
Oleh: Amirul Khair. SLOGAN '3S' menjadi viral digunakan banyak lembaga dan instansi baik pemerintah maupun swasta yakni, "Senyum, Sapa dan Salam" sebagai bentuk komitmen pelayanan kepada masyarakat. Khusus "S" yang pertama yakni, Senyum mengartikan keramahan terhadap setiap pengunjung atau orang yang sedang berurusan demi pelayanan prima yang semestinya bukan menjadi slogan semata.
Secara psikologis, senyum dapat meruntuhkan keangkuhan, rasa marah dan dendam kesumat seseorang serta merubah semuanya menjadi kesejukan hati yang meluluhlantahkan emosi bahkan menghilangkan dendam membara yang sudah memuncak.
Bahkan dalam pemahaman agama Islam, seorang muslim dianjurkan untuk memberikan senyum yang proporsional dan tidak mengundang syahwat lewat "Sedekah" berwajah manis alias senyum indah tanpa ekspresi cemberut yang kurang layak untuk bersikap.
Hilang
Senyum indah ini terkesan hilang dari wajah Kota Perbaungan yang berada di Kabupaten "Tanah Bertuah Negeri Beradat" Serdang Bedagai (Sergai). Memasuki kabupaten hasil pemekaran dari induknya Deliserdang ini yang dibatasi keberadaan sungai Ular, kita akan disajikan 'Senyum Pahit'.
Kenapa? Meski gerbangnya terbilang berukuran besar, namun kondisinya menyiratkan kekusaman dan kurang mendapatkan perawatan. Selain cat berwana hijau dan kuning yang menjadi ciri khas Sergai, plafon gerbang tersebut bolong layaknya rumah tanpa penghuni.
Taman mini yang membelah Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) sekitar gerbang masuk dari arah Medan itu pun terkesan 'Pucat' karena catnya juga redup termakan sinar mentari yang selalu setia menyapa negeri ini setiap pagi.
Rerumputan yang membalut taman mini tersebut seperti rambut seorang anak yang tak pernah disisir orang tuanya apa lagi dibalur dengan minyak supaya rapi dan klinis layaknya orang yang akan menghadiri acara penting.
Beberapa ratus meter dari gerbang masuk ke Sergai, kita langsung sampai di Kota Perbaungan yang mungkin bila posisinya berada di tengah-tengah, tentu lebih layak menjadi ibukota "Tanah Bertuah Neger Beradat" dibandingkan Seirampah.
Kesan kumuh terlihat di Kota Perbaungan. Keberadaan kawasan jajanan "Sergai Walk" yang menjadi salah satu titik persinggahan pelintas maupun tempat mangkal bagi masyarakat sekitarnya juga kehilangan 'Senyum' indahnya.
Pemandangannya terkesan kurang elok dan menarik hati sebagai tempat mangkal maupun alternatif untuk beristirahat bagi pelintas yang menggunakan transportasi mobil maupun sepeda motor. Beberapa kios yang ada atapnya seperti sengaja dibiarkan tidak diperbaiki dan berhias daun kering dari pepohonan yang membalut kawasan itu ditambah pintu gerbang berwajah kusam sehingga meninggalkan kesan semrawut.
Di depan Sergai Walk berdiri Kantor Camat Perbaungan yang juga berwajah kusam. Sama nasibnya seperti gerbang masuk di perbatasan sungai ular dan taman mini di sekitarnya, cat pagar kantor yang menjadi pusat pelayanan administrasi bagi masyarakat di Kecamatan Perbaungan ini kehilangan senyum dan kecerahannya.
Mungkin harus menunggu kucuran dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dari Pemkab Sergai, atau juga menunggu momentum tertentu seperti, jelang Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaetn Sergai yang selalu diperingati setiap 7 Januari baru akan dipoles kembali.
Padahal suasana hari ini masih berada dalam lngkaran Idulfitri. Mungkin momentum sakral Idulfitri tidak lebih sakral dari momentum HUT Kabupaten Sergai yang selalu meriah dan disambut dengan kemeriahan.
Tak berapa jauh dari persimpangan menuju arah Kecamatan Pantaicermin, konon tenda-tenda yang diproyeksikan menjadi pusat jajanan atau kuliner, sejak bertahun-tahun dibangun tanpa difungsikan dan terpajang menjadi 'Fosil' pembangunan dengan kesan yang juga kumuh.
Melintasi jalan utama Kota Perbaungan yang dibelah Jalinsum pekan lalu, beberapa titik tepiannya digenangi air yang tumpah dari langit. Mungkin disebabkan saluran pembuangannya tertutup dengan semen yang dipermanenkan serta posisinya membentuk lekukan, air menjadi tersumbat untuk mencari jalannya mengalir ke saluran pembuangan yang ada.
Beberapa jalan yang belum beraspal di tengah-tengah Kota Perbaungan juga menjadi benalu sehingga senyum indah Kota Perbaungan jadi tidak lepas. Masalah pengaspalan tentu kembali kepada komitmen eksektutif dan legislatif yang sering beretorika atas nama rakyat.
Tak jauh dari persimpangan tiga, tepatnya di pinggiran Jalinsum depan kantor PTPN IV Kebun Adolina juga dekat masjid Raya Sulaimaniyah, dua unit halte bus dalam kondisi 'compang-camping' tak terurus. Dua halte itu pun menjadi fosil pembangunan yang tidak saja minim manfaat, tapi turut menyuramkan wajah Kota Pebaungan.
Beberapa spanduk yang sudah rusak baik yang kusam maupun sudah tercabik-cabik dan juga kadaluarsanya iklan dari edisi kebutuhannya serta plank aneka ragam produk iklan yang terpajang turut berkontribusi menyuramkan wajah Kota Perbaungan.
Kota bersejarah
Hilangnya senyum indah Kota Perbaungan dengan tampilan kekumuhan ini terkesan kurang elok. Pasalnya Kota Perbaungan merupakan "Kota Bersejarah" yang pernah menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Serdang masa kepemimpinan Sultan Serdang V Tuanku Sulaiman Syariful Alamsyah.
Pusat pemerintahan Kesultanan Serdang dengan istana Darul Arif yang kini hilang tak berbekas dan hanya menyisakan bangunan masjid Raya Sulaimaniyah yang masih kokoh dan berfungsi sebagai tempat ibadah khususnya salat 5 waktu berusia 1 abad lebih.
Nilai-nilai sejarah dan kearifan lokal yang melekat dengan Kota Perbaungan semestinya diapresiasi dengan tetap memelihara senyum indahnya tanpa kesan kumuh dan kurang rapi.
Selain Kota Bersejarah, Perbaungan juga terkenal dengan kulinernya yang enak dan tentu akan berdampak negatif terhadap kunjungan 'Peselancar' untuk menikmati cita rasa kuliner yang tentunya berefek pula kepada transaksi perekonomian masyarakatnya.
Kota Perbaungan butuh polesan indah dan perhatian dari Pemkab Sergai untuk mengembalikan senyum indahnya untuk Perbaungan lebih maju.