
Oleh: Wardika Aryandi.
RAMBUTAN merupakan tanaman endemik Kota Binjai yang dibudidayakan sejak 1940-an. Saat ini, populasi rambutan di Kota Binjai berkisar 50.000 hingga 60.000 batang.
Seturut perkembangan teknologi dan inovasi di sektor pertanian, popularitas rambutan mulai tergerus oleh produk hortikultura unggulan lainnya.
Tak ayal, ikon kota rambutan yang sudah lama melekat pada Binjai, terkesan memudar digeser oleh jambu air deli hijau dan jambu air deli kesuma merah atau yang lebih dikenal sebagai jambu madu.
Benarkah telah terjadi perubahan ikon atau brand Kota Binjai, dari kota rambutan menjadi jambu?
Menyikapi hal tersebut, Walikota Binjai, H Muhammad Idaham, menyampaikan pandangannya. Menurut pria 54 tahun itu, Binjai masih tetap sebagai kota rambutan. Dia menepis anggapan adanya pergeseran ikon dari rambutan menjadi jambu.
"Saya tegaskan, Binjai masih tetap kota rambutan. Sebab rambutan memang ikonnya Kota Binjai," ujar Idaham, yang ditemui Analisa di Balai Kota Binjai, Kamis (28/11) siang.
Diakuinya, rambutan masih merupakan produk hortikultura unggulan utama Kota Binjai yang masih eksis. Hampir tidak ada kawasan pemukiman di Kota Binjai yang tidak ditumbuhi tanaman ini.
Meski demikian, rambutan bukan satu-satunya komoditas holtikultura yang kini intensif dibudidayakan oleh mayoritas petani dan penangkar tanaman buah di Kota Binjai.
Namun karena jumlah produksi buah yang terbatas akibat masa panen rambutan yang hanya sekali setahun, menyebabkan buah primadona ini sulit didapat setiap saat.
Berbeda jika dibandingkan dengan komoditas jambu, yang senantiasa hadir di pasar, meski tidak masa puncak panen.
"Keunggulan jambu deli itu, buahnya ada setiap saat. Sebab masa panennya tidak terbatas. Wajar jika banyak orang beranggapan, saat ini jambu deli lebih tren di Kota Binjai ketimbang rambutan," terang Idaham.
Dijelaskannya, semakin mudahnya menemukan buah jambu ketimbang rambutan, pada dasarnya merupakan pencapaian positif Pemko Binjai dalam merealisasikan program peningkatan variasi produk holtikultura.
Tujuan program itu, kata Idaham, untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, sekaligus mendorong masyarakat berwirausaha, khususnya di sektor pertanian holtikultura.
Sebab dia menyadari potensi ekonomi yang akan didapat masyarakat cukup besar dari pengembangan sektor pertanian holtikutura, meskipun Binjai bukan kota pertanian.
Pendapatan
"Hadirnya jambu deli, tentunya akan memberikan income (pendapatan) lebih besar bagi masyarakat. Sebab tidak mungkin masyarakat hanya bergantung pada rambutan, yang musim berbuahnya hanya sekali setahun," ujarnya. Di sisi lain Idaham menyebut, keterbatasan areal tanam akibat peningkatan alih fungsi lahan dan perubahan pola tanam rambutan dari tanaman kebun menjadi tanaman pekarangan, juga nenicu penurunan populasi dan produktivitas.
Tidak mengherankan, jika saat ini cukup sulit ditemukan lahan tanam rambutan yang cukup luas di Binjai. Berbeda dengan tanaman jambu yang dapat dibudidayakan pada lahan sempit.
"Keunggulan lain jambu deli, tanaman ini dapat ditanam dalam polybag. Masa berbuahnya juga cepat dan teratur. Sehingga banyak orang beranggapan, jambu itu lebih menguntungkan ketimbang rambutan," jelasnya.
Padahal menurutnya, antara rambutan dan jambu memiliki nilai ekonomis yang relatif sama. Hal ini mengingat, ongkos perawatan tanaman rambutan lebih rendah jika dibandingkan tanaman jambu. Dia menyatakan, upaya pelestarian tanaman rambutan varietas Binjai sudah dilakukan jauh-jauh hari. Hal ini dibuktikan dengan tetap terpeliharanya kebun induk perbenihan satu-satunya di Indonesia dan penyediaan mata tunas rambutan.
Sebaliknya, untuk mendongkrak populasi rambutan, Pemko Binjai melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, menggratiskan bibit dan mata tunas rambutan bagi para petani dan penangkar lokal.
Program ini didukung oleh intensifikasi kegiatan penanaman bibit rambutan di areal pekarangan, demi menjamin produksi buah rambutan stabil setiap tahun.
Selain itu pula, Pemko Binjai saat ini berupaya merealisasikan program kerjasama pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kelurahan Mencirim, Kecamatan Binjai Timur, dengan menggandeng investor Korsel.
Salah satu sasaran yang ingin dicapai atas program itu ialah pemanfaatan sebagian lahan TPA yang telah diregenerasi sebagai lokasi pengembanganan sektor agrowisata, khususnya tanaman rambutan.
"Intinya, meski saat ini produk holtikultura Kota Binjai semakin variatif, namun kita tetap berupaya agar ikon rambutan yang sudah melekat pada Kota Binjai tidak lekang ditelan waktu," seru Idaham. (*)