Kadis PU Medan, Isa Ansyari, jalani sidang perdana di PN Medan (Analisadaily/Jafar Wijaya)
Analisadaily (Medan) - Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Medan, Isa Ansyari (47), menjalani sidang perdana terkait kasus suap terhadap Dzulmi Eldin di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (23/12).
Dalam dakwaan yang dibacakan bergantian Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terdiri dari Ali Fikri, Iskandar Marwanto, Siswahandono, Moch. Wiraksajaya, Zainal Abidin dan Arin Karniasari, Isa didakwa menyuap Dzulmi Eldin dengan uang sebesar Rp 530 juta demi tetap menjabat sebagai Kadis PU.
Dalam dakwaan yang dibacakan di hadapan majelis hakim yang diketuai Abdul Aziz, Isa didakwa telah melakukan perbuatan yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
"Bahwa terdakwa Isa Ansyari telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, telah memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi sesuatu berupa uang sebesar Rp 20 juta sebanyak 4 kali hingga seluruhnya berjumlah Rp 80 juta, sebesar Rp 200 juta, Rp 200 juta dan sebesar Rp 50 juta hingga jumlah seluruhnya sebesar Rp 530 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu Dzulmi Eldin selaku Walikota Medan periode 2016-2021," bunyi dakwaan JPU.
Pemberian suap yang dilakukan bersama Samsul Fitri Siregar, Kepala Sub Bagian Protokol Pemerintah Kota Medan itu dengan maksud agar Dzulmi Eldin mempertahankan jabatan Isa sebagai Kepala Dinas PU Kota Medan.
Perkara ini bermula pada 6 Februari 2019 saat Isa diangkat dan dilantik menjadi Kepala Dinas PU. Dia pun mengelola anggaran fisik sekitar Rp 420 miliar.
Dalam mengelola anggaran Dinas PU sejak Maret 2019 terdakwa mulai mendapatkan pemasukan uang di luar penghasilan yang sah. Agar dianggap loyal kepada walikota, Isa kemudian ikut membiayai kegiatan operasional Dzulmi Eldin menggunakan uang yang diperolehnya tersebut.
Pada Maret 2019, Samsul yang merupakan orang kepercayaan Dzulmi Eldin menemui Isa di salah satu hotel di Kota Medan. Dia meminta bantuan uang kepada terdakwa apabila sewaktu-waktu ada kebutuhan biaya operasional Walikota Medan yang tidak ditanggung APBD (dana non budgeter). Sebagai bentuk loyalitas, Isa menyanggupinya.
Samsul kemudian menyampaikan kebutuhan operasional Dzulmi Eldin. Isa pun menyerahkan uang masing-masing Rp 20 juta untuk Eldin pada bulang Maret, April, Mei dan Juni 2019.
Isa juga menyanggupi bantuan untuk menutupi kebutuhan dana operasional Dzulmi Eldin yang akan menghadiri undangan perayaan ulang tahun ke-30 'Program Sister City' antara Kota Medan dengan Kota Ichikawa di Jepang. Rombongan dari Medan berkunjung ke Negeri Sakura pada tanggal 15-18 Juli 2019.
Rombongan yang berangkat terdiri dari Dzulmi Eldin, Rita Maharani (istri Eldin), Samsul Fitri, Andika Suhartono, Fitra Azmayanti Nasution, Musaddad, Iswar Lubis, Suherman, Edriansyah Rendy (anak Eldin), Rania Kamila(anak Eldin), Hafni Hanum, Tandeanus, Vincent dan Amanda Syaputra Batubara. Keberangkatan mereka difasilitasi Erni Tour & Travel yang berkantor di Jalan Brigjen Katamso, Medan.
Pada Juni 2019, Samsul melakukan penghitungan kebutuhan dana akomodasi kunjungan ke Jepang tersebut. Angkanya mencapai Rp 1,5 miliar, sedangkan alokasi APBD Kota Medan hanya Rp 500 juta. Sementara pihak travel saat itu sudah meminta uang muka sebesar Rp 800 juta.
Samsul kemudian melaporkan masalah tersebut kepada Dzulmi Eldin. Orang nomor satu di Pemko Medan itu memerintahkannya untuk meminta bantuan dana kepada Iswar Lubis (Kepala Dinas Perhubungan) dan Suherman (Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Medan) sebagai Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ikut dalam rombongan ke Jepang. Selain itu dia juga diperintahkan meminta uang kepada Isa.
Setelah mendapat perintah, pada awal Juli 2019, Samsul bersama stafnya, Andika Suhartono, menemui Isa di ruang kerjanya. Dia menyampaikan kebutuhan dana operasional Dzulmi Eldin untuk kunjungan ke Jepang sebesar Rp 200 juta. Terdakwa menyanggupinya.
Keesokan harinya Isa menyerahkan uang Rp 200 juta kepada Andika untuk diberikan kepada Dzulmi Eldin. Penyerahan uang dilakukan di rumahnya di Jalan STM, Gang Persatuan, Nomor 25, Sitirejo, Medan Amplas.
Andika kemudian menukarkan uang itu menjadi mata uang Yen di Money Changer Gembira. Selanjutnya uang diserahkan kepada Samsul di ruang kerjanya pada 14 Juli 2019.
Penyerahan uang dalam bentuk Yen itu pun dilaporkan kepada Dzulmi Eldin di rumah dinasnya. Dilaporkan pula uang yang diberikan kepala OPD lainnya sebesar Rp 800 juta. Dzulmi Eldin meminta Samsul untuk menyimpan dan mempergunakannya selama kunjungan di Jepang.
Setelah kunjungan ke Jepang selesai, sekitar bulan Oktober 2019 Dzulmi Eldin dan Samsul mendapat informasi dari Tandeanus selaku pemilik Erni Tour & Travel bahwa mereka masih berutang Rp 900 juta. Atas informasi itu Dzulmi Eldin memerintahkan Samsul meminta tambahan dana kepada Iswar Lubis dan Suherman serta Kepala OPD lainnya, termasuk Isa.
Rinciannya, Suherman diminta Rp 200 juta, Iswar Lubis Rp 200 juta, Isa Rp 250 juta, dan Benny Iskandar (Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang) Rp 250 juta, Johan (Sekretaris Dinas Pendidikan) Rp 100 juta, dan Edwin Effendi (Kepala Dinas Kesehatan) Rp 100 juta.
Pada hari Selasa (15/10), sesuai permintaan, Isa mentransfer Rp 200 juta melalui rekening Bank BCA milik Mahyudi yang merupakan ayah kandung M. Aidil Putra Pratama (ajudan Eldin).
Samsul kemudian memerintahkan agar Aidil menarik tunai uang tersebut dan menyerahkannya kepada Sultan Sholahuddin untuk disimpan dalam brankas protokoler sebagai dana non budgeter operasional Dzulmi Eldin di Kantor Pemerintah Kota Medan.
Di hari yang sama, sekitar pukul 15.50 WIB, Isa dihubungi Andika Suhartono untuk menanyakan kekurangan Rp 50 juta. Dia kemudian meminta Andika datang ke rumahnya mengambil kekurangan uang tersebut.
Andika datang ke rumah Isa pada pukul 20.30 WIB. Dia mengendarai mobil Avanza silver BK 102 BL. Terdakwa menyerahkan kekurangan uang sebesar Rp 50 juta kepadanya.
"Beberapa waktu kemudian terdakwa Dzulmi Eldin dan Samsul Fitri ditangkap oleh petugas KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," sambung JPU.
Usai pembacaan dakwaan, terdakwa Isa menyatakan tidak akan menyampaikan eksepsi atau keberatan. Majelis hakim kemudian menunda sidang dan menjadwalkan sidang selanjutnya pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi.
(JW/EAL)