PUISI TANPA KATA (I)

puisi-tanpa-kata-i

PUISI TANPA KATA (I)

Nurhakiki Sonia

Di jalan setapak itu, aku dan kau tak pernah tau akan pertemuan itu.

tatapan mata indahmu, menyejukkan jiwa seperti tanah yang basah disiram hujan.

sungguh meneduhkan memandang wajahmu, menghapus luka-luka yang sempat mengusik tenangnya jiwa.

namun begitulah, sudah kutinggalkan pertemuan itu pada ilalang dan langit saat senja yang menjemput sang malam.

aku memilih meninggalkan setangkai bunga mimpi yang pernah hadir denganmu.

sebab malam telah mempercepat kelam kisahnya, seekor burung pernah datang berkelebat seakan memberi tahu sebuah jawaban.

HARIHAHT-HTA,  Maret 2019

 

PUISI TANPA KATA (II)

Nurhakiki Sonia

Kau dengarlah suara lautan, mega-mega senja pernah memberitahu bahwa rindu itu terasa hangat.

tidak begitu denganku, rasaku telah tiada. Rinduku telah lama lenyap ke balik kabut yang membungkus fajar.

lewat tikungan waktu, aku bercerita bahwa aku dan kau hanyalah sebatas kisah yang melintas diantara dedaunan tua.

HARIHAHT-HTA,  Maret 2019

 

LUKA DAN KETERASINGAN

Nurhakiki Sonia

Dalam keterasingan, ada yang dibelenggu oleh kecemburuan.

berhari-hari ia tertikam oleh perasaan yang memilukan.

perlahan ia kuatkan, namun hatinya terlanjur patah oleh keterpurukan.

kini ia dimakan oleh detik-detik yang mematikan.

lukanya kian menganga, dengan perih yang tertahankan.

HARIHAHT-HTA,  Maret 2019

 

ELEGI HUJAN SENJA

Nurhakiki Sonia

Debu berlarian, diusir angin dan hujan yang ribut mengacaukan.

sungguh mengenaskan, seperti rindu dan asa yang telah musnah berantakan.

perasaanku telah pudar oleh bimbang dan was-was yang berlebih-lebihan.

kini ia rapuh tanpa pijakan, semakin ragu melangkah.

deru deras hujan menggoyahkan tumpuan, kegelutan dan kegelisahan terlampiaskan.

rintik-rintik hujan menghujam tak beraturan.

perjumpaan hanya sebatas cerita yang terlewatkan.

tak ada genangan-genangan kenangan yang kau lihat saat hujan.

ia berlalu seperti kisah yang tenggelam dalam larutnya lamunan.

HARIHAHT-HTA,  Februari 2019

 

PERGI #1

Hamidah Rohimah

Detik itu jua ia pergi

menjauh dalam aksara lembah

bergemul dengan jiwa yang tak sedarah

 

PERGI #2

Hamidah Rohimah

Mengikuti langkah remang-remang di kedua kotanya lelah memang memahami seluk beluk ceritanya

merelakan sebuah impian hidupnya

 

JEJAK

Hamidah Rohimah

Tak lebih untuk lukanya yang kian lekang

menjelma di raga nestapa

terkutuk sihir yang terucap

hingga jejaknya pun lenyap

seiring kepergian san rembulan

 

IMAJI LUKA

Hamidah Rohimah

Ada dengan imaji luka

terhanyut pada sepoi angin hingga singgasanaya bergemul dengan debu

 

LEPAS PUASA DAN RAYA /1

Iin Prasetyo

Tuhan, benarkah kami kembali seperti bayi?

kala Puasa dan Raya telah pergi

kalau benar begitu, Tuhan, dekaplah kami dari rayu yang menodai

kalau tidak benar begitu, Tuhan, sungguh berat rindu ini menantinya kembali.

piano, 2019/ @pangerandiksi_

 

LEPAS PUASA DAN RAYA /2

Iin Prasetyo

Rindu sudah mulai rayu, lepas puasa dan raya, memuisi narasi tentang masa: yang kala itu aku mesra pada puasa.

Kini, kan kukemas rindu pada sebuah akhir cerita maaf lahir batin atas tak terhingga salah, moga mem­bersih luka nganga.

piano, 2019/ @pangerandiksi_

 

LEPAS PUASA DAN RAYA /3

Iin Prasetyo

Berhari raya ialah awal dari rindu Ramadan yang akan lama terjawabi

akankah kita tetap merindu atau bahkan mengalpakan momen-momen romantis kala lantunan allahumma innaka 'afuwwun karim tuhibbul 'afwafa'fu'anna ya kariim.

entah mengapa Tuhan membuat agenda Ramadan cuma sebulan, heran.

piano, 2019/ @pangerandiksi_

 

LEPAS PUASA DAN RAYA /4

Iin Prasetyo

Entah dengan sengaja atau seketika: telah kulangkaui Ramadan.

rak lagi ada jeritan gempita assholatuttarawih rahimakumullah...

karena semalaman penuh telah diganti gemuruh Allahu akbar walillahildamd.

seminggu, dua minggu, sebulan, akankah aku bisa dengar nada panggilan assholatu khairumminannaum? kutanya pada hatiku, sendiri.

piano, 2019/ @pangerandiksi_

 

GORESAN LUKA DI HATI #1

Ferdinand Simbolon

Setiap kisah memberi makna saat tawa yang dulu kau beri kini berwujud alunan luka yang enggan membuat wajah ini kembali berseri aku terima walau tak tahu harus apa

 

GORESAN LUKA DI HATI #2

Ferdinand Simbolon

Saat mataku kembali terbuka aku seketika ternganga meski hari tampak berwarna hatiku tetap dibalut oleh luka benakku sempat bertanya pada cahaya fajar yang selalu menyapa

tuk menghalau hati penuh gejolak

berharap secerca harapan yang tersimpan menjelma menjadi jawaban

tuk sebuah perasaan

 

DUKA NESTAPA

Ferdinand Simbolon

Hari itu matahari selalu menyinari

sinar terang yang benderang

tak pernah hilang selalu menerjang

namun saat ini itu tidaklah menjadi bukti

atas semua yang telah terjadi

pilu yang menjajaki hati yang penuh warna-warni

 

AMBIGU GURU (1)

Muhammad Tommy L.Tobing

Sela rindu mendua pada wanita berparas embun, dingin, datang merasuk, dan seperti mentari sedang berpeluh dengan kinerjanya atau bahkan sekedar rindu kehangatan tabirnya.

aku sedang rindu pada kerlingan mata batin yang mengadili hakim dengan norma namun ambigu dengan takhta. masih berpijak pada kerinduan batin yang sama pada sang wanita, namun takhtaku dianggap sampah di ujung senja.

Korsas Unimed, 2019

 

AMBIGU GURU (2)

Muhammad Tommy L.Tobing

Menerangi nalar dalam ekonomi tak se-berkilau cahaya ideologi rindu pecandu senja. sendu merasa rindu yang berbisik berisik pada gemercik hujan yang menyerbu ketaksaan makna sang perindu.

dahaga ini menelisik raga yang kehausan rindu nikmatnya kasih. entah kemana rasa rindu itu akan berlabuh. perahu tua berlayar menyibak kisah antarbudaya yang melupa. ombak terasa ambigu tatkala kisah ini berjelaga.

Korsas Unimed, 2019

 

PECUNDANG LUKA

Muhammad Tommy L.Tobing

Senja menutup dikala hari kelam berpagut asa dan nuansa. horizontal menitikberatkan luka sebagai ambisi tak berujung. gugur harapan bercita, terperosok kelam hitamnya bola mata imaji. kesal membahasakan gaya ambisi si pecundang, itulah aku dalam garis takdirku.

Korsas Unimed, 2019

 

BERJAGALAH

Muhammad Tommy L.Tobing

Dalam kemelut hidup duniawi tercipta suatu asa tak bergaris mutlak. aku dan kalian menata harapan palsu tanpa moksa dengan kemelut tabirmabir ketaksaan kata. hiduplah dalam kata, bertakhtalah dalam makna, berjagalah dalam cinta, bercintalah dalam luka, matilah dalam cerita.

Korsas Unimed, 2019

 

TELAGA BISU (1)

Kasih Krishna Waruwu

Kita berdua saling terdiam

melayangkan pikir satu sama lain

menerka-nerka jalan tak lagi sehaluan

kau yang mulai berubah

Bintang KOMPAK, 2019

 

TELAGA BISU (2)

Kasih Krishna Waruwu

Ada sesak meruak memenuhi raga

ingin segera kutepikan segala siksa

masihkah layak kau jadi tepian hati

setelah kau menyalakan api

Bintang KOMPAK, 2019

 

TELAGA BISU (3)

Kasih Krishna Waruwu

Tiba-tiba kau jadi kelu setelah kebusukanmu tersibak pergilah

biarkan aku sendiri menggiring segala luka pada kesunyian

Bintang KOMPAK, 2019

 

MUTIARA YANG KELAM

Kasih Krishna Waruwu

Hanya bisa memandang tanpa bisa menjamah karena tali cinta tak mampu menautkan hati terlampau jauh untuk didekatkan tak mampu hayatku berdiri lima waktu di sampingmu

dan kau untuk berdiri di sisiku

Bintang KOMPAK, 2019

 

MENCARI IBU DI PENGETAHUAN /1/

Radja Sinaga

Ma!

telah kubolak-balik lembaran buku-buku antropologi

tulisan-tulisan mengenai

sejarah yang kebenarannya masih gelap tetapi tak satu pun pengetahuan memberikanku jawaban,

mengapa tubuhmu adalah kehangatan

paling purba yang tak bisa tergantikan.

2019

 

MENCARI IBU DI PENGETAHUAN /2/

Radja Sinaga

Ma!

jika dirimu kini melihatku

terlihat murung selepas membaca

mungkin jika kau masih di rumah,

kau akan membakar buku-bukuku itu

dan kau pangku aku untuk menceritakan

yang tak akan pernah diketahui pengetahuan.

2019

 

MENCARI IBU DI PENGETAHUAN /3/

Radja Sinaga

Ma, janganlah kau bersedih sebab aku ini, anakmu yang selalu gagal memahami segala arti-arti yang lebih rumit dari inskripsi walaupun diriku berulang kali menyelami jawabannya tetap sama ma, sebab takdir lebih getir

membahas pengetahuan yang sebenarnya satir.

2019

 

MENCARI IBU DI PENGETAHUAN /4/

Radja Sinaga

Begitulah Ma!

pengetahuan adalah bola panas juga berbatuan yang cadas bila mana kupakai untuk membahas dirimu yang kerap cemas akan masa depan

hanya ada kehampaan dan semua pun setuju pengetahuan tetap bodoh untuk menjelaskan dirimu.

2019

 

PADA MEI

Novita Sari Purba

Pada Mei; kusemai kerinduan padamu

jiwa-raga yang gundah oleh hunjam-hunjam membara

amarah di dadamu

buncahan geloraku jua

kau

pedih.

perih.

kelam.

pada kelana tak terelak

pitik-titik kata yang kau untai sengaja

P. Bulan, Mei 19

 

MENYAMBUNG BANGKITNYA MATI

Novita Sari Purba

Saat musim hampir tiba di pertengahannya kau tengadah

pada luka-luka nganga yang bereaksi bermassa tinggi dalam ion-ion pilu yang bahkan meraksa ibarat kau yang terbangun paksa dalam panahan nol

kau dalam kelumit palsu sedang aku berdiri pun duduk seolah buta percuma

P. Bulan, Mei 19

 

TENTANG HARI INI

Novita Sari Purba

Apa kabar bayang dalam malam tanpa purnama itu?

kau masih saja memancingnya sedang aku adalah gulita dulu enyah tanpa ada aura kesian di kelopakmu

hanya manusia tak berkaki tak bertangan yang pantas kau suap pun tuntun sedang aku bisa melihat matamu jauh sejauh harapku untuk enyahkan bayangmu dalam netra malam

P. Bulan, Mei 19

 

AKU PERGI

Novita Sari Purba

Ini kita

pernah tertatih melangkah demi secarik kertas pengakuan dan ukiran nama berpangkat yang kita sejajarkan seumpama bintang lalu, lainnya gemuruh seolah kepalsuan dan tatih-tatih yang akan datang tiada pernah lagi di sini esok entah lusa aku (akan) pergi sebab serupa negaramu terpuruk dalam kemerdekaannya aku (juga kau) harus merdeka dari belenggu

P. Bulan, Mei 19

 

LAUTAN RASA

E. Loras

Melangkah aku terhantar sunyi

lautan rasa begitu menggumpal

berusaha menutup semata

dalam  alunan yang menggema

 

TERTEGUN

E. Loras

Gelak hatiku terpingkal-pingkal

menutup rasa retak yang mendera

bertalu padan memintal laksana

waktuku tertegun di ambang semesta

      

MENYEBERANGKAN

E. Loras

Terkenang aku akan wajahmu

duhai sahabatku

menghias di dingding hatiku

merambat di setiap memoriku

 

JARUM WAKTU

E. Loras

Keringat matahari meniduri wajahku

menyeok-nyeok tak pernah lekang

di sepanjang irisan jarum waktu yang mengembang berganti hingga malam menjelang

()

Baca Juga

Rekomendasi