Menata Kembali Kawasan Pasar Bengkel

menata-kembali-kawasan-pasar-bengkel

Oleh: Amirul Khair.

LAMA tak mengunjungi kawasan Pasar Bengkel di Desa Bengkel, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang­bedagai (Sergai). Sudah sekira dua tahun tak menginjakkan kaki di tempat itu, melintas pun tidak. Pekan terakhir Ramadan kemarin, penulis kembali mengunjungi kawasan jajanan yang dikenal sebagai pusat transaksi bagi produksi para pelaku usaha kecil menengah (UKM).

Melihat pemandangan di Pasar Bengkel yang berada tepat di pinggiran Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) ini, penulis tidak bisa menyembunyikan rasa keterkejutan. Bagaimana tidak ? Dulu kawasan ini tertata rapi dan selalu menjadi titik kemacetan puluhan kendaraan. Laju kendaraan dipastikan padat merayap, terlebih saat sore.

Kendaraan pribadi pun banyak yang berhenti di tepi jalan. Kumpulan orang selalu asyik memilih-milih jajanan yang dipajang untuk dibawa sebagai oleh-oleh.

Tapi pemandangan seperti itu tidak lagi terlihat. Selama tiga hari berturut penulis sengaja datang ke tempat itu saat sore, untuk memastikan peman­dangan tersebut. Hasilnya tetap sama. Kawasan itu selalu lengang dari lalu-lalang kendaraan pribadi, tanpa kemacetan.

Menelusuri informasi lebih jauh dari sejumlah pelaku UKM di sana, ternyata pemandangan tersebut sudah berlang­sung sejak setahun terakhir. Kemacetan di titik Pasar Bengkel sudah terurai setelah Jalan Tol Medan-Tebingtinggi beroperasi.

Kumuh

Pemandangan lain yang tersaji, bukan saja kelengangan karena langka­nya pembeli dan tidak ada lagi kemace­tan, kesan kumuh juga menyelimuti kawasan itu. Krei indah dan berwarna-warni penutup kios-kios yang berjajar saat panas matahari menerpa, terlihat kusam bahkan banyak sudah tak layak pakai.

Beberapa kios juga menyajikan kesan kekusaman, baik karena catnya sudah redup maupun debu tebal yang membuat steling. Meja tempat puluhan jenis makanan ringan dipajang menjadi kurang bergairah.

Kekumuhan yang terekam juga ditambah pemandangan puluhan kios, diperkirakan sudah lama tak lagi dipakai alias bangkrut, tampak jorok dipenuhi sarang laba-laba. Kekumuhan itu menjadi pemandangan yang tak sedap.

Dulu, keberadaan Pasar Bengkel menjadi surga investasi bagi pelaku UKM, sebagai sumber pendapatan perekonomian. Tidak sekadar untuk mencukupi kebutuhan primer, kebutuhan sekunder pun banyak yang terpenuhi.

Perekonomian mereka terangkat karena penghasilan dari produk yang dijajakan selalu laris. Bahkan terkadang mereka harus sibuk memproduksi lebih banyak jenis jajanan tertentu, seperti dodol bengkel yang menjadi menu utama jajanan di setiap kiosnya.

Kini, pelaku UKM di Pasar Bengkel banyak yang resah. Hasil penjualan mereka turun drastis hingga 70 persen selama setahun terakhir. Bahkan ada puluhan yang sudah gulung tikar. Akibatnya, kini banyak kios yang tutup.

“Terasa kali sunyi pembeli. Turunnya sampai 70 persen,” ungkap Sri (30), salah seorang pelaku UKM Pasar Bengkel. Ia mengaku, penghasilannya menurun sejak beroperasinya Jalan Tol Medan-Tebingtinggi setahun terakhir. Tidak banyak lagi pembeli yang datang ke sana.

Ia pun mengaku jika usahanya kian terancam. Pasalnya, penghasilan dari berjualan itu menjadi sumber pendapatan utama. Karena penjualannya menurun drastis, jangankan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, modalnya juga sudah tidak kembali. “Cuma dari sini penghasilan saya dan suami. Tak ada pemasukan lain kecuali jualan ini”

Ungkapan senada dilontarkan Tina. Sunyinya pembeli dipastikannya karena operasional Jalan Tol Medan-Tebingtinggi telah ‘merenggut’ penghasilan mereka. Seringkali dodol yang ia jual tak laku dan akhirnya rusak. Sebab produk makanan lokal itu hanya bertahan sepekan.

Suratman (53) yang sudah berjulan di kawasan itu sejak 1993, juga menuturkan hal sama. Pendapatannya menukik tajam akibat sepi pembeli. Padahal pedagang hanya mengandalkan konsumen dari pelintas di kawasan itu. Barang dagangan pun menjadi pajangan yang merugikan.

Untungnya, untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, ia tidak hanya mengandalkan dari hasil jual jajanan di kiosnya yang juga terlihat kumuh. Hasil jualannya tetap ia putarkan sebagai modal usaha untuk bisa bertahan dalam kondisi perekonomian yang sulit. “Saya nyawah (megolah sawah). Kalau tak nyawah, mungkin sudah tutup seperti pedagang lainnya.” Jelasnya.

Banyak Faktor

Kepala Desa (Kades) Bengkel, Abdan Nasution mengakui keterpurukan yang dirasakan para pedagang Pasar Bengkel bersumber sejak beroeprasinya jalan tol. Sehingga pengguna jalan dari Medan beralih melalui jalan told an tidak melintasi kawasan itu lagi. Pun perhatian Pemkab Sergai, khususnya disperindag terhadap para pelaku UKM di situ, sangat minim.

Ia mengatakan, tidak sepenuhnya penye­bab kondisi itu karena keberadaan jalan tol dan minimnya perhatian pemkab setempat. Faktor lainnya termasuk perubahan perekonomian nasional dan kurang inovatifnya pedagang di sana.

“Dampak jalan tol sedikit-banyaknya ada. Tapi pada dasarnya perekonomian nasional juga lesu. Imbasnya pada pedagang yang pendapatannya menurun, mereka enggan berinovasi,” urianya.

Abdan belum bisa mencarikan solusi untuk menata dan menggairahkan kembali kawasan Pasar Bengkel. Meski dana desa belum pernah dialokasikan untuk pembangunan fisik di pasar itu, namun ia meyakini jika pun dikucurkan, tetap saja tidak mencukupi. Sebab ada aturan mengikat dalam penggunaan dana desa.

“Secara peraturan, dana desa awalnya untuk pembangunan fisik, kemudian untuk sektor pemberdayaan perekonomian masya­rakat,” katanya. Awal pendataan, ada sekitar 150-an kios milik pelaku UKM di sana. Kini hanya menyisaan sekira 90-an kios, karena banyak yang gulung tikar.

“Penyebab gulung tikar karena pembelinya turun drastis. Sistem mereka harus berubah, jangan monoton. Harus punya inovasi baru,” tandasnya.

Menyikapi kondisi itu, anggota DPRD Sergai dari Fraksi Golkar, Meryanto, mengatakan untuk menata kembali kawasan Pasar Bengkel, pemkab setempat harus turun tangan meintervensi secara serius dan tidak membiarkan kawasan itu jadi catatan sejarah kelam. “Pemerintah harus bertindak. Kalau dibiarkan, bisa tutup Pasar Bengkel itu.”

Ia menilai, minimnya pembeli di pasar itu sebagai dampak beroperasinya jalan tol, merupakan konsekuensi pembangunan nasional. Keberadaan jalan tol tak bisa dibendung, tapi harus ada inovasi, baik dari pemkab maupun pelaku UKM itu sendiri.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sergai harus berpikir keras untuk menemukan solusinya. Langkah-langkah solutif harus segera dikemas dan dicarikan, mengingat pembiaran yang berlarut akan menghabisi para pelaku penyangga ekonomi nasional itu.

“UKM ini penyangga ekonomi nasional lho. Apa lagi kantor Disperindag itu letaknya di Pasar Bengkel. Kok Pasar Bengkel bisa semrawut kayak gitu?” urai Meryanto. Penataan dan memperindah kawasan Bengkel harus segera dilakukan.

 “Pandangan mata itu memengaruhi. Kalau mata saja sudah tak enak memandang, bagaimana orang mau tertarik untuk singgah,” terangnya. Meryanto juga mengingatkan pemkab setempat untuk memasilitasi para pelaku UKM agar promosi dan pemasarannya terbantu.

Kini sedang dibangun rest area (kawasan istirahat) di dekat ruas tol sekitar titik Telukmengkudu. Rest area itu sangat strategis untuk menyikapi minimnya pembeli yang tidak lagi melintasi kawasan Pasar Bengkel.

Dia memperkirakan, jika pelaku UKM pindah ke rest area, maka akan mengalami kendala biaya sewa tempat. Karenanya perlu langkah cepat untuk membantu mereka, misalnya melalui dukungan subsidi dari pemkab demi keberlanjutan usaha pedagang Pasar Bengkel.

()

Baca Juga

Rekomendasi