton. Ta­pa­nuli Utara menghasilkan 10.079 ton (peringkat 4), Humbang Hasun­dutan sebanyak 1.113 ton (peringkat 8), Toba Samosir seba­nyak 584,3 ton (peringkat 9), dan Samosir peng­hasil terkecil dengan 25,5 ton.

Potensi yang begitu besar untuk men­dukung program pengem­ba­ngan kawasan pariwisata oleh ma­sya­rakat sekitar cukup mumpuni. Kondisi saat ini dipadu dengan riset dan peman­faatan teknologi muta­khir saat ini tentu akan mampu me­lakukan pro­duksi untuk menyuplai bahan pangan untuk perhotelan dan restoran sektor pertanian.

Tidak heran negara-negara te­tang­ga mampu menciptakan brand untuk produk pertaniannya. Campur tangan pemerintah dan kemauan dari ma­syarakat untuk bekerjasama mem­­bangun sebuah program pe­ng­em­­­bangan pertanian, adalah kunci­nya.

Luhut B Pandjaitan pada groun­breaking di The Kaldera Toba No­madic Escape menyatakan, peme­rin­tah menekankan kepada para in­vestor untuk memanfaatkan pro­duk pertanian lokal. Petani di kawa­san pengembangan wisata adalah po­tensi yang harus diman­faatkan dan dikembangkan. “Bila penting kita buat­lah nanti ceritanya, bagai­mana supaya produk pertanian di sini jadi perhatian dunia,” ujar Luhut kala itu.

Dengan kata lain, ada harapan yang akan menjadi kenyataan dengan dipilihnya kembali Luhut B Pandjai­tan menjadi Menteri Kor­dinatir Ke­maritiman dan Investasi. Ren­cana pembangunan yang telah terprogram sebelumnya akan ber­lanjut. Hanya saja, bagaimana ma­syarakat tetap me­ngkawal dan mem­berikan duku­ngan kepada pe­me­rintah melalui ke­menterian terkait khususnya untuk pengembangan pari­wisata di Danau Toba.

Tentu, masyarakat kawasan Da­nau Toba khususnya di sentral-sen­tral pengembangan pariwisata juga menginginkan pembangunan yang berkelanjutan. Transparansi dan so­sialisasi yang tuntas menjadi harapan untuk memberikan gam­baran secara menyeluruh dan detail tentang tujuan pengembangan ka­wa­san pariwisata tersebut. Bagai­ma­na tidak? Jika pe­me­rintah tidak melakukan sosialisasi secara me­nye­luruh dengan bahasa yang dapat dipahami masyarakat, ma­ka bisa saja informasi yang dite­rima masyarakat lewat pihak lain akan berbeda. Untuk itu, masyarakat harus memperoleh informasi yang utuh dari pemerintah dan pemerintah harus selalu hadir untuk pertama kali. Sehingga opini diluar rencana pemerintah tidak berkembang di tengah masyarakat.

Masyarakat di kawasan Danau Toba secara umum tentu merasakan adanya pergerakan pembangunan yang disertai dengan semakin ber­geloranya dunia pariwisata Da­nau Toba. Hanya saja, bagaimana ma­syarakat menyadari perannya yang begitu penting untuk men­du­kung dan menopang program ini tanpa ha­rus adanya perubahan yang me­rusak tatanan kehidupan yang sudah berjalan selama ini. Bertani.

Tentu sektor pertanian sangat di­butuhkan dalam pengembangan pari­wisata. Kegiatan pertanian dan peter­nakan yang dilakukan masya­ra­kat selama ini, tidak harus diting­galkan, melainkan harus dikem­ba­ngkan. De­ngan harapan apa yang disampaikan dan digambarkan Lubut B Pandjai­tan, akan menjadi kenyataan. Pro­duksi pertanian ka­wa­san Danau Toba untuk memenuhi kebutuhan pangan di perhotelan dan restoran serta sektor lain.

Agrowisata

Selain bertujuan untuk meng­ha­silkan produk pangan, sektor perta­nian kini juga dimanfaatkan sebagai bagian dari dunia pariwisata. Dikenal dengan agrowisata. Untuk menuju ke saja, tentu tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba. Harus dilakukan de­ngan perencanaan dan, pengemba­ngan.

Perkembangan pariwisata di suatu tempat, tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses. Proses itu dapat terjadi secara cepat atau­ lambat, tergantung dari berbagai faktor eksternal (dinamika pasar, situasi politik, ekonomi makro) dan faktor eksternal di tempat yang ber­sangkutan, kreatifitas dalam mengo­lah aset yang dimiliki, dukungan pe­me­rintah dan masyarakat (Guna­wan, 1999).

Agrowisata atau agritourism telah berhasil dikembangkan di Switzer­land, Selandia Baru, Australia, dan Austria. Sedangkan di USA baru ta­hap per­mu­laan dan baru dikem­bangkan di Cali­fornia.

Pengembangan agritourism me­ru­pakan kombinasi antara pertanian dan dunia wisata untuk liburan di desa. Atraksi dari agritourism adalah penga­laman bertani dan menikmati produk ke­bun bersama dengan jasa yang disediakan.

Umumnya, kegiatan agritourism suatu daerah tidak akan menjadi kom­petitor daerah lainya, sebab masing-masing daerah memiliki cara pertanian tersendiri. Keberadaan ini yang harus menjadi perhatian ma­syarakat dan pemerintah kawasan Da­nau Toba. Mengenali kawasan masing-masing dan bersama-sama melakukan perencanaan pembangu­nan. Kalaupun kita harus berkiblat kepada pembangunan wisata di Bali, seperti diberitakan idntimescom November 2018, ada 10 daerah agro­wisata di Bali. Disebut 1) Bagus Ag­ro Pelaga, merupakan salah satu agrowisata terlengkap di Bali, bah­kan pengunjung bisa menginap di villa yang ada di area tersebut. Ada juga restauran, supermarket dan tem­pat bermain anak. 2) Bali Pulina, ti­dak jauh dari Tegalalang yang ter­ke­nal indahnya persawaan, dibangun sebuah kawasan tempat surganya pecinta kopi. Bagi pecinta kopi dan cokelat. Wisatawan bisa tahu proses pembuatan kopi luak. Bukan hanya kopi, cokelat dan tanaman herbal pun ada di sini. 3) Bali Fruit Garden. 4) Basanta Agro Organic. 5) The Sila's Agrotourism. 6) Desa Wisata Sibetan. 7) Bali Strawberry Farm & Restaurant. 8) Hatten Wines Vine­yards. 9) Big Tree Farms Bamboo Chocolate Factory. 10) Ladang Rum­put Laut di Nusa Lembongan.

Sepuluh daerah agrowisata terse­but menunjukkan ciri dan kekhu­su­san masing-masing. Demikian hal­nya saat penulis ke Gelobal Geopark Network Gunung Rinjani pada Agustus 2019 yang lalu. Salah satu agrowisata yang ditemukan dengan mudah disana, yaitu kebun stra­w­berry. Pengakuan petani sekaligus yang menjajakan strawberry di lokasi bertepatan dengan pinggir jalan di Desa Sembalun, Lombok Timur ter­sebut pemerintah memberikan perha­tian kepada pihaknya yang mau mengembangkan strawberry. Kare­na sebelumnya sudah ditinggalkan warga dan membudidayakan bawang putih. Kawasan ini menjadi tempat berburu strawberry saat berkunjung ke gunung Rinjani. Petani yang mengusahai kebun strawberry merasakan manfaat dan dampaknya secara ekonomi.

Bagaimana dengan kawasan Danau Toba, yang memiliki kawasan Brastagi, Karo dengan buah dan sayurannya, Hum­bahas dengan kopi, Tapanuli Utara dengan sayuran, dan yang lainnya? Ka­wasan danau Toba memiliki banyak kekayaan hayati. Seperti telah dilakukan dr Ria Novida Telaumbanua dengan berbagai upaya mendata anggrek toba, Marandus Sirait dengan pengelolaan Taman Eden 100. Danau Toba juga me­miliki beberapa hayati endemik, ada andaliman, kemeyaan dan yang lainnya.

Penutup

Kerjasama masyarakat dan dukungan pemerintah akan mendorong kemajuan bagi kawasan Danau Toba. Tidak terle­pas dari kemauan kita bersama. Kini Danau Toba sudah menjadi bagian dari GGN Unesco, saatnya masyarakat ter­ang­kat kehidupannya secara ekonomi, sosial dan lestarinya budaya dan ling­kungan Danau Toba. Semoga. ***

Penulis adalah warga kota Medan, alumnus Magister Managemen Agribisnis Universitas Darma Agung.

()

Baca Juga

Rekomendasi