Cara Pengungsi di Myanmar Mengatasi Ancaman Covid-19

Cara Pengungsi di Myanmar Mengatasi Ancaman Covid-19
Seorang gadis etnis Kachin mengenakan masker saat menghadiri Festival Budaya Etnis Myanmar (AP)

Analisadaily.com, - Saat mengetahui tentang wabah virus corona (Covid-19), orang-orang yang kehilangan tempat tinggal akibat konflik di negara bagian Kachin, Myanmar, langsung mengambil langkah untuk mencegah virus tersebut masuk kamp pengungsian mereka.

"Karena kami tinggal dalam kondisi yang penuh sesak, jika salah satu dari kami terkena virus, kemungkinan wabah menjadi sangat besar," kata Galau Bawm Myaw, seorang pemimpin di kamp pengungsi Jaw Masat di pinggiran ibukota Kachin, Myitkyina.

"Kami menyarankan warga untuk mengikuti pedoman Kementerian Kesehatan agar menjaga diri tetap sehat, dan kami menyerahkan hidup kami di tangan Tuhan," sambungnya, dilansir dari Al Jazeera, Minggu (19/4).

Sejauh ini Myanmar cukup serius dalam menangani kasus Covid-19. Namun di sana ada sekitar 240.000 pengungsi yang semakin khawatir dengan penyebaran virus tersebut, termasuk 100.000 diantaranya etnis Kachin yang tersebar di 138 kamp dan halaman gereja.

Sebagian besar warga Kachin meninggalkan desa mereka setelah terjadi perang antara Tentara Kemerdekaan Kachin dengan militer Myanmar pada 2011.

Melakukan yang terbaik

Pengungsi di Kachin memahami betul kerentanan yang mereka hadapi saat ini.

Dengan populasi lebih dari 600 orang, para pemimpin kamp Jaw Masat membatasi keluar masuknya orang ke wilayah mereka sejak Maret lalu. Selain itu juga dilarang pertemuan kelompok dan membagi pusat pembelajaran menjadi ruang doa untuk menggantikan layanan gereja.

Mereka juga membangun stasiun cuci tangan di gerbang kamp dan menetapkan pondok bambu di sekeliling kamp sebagai fasilitas karantina, tempat mereka yang baru kembali dari kota atau luar negeri selama 14 hari.

Ketika pengunjung datang untuk memberikan informasi kesehatan atau sumbangan, mereka juga menyemprot pengunjung dan kendaraan mereka dengan desinfektan kimia.

Pengungsi yang tinggal di kamp Betlehem, Myitkyina, dengan jumlah sekitar 700 orang juga mengambil langkah yang sama.

(EAL)

Baca Juga

Rekomendasi