AJI: Terapkan Jurnalisme Damai Dalam Konflik di India

AJI: Terapkan Jurnalisme Damai Dalam Konflik di India
Orang-orang berdiri di sebelah puing sepeda motor yang dibakar massa di daerah yang terkena dampak kerusuhan setelah bentrokan meletus antara orang-orang yang berdemonstrasi menentang undang-undang kewarganegaraan baru di New Delhi, India, 26 Februari 202 (Reuters/Rupak De Chowdhuri)

Analisadaily.com, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengamati pemberitaan media di Indonesia mengenai konflik yang terjadi di India. Sejumlah media di Indonesia menulis berita tersebut dengan sudut pandang konflik antara dua kelompok.

Namun, ada juga yang melihat dari sudut pembantaian, yang secara terminologi diartikan pembunuhan secara kejam dengan korban lebih dari seorang. Judul yang dipakai antara lain memuat kata atau kalimat seperti ‘Bantai Umat Muslim di India’, ‘Kaum Muslim Dibantai", ‘Masjid dibakar’ dan lain-lain.

Melihat pola pemberitaan media dalam kasus di India itu, AJI menyerukan agar jurnalis dan media perlu menggunakan pendekatan jurnalisme damai dalam memberitakan peristiwa yang bernuansa pertikaian antar pemeluk agama, termasuk seperti yang terjadi di India,” kata Ketua AJI Inonesia, Abdul Manan dalam siaran persnya, Selasa (3/3).

Kata dia, jurnalisme damai tidak berpretensi untuk mengaburkan fakta. Pendekatan dalam jurnalisme ini lebih menekankan pada sisi dari sebuah peristiwa yang mendorong penyelesaian dengan menyorot sisi penderitaan korban akibat konflik dan pertikaian ini, atau mengungkap akar masalah yang memicunya.

“Dengan pendekatan ini diharapkan, ada dorongan lebih kuat bagi publik untuk ikut meredakan keadaan, meminta institusi negara segera mencari penyelesaian, serta tidak memicu konflik atau masalah baru,” sambungnya.

Tidak itu saja, ia juga menyampaikan, jurnalis perlu lebih kritis terhadap fakta dan menghindari sikap eksploitasi. Dalam memberitakan peristiwa seperti kasus di India, perlu dipastikan apakah ‘pembantaian’ merupakan kata yang tepat untuk menjelaskan peritiwa tersebut, atau sebuah bentrokan, atau kerusuhan.

Menurut Manan, pemilihan kata hendaknya berdasarkan pada informasi yang paling mendekati kebenaran dan menghindari sikap eksploitasi terhadap fakta, apalagi sampai ada tendensi memanfaatkan sentimen sektarian.

“Ini adalah bagian dari implementasi Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik yang meminta jurnalis menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk,” tambah Manan.

Diketahui sebelumnya, India dilanda kerusuhan sejak Minggu, 23 Februari 2020 lalu. Pemicunya adalah amandemen Undang-Undang Kewarganegaraan, yang disahkan parlemen India pada Desember 2019.

Regulasi itu mempercepat pemberian kewarganegaraan pada imigran Bangladesh, Pakistan, dan Afghanistan, tapi tidak mencantumkan Islam dalam daftar agama yang pemeluknya diizinkan masuk ke India. Hingga Kamis, lebih dari 30 orang tewas dalam kerusuhan itu.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi