Menristek: Hilirisasi Minyak Nilam Beri Nilai Tambah Bagi Aceh

Menristek: Hilirisasi Minyak Nilam Beri Nilai Tambah Bagi Aceh
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Prof Bambang Brodjonegoro (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Analisadaily.com, Banda Aceh - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Prof Bambang Brodjonegoro mengatakan, langkah Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) untuk hilirisasi minyak nilam bukan hanya membantu petani, tetapi juga telah meningkatkan nilai tambah bagi Aceh.

Hal itu disampaikan Bambang Brodjonegoro saat meresmikan Mesin Distilasi Molekuler (MD) dan Fraksinasi Nilam skala industri di Atsiri Research Center (ARC) - Pusat Unggulan Iptek (PUI) Nilam Aceh Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh, Jumat (28/2).

Unit mesin ini berada tepat di area belakang Kantor ARC yang berhadapan dengan Fakultas Teknik Unsyiah. Mesin ini nantinya dapat melakukan penyulingan nilam, sehingga hasilnya dapat digunakan oleh pelaku industri kosmetik dan parfum dunia.

“Di masa lalu, minyak nilam diekspor lalu diolah di luar negeri, dan dibeli kembali oleh pelaku industri yang membutuhkan nilam di Indonesia,” ucapnya.

Bambang juga mengapresiasi langkah Unsyiah bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang mendirikan mesin fraksinasi, sehingga mengurangi ketergantungan impor serta dapat langsung menjual nilam ke pemakai akhir.

Langkah ini juga memberikan manfaat besar bagi petani nilam di Aceh, bahkan memperkuat posisi Aceh yang bertrasnformasi menjadi kawasan industri baru.

“Saya mengapresiasi civitas akademika dan peneliti Unsyiah. Langkah ini telah memenuhi tujuan dari Riset Dikti, yaitu menghadirkan inovasi tepat guna bagi masyarakat, dan menumbuhkan nilai tambah hilirisasi serta peningkatan ekspor,” jelasnya.

Bambang berharap langkah ini dapat diterapkan di komoditas lainnya di Aceh, sehingga memberikan manfaat dan menjawab kebutuhan masyarakat.

Rektor Unsyiah, Prof Samsul Rizal, mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi tinggi Kemenristek/BRIN, terkhusus BPPT yang telah membantu Unsyiah mengembangkan riset dan inovasi, terutama riset nilam Aceh.

Kerja sama ini merupakan salah satu bentuk peningkatan sinergitas antar lembaga kaji terap dengan perguruan tinggi.

“Kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sehingga semakin meningkatkan kualitas, kapasitas, dan kompetensi secara lebih merata,” sebutnya.

Kepala ARC Unsyiah, Syaifullah Muhammad, mengatakan mesin fraksinasi nilam ini mampu berproduksi 24 ton per tahunnya. Dengan menghilangkan sedikit air, akan menghasilkan dua bagian yaitu fraksi ringan dan fraksi berat.

Fraksi berat memiliki kadar 60 persen patchouli yang dapat diubah menjadi 12 juta botol parfum. Sedangkan fraksi ringan memiliki kadar 1-2 persen patchouli yang kaya zat aktif yang kerap digunakan untuk obat-obatan, aroma terapi, hingga kosmetik.

“Andai setiap botol parfum dijual Rp150 ribu, maka akan menghasilkan Rp1,8 triliun. Ini masih harga di dalam negeri. Jika dipasarkan ke luar negeri, tentu nilainya akan jauh bertambah,” terangnya.

Syaifullah menambahkan, 90 persen permintaan nilam dunia dipasok dari Indonesia. Setiap tahunnya, Indonesia mengekspor nilam sekitar 1.500 ton ke berbagai negara dunia, seperti Amerika, Eropa, Singapura, hingga ke Timur Tengah.

Dulunya, nilam Aceh mampu menyumbang kebutuhan nasional sebanyak 70 persen, tetapi konflik berkepanjangan dan fluktuatifnya harga membuat produksi nilam Aceh menurun. Saat ini, Aceh hanya mampu menyumbang 20 persen dari total kebutuhan nasional.

Menyadari keunggulan nilam Aceh, Unsyiah mengambil peran membantu peningkatan produksi dari hulu ke hilir. Terlebih lagi, nilam Aceh memiliki karakteristik unik sehingga banyak industri luar negeri yang meminta nilam Aceh.

Saat ini, Unsyiah telah bekerja sama dengan beberapa eksportir dan pelaku industri parfum dari berbagai negara, termasuk Perancis. Beberapa produk juga telah dipasarkan seperti parfum, body lotion, hingga medicated oil.

“Dengan meningkatnya kebutuhan nilam, para petani memiliki ekosistem baru untuk menjual dan harganya menjadi lebih baik sehingga berdampak bagi peningkatan ekonomi mereka,” pungkasnya.

(MHD/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi